Agama Jadi Pelengkap Pancasila, Bukan Musuh

Jakarta, Bhirawa.
Wakil Ketua MPR RI, Syarif Hasan (Demokrat) menegaskan, tidak boleh ada pertentangan antara Pancasila dan Agama. Justru Agama melengkapi azas dalam Pancasila. Suksesnya Pancasila dalam pelaksanaan azas kenegaraan Indonesia dalam membangun bangsa, adalah karena Agama ada dalamnya. Jadi Agama bukanlah musuh Pancasila. 
“Saya tegakan, tugas pokok MPR adalah menjaga konstitusi, agar konstitusi berjalan sesuai rel-nya dan kedepan lebih kuat dalam mengedepankan kedaulatan rakyat,” tandas Syarif Hasan dalam diskusi 4 Pilar MPR RI, ber tema “Fokus MPR RI 5 Tahun Kedepan”, Senin sore (2/3). Nara Sumber lain, Ahmad Riza Patria anggota MPR RI (Gerindra) dan DirEks VOXPOL Center, Pangi Syarwi Chaniago.
Syarif Hasan lebih jauh, menanggapi wacana untuk amandemen UUD 45. Dia menyebutkan, dalam UUD 45, secara eksplisit dinyatakan, bahwa MPR dapat melakukan perubahan dan menetapkan UU. Dalam UUD 45 juga sudah diatur , bahwa bila akan melakukan perubahan UU, maka cukup dengan 1/3 anggota MPR bisa mengajukan usulan. Dengan menyebutkan poin-poin mana yang akan diusulkan, sekaligus alasan-alasan yang substansi. Sehingga terjadi pengumuman perubahan UUD 45.
Disebutkan, untuk melakukan perubahan UUD 45, tentu banyak informasi yang harus dipertimbangkan. Ini adalah tugas MPR  dalam menjaga agar sistem ketatanegaraan Indonesia tetap terjaga baik. Dengan arti bahwa konstitusi yang akan dirubah, tidak akan merubah tatanan secara substansi tentang kedaulatan rakyat, sesuai amanat UUD 45. Jadi tugas MPR dalam 5 tahun kedepan adalah menyerap aspirasi masyarakat. Untuk mengetahui apa yang diinginkan rakyat, dengan berbagai alasan tertentu.
“DI MPR kini sudah dibentuk Badan Kajian Ketatanegaraan dan Komisi Kajian Ketata negaraan. Kedua alat kelengkapan MPR inilah yang secara aktif melakukan pembahasan dan berkomunikasi dengan masyarakat. Saya juga sudah melakukan kunjungan ke 10 provinsi, dan bertemu dengan para gubernur, bupati/walikota juga masyarakat Untuk menyerap aspirasi terkait wacana perubahan UUD 45. Apa sebenarnya yang diinginkan, bagaiman mekanisme yang harus dilakukan. Intinya, kita harus tetap menjaga ketatanegaraan kita. Dengan sistem tetap bernuansa, kita adalah Presidensial bukan Parlementer,” ungkap Syarif Hasan. 
Ahmad Riza Patria menyebutkan, bahwa Gerindra menyepakati penataan sistem ketatanegaraan melalui perubahan (amandemen) UUD 45. Tetapi harus tetap berdasarkan Pancasila, pembukaan UUD 45, mempertahankan bentuk NKRI dan sistem pemerintahan tetap Presidensial. Dalam melakukan perubahan itu harus secara adendum.
Reza juga mengulas pentingnya penguatan peran DPD RI di Parlemen. Sebab, katanya,  penguatan DPD sama pentingnya dengan pemahaman kearifan lokal sebagai bagian dari NKRI. Bagian dari kedaulatan bangsa , bagian dari kelestarian budaya bangsa. Semua ini diserahkan oleh teman-teman di DPD. 
“Saya setuju perlu ada penguatan peran DPD. Jadi DPR gak usah merasa berkurang tugas, fungsi dan peran serta kewenangannya di Parlemen, jika DPD ditambah perannya,” pesan Reza Patria.
Sementara, Direktur Eksekutif VOXPOL Center, Pangi Syarwi Chaniago tidak sepakat, jika dalam amandemen itu, Presiden dipilih oleh MPR RI. Jika Presiden dipilih oleh MPR,  artinya demokrasi di Indonesia, kini berjalan mundur. Jadi, jangan sampai terjadi, Presiden dipilih kembali oleh MPR RI. Jika demikian halnya, maka itu adalah agenda mengkhianati reformasi. 
“Kalau dengan alasan Pemilu mahal, ya harus dicari solusinya, bagaimana Pilkada bisa dibiayai negara, supaya ongkos politik murah. Dengan biaya murah, Pilkada tidak lagi dipenuhi money politik. Saat ini hemat saya sistem yang ada, campur aduk,” kilah Pangi. [Ira]

Tags: