Asosiasi Pengusaha Ritel Desak Pemerintah Perlunak Aturan Brand Lokal

Abraham Ibnu. Saat memberikan keterangan pers [m ali/bhirawa]

Surabaya, Bhirawa
Asosiasi Pengusaha Ritel (Aprindo) sebagai asosiasi resmi yang menaungi usaha ritel di Indonesia mensesak agar pemerintah untuk memperingan aturan terhadap brand lokal dengan harapan agar mereka bisa berkembang dan bisa besar, tidak sepwrti yang asa saat ini selain susah berekemabng brand lokal malah cenderung gulung tikar.
Demikian, Koordinator Wilayah Timur Aprindo Pusat, Abraham Ibnu, pada sejumlah wartawan Senin (3/12) di Top Noodle Express Tunjungan Plaza 4 kemari. Menurutnya, kondisi brand lokal untuk saat ini sangat memprihatinkan susah berkembang,” Yang masih eksis dan berkembang cukup baik bisa dihitung dengan jari, diantaranya adalah Samudera super Market milik pengusaha dari Tuban saat ini sudah dipegang oleh generasi ke dua,”jelas Abraham.
Jujur diakuinya, selain persoalan peraturan pemerintah yang menghambat brand lokal juga Sumber Daya Manusia (SDM) yang kurang memadai bila diadu di jaman now. Apalagi dengan generasi milenial yang umumnya lulusan.luar negeri mereka hebat hebat.
Masalah ini bila tidak diseriusi pemerintah, maka brand lokal akan secepatnya gulung tikar karena digilas oleh roda jaman yang terus berputar tanpa ampun, menggilas semua yang berjalan lamban.”Sya yakin, asalkan ada goodwill dari pemerintah, semuanya masih bisa dibenahi secara baik. Kendala lain adalah bungkus plastik yang digantikan oleh bungkus lain yang.mudah sobek karena bahan yang ada kuatng dipersiapkan secara baik.
Disinggung soal bungkus plastik, Abraham langsung teringat dengan apa yang dilakukan oleh Aprindo pusat, yang menyatakan dukunagnnya terhadap salah satu visi pemerintah pada tahun 2025 Indonesia yakni bisa mengurangi 30% sampah dan menangani sampah sebesar 70% termasuk sampah plastik. Bentuk nyata dari dukungan tersebut adalah semua toko ritel di bawah Aprindo sudah menyediakan kantong belanja plastik berkriteria ekolabel yang berbahan oxo degradable atau bio degradable yang mudah terurai.
Ritel modern yang dinaungi oleh Aprindo juga menyediakan berbagai kantong belanja pakai ulang sebagai alternatif dan secara konsisten mengedukasi pelanggan untuk mengurangi pengunaan kantong belanja plastik melalui program-program peduli lingkungannya.
“Kita dukung usaha pemerintah yang bertujuan mengurangi sampah plastik, untuk itu saya pastikan bahwa semua toko-toko ritel anggota Aprindo sudah menggunakan kantong belanja plastik yang mudah terurai sesuai standar yang diberikan oleh Pemerintah untuk mengurangi dampak negatif bagi lingkungan,” ujar Roy Mandey, Ketua Umum Aprindo yang ditirukan Abraham Ibnu.
Lebih jauh dikatakan, bahwa kantong belanja plastik peritel anggota Aprindo sudah mengikuti standar SNI kriteria ekolabel untuk kantong belanja plastik dan bioplastik yang mudah terurai yang dikeluarkan oleh BSN atas rekomendasi Pusat Standarisasi Lingkungan dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Namun Aprindo juga mencermati bahwa wacana pemerintah dalam pelarangan penyediaan kantong belanja plastik di toko ritel modern kurang sejalan dengan tujuan pengurangan dan pengelolaan sampah, yang tertera dalam Peraturan Pemerintah no.81 thn 2012 pasal 1 ayat 3 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga & Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga serta Peraturan Presiden No.97/ 2017 pasal 3 ayat 2 tentang Kebijakan & Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga & Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Telah ada sejumlah kota yang kini memiliki perda atau perwali yang melarang penyediaan kantong belanja plastik di ritel modern meskipun kantong belanja plastik yang diberikan oleh toko ritel modern tersebut telah memiliki kriteria ekolabel berbahan oxo degradable atau bio degradable yang mudah terurai.
“Sayangnya definisi kantong plastik ramah lingkungan yang ditetapkan dalam perda atau perwali pelarangan kantong plastik tersebut tidak memiliki standar nasional yang ditetapkan oleh pemerintah, sehingga semua kantong belanja plastik yang disediakan di toko ritel modern dianggap tidak ramah lingkungan. Ini menyebabkan terjadinya multi tafsir dan membingungkan masyarakat,” terang Roy.
Selain itu Aprindo juga menyayangkan pelarangan penyediaan kantong plastik hanya ditargetkan pada ritel modern. Persentase ritel modern hanya 35% dari total ritel di Indonesia, sehingga volume pengunaan kantong belanja plastik dipastikan lebih tinggi di pasar tradisional. “Efektifitas pelarangan penyediaan kantong belanja plastik di toko ritel modern perlu ditinjau kembali dengan memperhatikan berbagai aspek sosial, lingkungan dan ekonomi,” jelas Roy.
“Ini juga berpotensi mengganggu keseimbangan perdagangan ritel, serta akan menyulitkan konsumen dan menurunkan konsumsi belanja khususnya di ritel modern” tambah Roy. Ia menjelaskan bahwa hampir 80% perilaku ke departement store tidak punya rencana belanja, sehingga mayoritas pelanggan tidak membawa tas untuk menyimpan belanjaan. “Keputusan konsumen untuk membeli dimulai dari jalan-jalan, kalau toko kami tidak menyediakan kantong belanja bisa mengakibatkan terjadinya penurunan penjualan di ritel modern,” paparnya.
Untuk itu, Aprindo berharap pemerintah hendaknya mencari jalan terbaik pengurangan timbulan sampah plastik dan pengelolaannya, serta tidak serta merta menerapkan pelarangan yang akan menyulitkan masyarakat. Sosialisasi dan edukasi perilaku yang ramah lingkungan harus diutamakan, baik kepada masyarakat sebagai konsumen dan sektor-sektor usaha sebelum peraturan-peraturan dijalankan. Selain itu diperlukan musyawarah antara berbagai institusi pemerintah, pengusaha dan konsumen untuk menemukan jalan terbaik yang bisa dilakukan demi tercapainya visi 2025 tanpa harus mengorbankan satu atau beberapa pihak.
“Kami sebagai peritel modern di Indonesia tentu mendukung setiap keputusan pemerintah. Dalam permasalahan sampah plastik ini, diperlukan pemahaman masalah yang lebih luas untuk mendapatkan solusi terbaiknya bagi setiap pihak karena konsumen yang adalah masyarakat Indonesia berhak mendapatkan pelayanan yang terbaik,” tutup Roy. (ma)

Tags: