Antisipasi Ketergantungan Teknologi PLTN

foto ilustrasi

Pengembangan energi terbarukan demi mewujudkan ketahanan dan kemandirian energi nasional, memang sudah semestinya diwujudkan di negeri ini. Sehingga, kedepannya harga energi-energi terbarukan bisa semakin murah dan semakin cepat untuk dibangun. Terkait hal tersebut, bangsa ini serasa bisa sejenak bernafas lega terkait regulasi energi terbarukan. Pasalnya, Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI saat ini, sedang menyiapkan payung hukum dalam mendukung pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) EBT.

Namun, sayang alih-alih RUU tentang EBT menjadi payung hukum dalam mendukung pengembangan EBT dalam mewujudkan ketahanan dan kemandirian energi nasional. Malah justru sebaliknya, isu nuklir dan sumber energi baru berbasis fosil yang tidak berkelanjutan. Seperti gas metana, gasifikasi batubara, dan likuifaksi batubara, yang jelas-jelas tidak ramah harga dan lingkungan malah ada dalam draf RUU EBT tersebut.

Sontak, draf RUU EBT tersebut kini mematik sorotan dan polemik di tengah-tengah publik. Pasalnya, isu nuklir yang ada dalam draf RUU EBT tersebut, tidak sesuai dengan komitmen Indonesia dalam menanggulangi dampak perubahan iklim. Padahal, jika tercermati bicara seputar nuklir sudah ada dalam UU No. 10 Tahun 1997 tentang ketenaganukliran. Bahkan, pembahasan tentang pengusahaan nuklir dalam ketenagalistrikan telah dimasukkan dalam draf RUU Cipta Kerja (Omnibus Law).

Selain itu, Kebijakan Energi Nasional yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.79 Tahun 2014 juga menyebutkan bahwa nuklir merupakan pilihan terakhir bagi penyediaan energi di Indonesia. Itu artinya, nuklir memang seharusnya hanya jadi pilihan terakhir di negeri ini. Mengantisipasi adanya potensi ketergantungan teknologi dalam pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) jauh lebih baik. Karena, selain biaya yang cenderung mahal, pembangunan PLTN malah membutuhkan waktu jauh lebih panjang ketimbang pembangunan teknologi energi terbarukan. Selain itu pula, jika Indonesia membangun PLTN justru akan mengurangi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan energi Indonesia ke depannya.

Ani Sri Rahayu
Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah Malang

Tags: