Aktivis DPW LPAI Jatim Dukung Temuan Kejari

Purwadi (1)Surabaya, Bhirawa
Penelusuran dugaan korupsi penggunaan dana bagi hasil cukai tembakau oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak, mendapat sambutan positif dan dukungan dari salah satu aktivis Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) Lembaga Pengawas Anggaran Indonesia (LPAI) Jawa Timur.
Kasus yang diawali dari sebuah bangunan berupa ruangan khusus merokok (smoking area) di Kantor Kecamatan Tandes, mendapat dukungan dari Ismet Rama dari DPW LPAI Jatim. Ia menyebut realisasi penggunaan dana tersebut sama sekali tak terpantau sehingga mudah diselewengkan begitu saja.
Dijelaskan Ismet, dana bagi hasil cukai tembakau dikucurkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang langsung diserahkan ke kepala daerah mulai dari Gubernur, Wali Kota/ Bupati se- Indonesia.
“Dana tersebut tidak tercatat di laporan keuangan APBD, sehingga anggota DPRD pun tak bisa memantau penggunaan dana ini,” ujarnya, Senin (3/3).
Lanjutnya, maka laporan penggunaannya langsung antara SKPD yang mendapat kucuran dana bagi hasil cukai tembakau ke kepala daerah dan langsung dilaporkan ke Menteri Keuangan kepada Pemerintah pusat yang mengucuri dana bagi hasil cukai tembakau ini. “Hal itu rentan dimainkan,” katanya.
Setiap Provinsi/ Kabupaten/ Kota kucuran dananya dari menteri keuangan tidak rata. Besaran dari dana itu tergantung dari keberadaan pabrik rokok yang ada di masing-masing daerah. Ismet menerangkan, adapaun data yang dimiliknya disebutkan, untuk seluruh Kabupaten/ Kota di Jawa Timur, berdasarkan PMK.181/PMK 07/ 2013, digerojok dana bagi hasil cukai tembakau sebesar Rp 1.016.811.731.156. Dari total nilai tersebut, untuk Pemprov Jatim sendiri Rp 305.073.519.347. Sedangkan khusus untuk Pemkot Surabaya sebesar Rp 31.196.892.354.
“Pertanyaannya, yang sedang diusut Kejari Tanjung Perak pada pembangunan smoking area di Kantor Kecamatan Tandes itu penyelewengan dana bagi hasil cukai tembakau yang dari Pemprov Jatim atau Pemkot Surabaya?,” urainya.
Terpisah, Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Tanjung Perak, Gatot Haryono, saat dikonfirmasi, mengaku belum tahu sumber dana bagi hasil cukai tembakau yang sedang diselidikinya di Kecamatan Tandes itu berasal dari sumber kucuran Pemrov atau Pemkot.
“Kami kan masih Puldata, makanya belum tahu kucuran dananya dari mana. Kalau sudah Puldata, pasti kami kabari,” terangnya.
Dari informasi yang berhasil dihimpun, smoking area yang dibangun di Kecamatan Tandes diklaim menghabiskan dana bagi hasil cukai tembakau senilai Rp 69 juta yang bersumber dari Pemprov Jatim. Nilai pembangunannya terindikasi banyak dikorup mengingat ruangannya hanya seluas 2 x 3 meter. Terlebih tanpa dilengkapi fasilitas elektronik seperti AC dan Televisi.
Aktivis lainnya, Eusebius Purwadi, dari LSM Masyarakat Pemantau Pelaksanaan Kebijaksanaan Pemerintah (MP3KP) Jatim, malah sudah pernah mengawali memasukkan laporan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati Jatim) terkait dugaan korupsi penggunaan dana bagi hasil cukai tembakau di Pemkot Surabaya pada tahun 2010 dan 2011.
“Ketika itu saya melihat ada double anggaran, dari APBD Surabaya, SKPD Dinas Kesehatan dan SKPD Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota terkait pembangunan smoking area di tahun 2010 dan 2011. Karena pembangunan smoking area sudah dianggarkan APBD di dua SKPD itu, maka saya pertanyakan anggaran yang dari dana bagi hasil cukai tembakau Menteri Keuangan Pemkot Surabaya ketika itu digunakan untuk apa,” ujar Purwadi.
Sayangnya laporan Purwadi ketika itu kandas karena penyidik Kejati Jatim menyatakan tidak ada indikasi penyelewengan anggaran dalam pembangunan smoking area di sejumlah tempat Pemkot Surabaya. Kini Purwadi berharap pengusutan korupsi dana bagi hasil cukai tembakau tahun 2013 oleh Kejari Tanjung Perak di Kecamatan Tandes yang saat ini masih sedang dalam tahap puldata benar-benar dilakukan secara serius. [bed]

Tags: