Aktivis Perempuan Siap Kawal RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Aghata Retnosari bersama aktivis perempuan menuntut RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, Senin (17/12/2018). [Gegeh Bagus Setiadi/bhirawa]

DPRD Jatim, Bhirawa
Kaum perempuan masih rentan mendapatkan perlakuan kekerasan seksual. Oleh karenanya, 35 aktivis LSM di Jawa Timur mendesak DPRD Jatim mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai Undang-Undang (UU). Upaya ini dilakukan agar Pemerintah di Jatim lebih maksimal memberikan perlindungan terhadap kerentanan perempuan.
Puluhan aktivisi perempuan Jatim ini mendatangi Komisi E DPRD Jatim, Senin (16/12) kemarin. Mereka membentangkan poster bertulisakan ‘Stop Kekerasan Seksual’ dihadapan Ketua Komisi E Hartoyo, anggota Komisi E, Agus Dono Wibawanto, dan Aghata Retnosari.
“Kami akan mengawal RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual, agar masyarakat di Jatim terlindungi dari kejahatan seksual,” terang Hartoyo didampingi Agus Dono.
Sementara itu, Aghata Retnorasi menegaskan seharusnya dalam RUU memberikan sanksi tegas terhadap pelaku kejahatan seksual. Upaya ini untuk bisa melindungi peranan perempuan, yang sering menjadi objek kekerasan seksual. “Komisi E akan mendorong agar RUU benar-benar diwujudkan, untuk melindungi hak-hak perempuan,” tandas Aghata Retnosari.
Sementara itu, koordinator Forum Pengada Layanan, Endah Triwijati dan Nunuk Fauziah masih banyak kekerasan seksual yang tidak terakomodir di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). “Nyatanya kejahatan seksual yang diatur dalam KUHP belum bisa menjawab permasalahan yang muncul selama ini,” terang Nunuk Fauziah.
Menurutnya sampai sejauh ini Negara belum hadir memberikan perlindungan terhadap rakyat. Ia mencontohkan kejahatan seksual yang diatur dalam KUHP hanya sebatas pencabulan dan pemerkosaan. “Tetapi pelecehan lainnya, yang tidak bisa dibuktikan dengan visum, pelakunya tidak mampu diseret ke ranah hukum,” terang dia.
Pada kesempatan sama, Endah Triwijati Psikolog Ubaya menyebutkan pencabulan di KUHP tidak terlalu jelas definisinya sehingga sering kali orang-orang yang jelas-jelas melakukan pemerkosaan dituntut dengan kejahatan pencabulan. Bahkan tidak jarang pelaku pelecehan dilakukan mereka yang memiliki pengaruh atau kekuasaan.
“RUU Penghapusan Kekerasan Skeusal memperkenalkan rehabilitasi khusus bagi pelaku tindak pidana kekerasan seksual,” terang dia.
Dalam draft RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ada sembilan jenis kekerasan seksual yang diatur seperti pelecehan seksual, eksploitasi seksual , pemerkosaan, pemaksaan aborsi, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan pelacuran, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual dan perbudakan seksual. “Kami mendesak DPRD Jatim ikut mendorong RUU sebagai wujud pertanggungjawaban terhadap rakyat,” tandas dia. (geh)

Tags: