Bagong Suyoto: Meluruskan Persepsi Pengelolaan Sampah Menjadi Energi

Bagong Suyoto.

Surabaya, Bhirawa
Persoalan penanganan sampah yang belum juga tuntas, harus menjadi perhatian serius semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat umum. Pengelolaan sampah yang bersifat pelayanan kebersihan ini dilakukan oleh pemerintah, dan beberapa daerah bekerja sama pula dengan pihak swasta.
Peraturan perundangan yang mengatur mengenai pengelolaan sampah telah ada, diantaranya UU 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, PP 81/2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, Perpres No. 97/2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah.
Selain itu juga ada Perpres No. 35/2018 tentang Percepatan Pembangunan PLTSa, Permendagri No. 33/2007 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah, Permen LH No.13/2012 tentang Bank Sampah, Permen PU No. 3/PRT/M/2013 tentang Penyelengaraan Prasarana dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis, serta beberapa peraturan lainnya.
Berbagai pihak mempunyai hak dan tanggung jawab atas permasalahan dan proyek-proyek pengelolaan sampah di Indonesia. Sementara itu, publik perlu mengetahui sumber, besaran anggaran, dan alokasi dari pengelolaan sampah, dimana proyek serta aktivitas pengolahan dan reduksi sampah membutuhkan anggaran yang cukup besar.
Kondisi inilah yang menurut Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas), Bagong Suyoto, perlu diketahui dan dipahami oleh semua pihak, termasuk para pejabat tinggi, mulai eksekutif, legisatif, lembaga tinggi negara lainnya, hingga Komisi Pemberantasan Korupi (KPK).
“Para petinggi di negeri ini perlu mengetahui secara jelas pengelolaan sampah secara hierarkis serta seluruh dimensi pengelolaan sampah, seperti dimensi hukum dan kebijakan, kelembagaan, anggaran, serta partisipasi masyarakat dan teknologi,” kata Bagong Suyoto, Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas).
Pemahaman terhadap sub-sistem atau sub-komponen, harga dan biaya untuk melakukan analisa ekonomi dalam pengelolaan sampah perlu diketahui pula, guna menentukan perhitungan biaya dan pilihan teknologi pengolahan sampah yang efesien, bermanfaat besar dan bergaransi jangka panjang. Pada upaya pengelolaan dan pengurangan sampah, perlu memilih teknologi yang tepat agar dapat diperoleh hasil yang optimal.
Dengan memilih teknologi yang tepat, maka diharapkan dapat mengolah dan mengurangi sampah hingga 80-90 persen, atau lebih mengesankan 95-100 persen. Maka, kota-kota besar di Indonesia dengan produksi lebih dari 8.000 ton sampah per hari, perlu memiliki teknologi andalan yang mampu mereduksi sampah dalam skala besar, seperti Waste to Energy (WtE) dengan proven technology insenerasi, plasma gasifikasi.
“Ada perbandingan pada biaya investasi, biaya operasional dan perawatan pengelolaan. Penetapan perhitungan biaya-biaya itu berdasarkan kajian ilmiah, dan merujuk pula pada Permen PU No.3/PRT/M/2013,” kata Bagong Suyoto, yang juga Dewan Pembina KAWALI Indonesia Lestari
Perbandingan itu dapat dilihat mulai dari pengolahan sampah teknologi Anerobik dengan tingkat reduksi sampah 30-50 persen, proses pengolahan sampah teknologi Aerobik tingkat reduksi sampah 40-60 persen, proses pengolahan sampah teknologi Pirolisis tingkat reduksi sampah 70-80 persen, proses pengolahan sampah teknologi Gasifikasi tingkat reduksi sampah 70-80 persen, pengolahan sampah teknologi Insinerasi tingkat reduksi sampah 80-90 persen, serta pengolahan sampah teknologi Plasma Gasifikasi tingkat reduksi sampah 95-100 persen.
Bagong menegaskan, diperlukan perbaikan tata kelola retribusi sampah yang lebih modern, online, transparan dan akuntabel, karena retribusi berasal dari produsen sampah sehingga harus dipertanggung jawabkan kepada publik. Pemerintah pusat mestinya menetapkan retribusi atau biaya yang dikenakan kepada setiap orang, badan atau lembaga, yang memproduksi sampah, serta besaran retribusi pada kawasan-kawasan khusus, seperti pelabuhan dan bandara. Selama ini besaran retribusi sampah berbeda-beda nominalnya, yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.
Sementara itu, kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap program pemerintah terkait pengelolaan sampah untuk energi listrik terbarukan, dinilai KPK belum berjalan efektif. Melalui sejumlah media, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, di Jakarta, menyebut program pemerintah untuk meningkatkan bauran energi melalui energi terbarukan (RBT) dengan target 23 persen di tahun 2025, belum berjalan efektif karena saat ini masih mencapai 10 persen. Nurul Ghufron menyebut, hingga kini tidak ada satu pun PLTSa yang berjalan.
Pernyataan ini dibantah Puput TD Putra, Ketua Umum Koalisi Kawali Indonesia Lestari. Puput TD Putra mengatakan, pengelolaan masalah sampah tidak dapat dilihat profit atau keuntungan semata, melainkan dari manfaat yang dirasakan melalui usaha pengelolaan sampah itu. Pengelolaan sampah kata Puput TD Putra, tidak dapat hanya dilihat dari energi terbarukan yang dihasilkan, melainkan lebih pada investasi jangka panjang yakni kebersihan.
“Persepsi ini yang perlu diluruskan. Bahwa pertama-tama sampah adalah tanggung jawab kita semua, termasuk pemerintah. Pengelolaan sampah ini bukan semata untuk menghasilkan energi, sehingga dilihat biayanya sangat mahal,” kata Puput TD Putra.
Sebagai sebuah investasi, usaha pengelolaan sampah harus dilihat sebagai sebuah pelayanan jasa kepada masyarakat yang ikut mengeluarkan biaya untuk pengelolaannya. Pengurangan volume sampah harus menjadi hal utama yang harus dilihat semua pihak. Sedangkan energi yang dihasilkan dari pengolahan sampah itu adaah bonus yang patut disyukuri.
“Berkurangnya sampah di masyarakat adalah hal yang terpenting, sehingga pihak yang membersihkan sampah itu layak untuk dibayar atas jasanya,” ujar Puput TD Putra. (iib)

Tags: