Ajak Belajar dari Sejarah Pandemi

Wicaksono Dwi Nugroho

Wicaksono Dwi Nugroho
Banyak orang yang tidak senang membaca sejarah dan tidak belajar darinya. Pandemi Covid-19 saat ini sebenarnya bukan hal yang baru di peradaban manusia. Dalam sejarah, telah terjadi pandemi serupa yang disebut sebagai Flu Spanyol pada Tahun 1918-1919 di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Hal itu seperti digambarkan oleh Arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur (Jatim), Wicaksono Dwi Nugroho.
“Tercatat 500 juta manusia terinfeksi Flu Spanyol dan menewaskan 20-50 juta manusia pada saat itu. Itu yang tercatat, dan kemungkinan besar angka tersebut jumlahnya lebih besar lagi. Angka kematian manusia akibat virus ini ternyata lebih besar daripada jumlah kematian manusia yang disebabkan akibat Perang Dunia I,” kata Wicaksono Dwi Nugroho.
Wicaksono menambahkan, pandemi Flu Spanyol tercatat berlangsung selama 2 tahun, tahun 1918 hingga 1919, dengan 2-3 gelombang atau mungkin lebih dalam cara penyebarannya.
“Sebelum akhirnya mereda, dan manusia mempunyai kekebalan tubuh terhadap virus tersebut,” ungkap Wicaksono.
Hal ini menurut Wicaksono, terjadi karena saat itu virus semakin disebarkan secara luas oleh pergerakan tentara perang ke berbagai negara, dan virus juga bermutasi dengan cepat. Sementara dunia kesehatan pada saat itu tidak berhasil menemukan vaksin karena adanya keterbatasan teknologi.
Belajar dari sejarah pandemi Flu Spanyol, lanjut Wicaksono, hal yang sama mungkin akan terjadi dengan pandemi Covid-19 saat ini. Bencana kemanusiaan ini kemungkinan juga akan berlangsung lama dan menelan korban jiwa yang tidak sedikit.
Hal itu menurut Wicaksono, karena virus semakin disebarkan luas akibat pergerakan manusia ke berbagai tempat dengan berbagai alasan yang hampir mustahil dihentikan.
“Virus Covid-19 diketahui juga bermutasi menjadi berbagai varian, sehingga kita mengetahui bahwa ada individu yang positif Covid-19 dengan gejala sakit, dan ada individu yang positif Covid-19 namun tanpa gejala sakit. Yang menakutkan adalah jenis kedua ini, karena individu tanpa gejala sakit namun ia berfungsi sebagai ‘Carrier Covid-19 (pembawa dan penyebar virus covid-19), dan kemudian menularkan kepada individu lain yang lebih rentan, seperti anak-anak, orang dengan penyakit bawaan, dan Manula (Manusia lanjut usia),” papar Wicaksono.
Dikatakannya, perjuangan terhadap pandemi Covid-19 saat ini memang melelahkan, merugikan banyak sektor, dan akhirnya membuahkan pro dan kontra. Namun hal tersebut wajar, karena situasi ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga terjadi di luar negeri.
“Dan lagi sangat disayangkan, banyak orang yang tidak belajar lagi dari pengalaman alias sejarah,” ulas dia.
Wicaksono menuturkan, hanya satu yang pasti, selama belum ditemukan vaksinnya, semua pada akhirnya akan terkena Covid-19, dan kembali kepada kemampuan individu itu bertahan, yang dibantu oleh pertolongan dari tim medis. Namun bila manusia yang terdampak Covid-19 terjadi serentak dalam jumlah besar, maka tim medis sebagus apapun pun akan kewalahan dan tidak akan bisa memberikan perawatan dan pertolongan dengan maksimal.
“Bila kita amati, Hal tersebut telah terjadi contohnya di Italia, Ecuador, dan bahkan Amerika,” ulas dia lagi.
Wicaksono menegaskan, semua pihak harus menjalankan peran sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Masyarakat beraktivitas dengan tetap disiplin menghindari terciptanya keramaian dan kerumunan, dan menjaga protokol pencegahan penyebaran Covid-19 dalam keseharian, sehingga tidak terjadi ledakan pasien yang melebihi batas kemampuan lembaga dan tenaga kesehatan.
“Bila masih saja ada orang yang mengatakan bahwa semua ini hanyalah konspirasi dan masih meremehkan dan bahkan tidak percaya terhadap Virus Covid-19, maka saya berharap dia bersedia menjadi relawan untuk membantu dan menyaksikan sendiri bagaimana para pasien berjuang untuk hidupnya, dan para tenaga kesehatan kita yang bekerja dan bergelut dengan taruhan nyawanya,” kata Wicaksono.
Sementara sambung dia, kita yang tidak berada di garis depan, bisa terus memberikan pemahaman kepada semua pihak meskipun hanya lewati satu postingan di Media Sosial (Medsos).
“Semoga kita semua dapat segera melewati bencana ini. Aamin YRA,” pungkas Wicaksono. [rif]

Rate this article!
Tags: