Anggota Komisi V DPR RI Sesalkan UU Tabungan Perumahan Rakyat Lamban Terbit

Anggota Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo

Sidoarjo, Bhirawa.
Anggota Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo menilai Pemerintah lamban menjalankan amanat UU Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Seharusnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera sudah terbit pada tahun 2018 lalu. “PP ini adalah amanat dari UU Tapera yang rohnya adalah memberikan kemudahan pada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) baik yang yang bekerja di sektor formal dan non formal untuk bisa memiliki rumah.

Sayangnya, pemerintah menerbitkan PP disaat yang tidak tepat. Kenapa baru dikeluarkan sekarang, padahal UU Tapera mengamanatkan PP harus sudah selesai 2 tahun setelah UU disahkan. Artinya PP ini seharusnya sudah terbit dari tahun 2018,” kata Sigit, anggota DPR RI dapil 1 Jatim.
Terbitnya PP Tapera ditengah pandemi juga dinilai Sigit menimbulkan pertanyaan apakah pemerintah pemerintah mengumpulkan pendanaan dari masyarakat ditengah kondisi keuangan negara yang susah.

“Karena PP ini lahir disaat pemerintah butuh uang, dengan potensi Tapera yang mencapai Rp 300 Triliun ( menurut PUPR) dikhawatirkan masyarakat menjadi terbebani disaat pandemi. Dampaknya, masyarakat bisa antipati dengan kebijakan ini mengingat kasus Jiwasraya-Asabri dan terakhir kisruh BPJS.” kata Sigit.

Sigit yang ikut membidani lahirnya UU UU No.4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang menjadi dasar terbitnya PP No 25 Tahun 2020 ini, mengatakan pada awalnya UU ini dilahirkan untuk mengatasi baglock perumahan yang mencapai 11,4 juta ditahun 2015 sekaligus membantu pekerja/buruh dalam memenuhi kebutuhan papannya.

Oleh sebab itu PKS mendukung lahirnya UU No.4 Tahun 2016 tentang Tapera ini. PKS juga berhasil mendorong dihapusnya ketentuan besaran simpanan peserta sebesar 3% dari RUU Tapera pada saat pembahasannya.
Dimana besaran simpanan peserta ini kemudian diatur dalam Peraturan Pemerintah. Hal ini dilakukan agar Pemerintah dapat menyesuaikan aturan yang akan diterapkan dengan situasi dan kondisi di lapangan.

“Tapera disiapkan sebagai salah satu alternatif sumber dana murah jangka panjang dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau bagi Pesertanya. Saya berharap, aturan pelaksanaan dari PP ini nanti juga tidak menyulitkan peserta untuk mewujudkan rumah pertamanya dengan cepat dan berkualitas.” kata Sigit.

Sigit juga mengingatkan pemerintah untuk memastikan pengalaman salah urus seperti kasus Jiwasraya dan asabri tidak terjadi di BP Tapera.
“BP Tapera jangan sampai salah urus seperti Jiwa Sraya dan Asabri. Pemerintah juga harus segera membuat aturan dibawah PP yang mengklasifisikasikan sektor usaha apa saja yang bisa mengikuti Tapera, termasuk didalamnya pekerja disektor transportasi online.

Para driver ini harus masuk sektor formal karena ada pekerja dan ada perusahaan perekrut pekerja, maka perusahaan perekrut pekerja ojek online harus menyediakan dana 0,5 % untuk Tapera setiap pekerjanya. Sehingga driver ojek online pun bisa mendapat kemudahan memiliki rumah pertama mereka dengan skema mudah dan bunga murah,” kata Sigit.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2020 tentang Tapera. Dalam aturan itu, seluruh pekerja diwajibkan mengikuti program Tapera.

Berdasarkan Pasal 7 PP 25/2020, BP Tapera tak hanya mengelola dana perumahan bagi pegawai negeri sipil (PNS), melainkan juga seluruh perusahaan.
Peserta BP Tapera adalah calon PNS, aparatur sipil negara (ASN), prajurit dan siswa Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), pejabat negara, pekerja di Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Milik Desa, perusahaan swasta, dan pekerja apa pun yang menerima upah.

Adapun besaran simpanan peserta ditetapkan sebesar 3 persen dari gaji atau upah untuk peserta pekerja dan penghasilan untuk peserta pekerja mandiri, sesuai dengan bunyi pasal 15 ayat 1 PP 25 Tahun 2020. (hds)

Tags: