Baru 14 Daerah Setorkan RAPBD ke Gubernur

Foto: ilustrasi

Dana Perimbangan Sejumlah Daerah Perlu Penyesuaian
Pemprov, Bhirawa
Menjelang batas akhir persetujuan RAPBD 2019 pada 30 November mendatang, sebagian besar pemerintah kabupaten/kota masih belum merampungkan pembahasan. Dari 38 daerah di Jatim, baru 14 kabupaten/kota yang telah menyerahkan RAPBD untuk dievaluasi gubernur hingga Selasa (27/11) kemarin.
Menurut data Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Jatim, 14 daerah tersebut antara lain Sumenep, Jember, Kota Mojokerto, Kabupaten Mojokerto, Kota Blitar, Tuban, Pacitan, Bondowoso, Kota Madiun, Banyuwangi, Ngawi, Lamongan, Ponorogo, dan Tulungagung. Dari jumlah tersebut, enam daerah telah selesai dievaluasi okeh Gubernur Jatim.
“Persetujuan bersama antara kepala daerah dengan DPRD terkait RAPBD 2019 paling lambat 30 November 2018. Selanjutnya, paling lambat tiga hari setelah disetujui bersama sudah harus diserahkan ke Pak Gubernur untuk dievaluasi,” tutur Kepala BPKAD Jatim Jumadi. Setelah dievaluasi, lanjut dia, penetapan RAPBD menjadi APBD, selambat-lambatnya 31 Desember 2018.
Dalam proses evaluasi di tingkat provinsi, gubernur juga membentuk tim yang terdiri dari Bappeda terkait perencanaannya, Biro Hukum terkait prosedur hukum, dan BPKAD terkait penganggaran mulai pendapatan, belanja hingga pembiayaan. Beberapa hal yang menjadi perhatian serius adalah terkait pemenuhan belanja bidang pendidikan minimal 20 persen, kesehatan minimal 10 persen, moda transportasi minimal 10 persen dari pajak kendaraan bermotor. Dan secara umum, penganggaran harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
“Sejak 2017 evaluasi RAPBD dilakukan tanpa mengundang kabupaten/ kota. Sebelum tahun 2017, evaluasi kita undang dengan tim dari kabupaten/kota,” tutur Jumadi.
Sebagaimana Pasal 312 Ayat (2) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, bagi pemerintah daerah yang terlambat melakukan persetujuan bersama antara Kepala Daerah dan DPRD terhadap RAPBD, bakal dikenakan sanksi administrative. Sanksi tersebut berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan selama enam bulan.
Jumadi menuturkan, Gubernur Jatim melalui proses evaluasi tersebut dapat memberikan rekomendasi-rekomendasi terkait APBD yang diajukan. Namun, gubernur tidak dapat membatalkan secara keseluruhan isi dari RAPBd Jatim tersebut. “Kalau membatalkan RAPBD tersebut tidak bisa. Meskipun rekomendasi yang dikeluarkan tidak dilaksanakan oleh daerah,” ungkap dia. Jika rekomendasi tidak dilaksanakan, lanjut dia, segala resiko terkait penggunaan APBD menjadi tanggung jawab daerah.
Karena masih bersifat rancangan, maka masih ada kemungkinan nilai APBD berubah. Sebab, untuk beberapa daerah yang telah menyelesaikan RAPBD pencantuman dana perimbangan masih perkiraan sama dengan tahun lalu. Misalnya Kabupaten Sumenep dan Jember, yang telah menyelesaikan pembahasan RAPBD lebih awal sebelum adanya informasi dana perimbangan dari pemerintah. Sehingga pencantuman dana perimbangan dalam RAPBD masih belum sesuai. “Keputusan dana perimbangan itu angkanya baru keluar sekitar awal November, hal tersebut dapat direkomendasikan dalam evaluasi gubernur agar dana perimbangan disesuaikan,” tutur Jumadi.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Jatim, Achmad Iskandar menegaskan seharusnya RAPBD 2019 sudah dapat dikerjakan Januari 2019. Artinya persetujuannya sudah dapat dilakukan pada November 2018. “Artinya, apa yang dilakukan di Jatim dapat menjadi acuan kab/kota. November disahkan, Desember di Mendagri untuk dievaluasi. Selanjutnya Januari sudah dapat dilaksanakan,” tegas politikus asal Partai Demokrat ini.
Terkait RAPBD Jatim 2019, dikatakannya merupakan APBD transisi. Pada 2019, gubernur Jatim terpilih, Khofifah Indar Parawansyah akan dilantik menggantikan Soekarwo. Namun dalam APBD transisi ini tetap mengedepankan pada program kerakyatan yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). [tam]

Tags: