Angkat Tangan, Warga Kampung Parikan Surabaya Inginkan Sekolah Tatap Muka

Anggota DPRD Jatim, Hadi Dediyansah saat jaring aspirasi di Jl Gresik Gadukan Rukun Gg 1, Senin (14/9) malam. [Gegeh Bagus Setiadi]

Surabaya, Bhirawa
Sejumlah orang tua di Kampung Parikan, Kelurahan Morokrembangan, Surabaya menginginkan kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka segera diberlakukan. Tentunya dengan tetap mematuhi protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
Keluhan ini disampaikan orang tua ke Anggota DPRD Jatim, Hadi Dediyansah saat jaring aspirasi di Jl Gresik Gadukan Rukun Gg 1, Senin (14/9) malam.
Sebelum reses II ini digelar, Dedi sapaan akrabnya ini diajak Ketua RT keliling kampung untuk mengetahui pasti kondisi riil di lapangan. Menyusuri gang sempit, Wakil Ketua Komisi A DPRD Jatim ini pun langsung disambati terkait KBM melalui daring.
“Pak kapan kira-kira anak-anak kembali masuk sekolah. Terus terang saya sangat keberatan kalau setiap hari belajar online,” kata salah satu warga Kampung Parikan ini.
Di masa pandemi virus corona atau Covid-19 ini memaksa sekolah ditutup sampai sekarang. Akibatnya proses belajar mengajar mesti dilakukan dari rumah dengan memanfaatkan teknologi internet.
Dalam pelaksanaannya para orangtua harus mendampingi anak, dan guru harus menyiapkan materi secara online. Beberapa bulan terlaksana, namun kini sebagian orangtua berharap anak kembali bisa ke sekolah.
Sebagai contoh, sejumlah orangtua siswa di Surabaya, berharap kegiatan belajar mengajar di sekolah kembali dibuka. Ada beragam alasan hingga para orangtua memilih anak mereka bisa tetap belajar di sekolah di tengah pandemi Covid-19.
Menanggapi keluhan tersebut, Dedi memaklumi lantaran KBM secara daring membutuhkan biaya tambahan dengan biaya penunjang yang cukup tinggi.
“Sektor pendidikan memang harus segera dimulai lagi dengan protokol kesehatan yang ketat. Karena, orangtua sudah terkena dampak ekonominya, harus disibukkan dengan pembelajaran dirumah,” kata Politisi Partai Gerindra ini.
Ia mengungkapkan bahwa hampir 90 persen yang belajar adalah ibunya. Di Kampung Parikan ini, ada 115 KK yang mengeluhkan hal serupa selain kepala rumah tangga yang menganggur terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). “Jadi, diberlakukan sekolah tatap muka, namun waktu jam belajarnya yang di kurangi,” imbuhnya.
Ia membeberkan, bahwa waktu jam belajarpun harus di bagi menjadi tiga sesi dalam durasi 45 menit. Setiap sesi harus ada jam istirahat dengan dua kali istirahat.
“Jam masuk belajar bergantian 50 persen siswa belajar di rumah, yang 50 persennya lagi belajar di sekolah. Dengan istilah adaptasi dengan kebiasaan baru bisa di laksamakan dalam bidang pendidikan,” jelasnya.
Meski demikian, pengawasan yang super ketat juga harus diperhatikan, baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan satuan tugas penanganan Covid-19 akan terus dilaksanakan guna memantau perkembangan implementasi kebijakan ini.
“Kami rasa ini sebuah alternatif agar anak-anak bisa sekolah dengan aman dan para orangtua juga tidak khawatir,” jelasnya. [geh]

Tags: