Bed Kosong di RS

foto ilustrasi

Keyakinan, setiap penyakit pasti terdapat obat penyembuhannya, ternyata terbukti benar. Angka kesembuhan ke-terpapar-an virus corona meningkat di beberapa daerah zona “merah,” membawa pencerahan psikologis. Seribu lebih bed di Surabaya, dan lebih 2800 bed isolasi di Bogor, telah ditinggalkan pasien. Melalui pasien yang sembuh diperoleh pengalaman sangat berharga terhadap seluruh tindakan medis. Termasuk kombinasi obat, dan penggunaan plasma konvalesen (donor plasma kesembuhan).

Donor plasma darah pasien yang telah sembuh, menjadi pengharapan. Karena memiliki kadar zat anti virus sangat tinggi. Plasma disumbangkan pada pasien dengan gejala berat sampai kritis. Antara lain pasien dengan komplikasi penyakit bawaan, dan memerlukan bantuan ventilator. Metode donor plasma kesembuhan telah sering digunakan di Wuhan (China), Amerika Serikat, dan Eropa. Hasilnya, bisa mengurangi angka kematian, mengurangi waktu rawat inap, dan mengurangi gejala komplikasi.

Kesembuhan CoViD-19 makin meningkat. Namun protokol kesehatan (Prokes) masih wajib dikukuhkan sebagai upaya pencegahan. Kedaruratan masih perlu dilanjutkan terutama pada “zona merah” pewabahan pandemi virus corona. Begitu pula uji swab, dan rapid test tetap dilanjutkan menyasar potensi kluster. Sebagian daerah telah merasa manfaat status PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Diantaranya laju pewabahan CoViD-19 yang bisa dihambat melalui tindakan kesehatan yang lebih baik.

Tetapi sukses kesembuhan terasa belum maksimal. Karena kepatuhan masyarakat (melaksanakan social distancing dan physical distancing) masih perlu digalang. Termasuk dengan penegakan hukum, melaksanakan sanksi tegas. Terutama pada kluster, pusat perbelanjaan, industri (pabrik), pasar tradisional, dan perkantoran. Juga potensi kluster lalulintas kendaraan di jalan. Sehingga pemerintah daerah (propinsi, serta kabupaten dan kota) perlu menyelenggarakan cek poin.

Tingkat kesembuhan di Surabaya mencapai 84,12%. Kesembuhan pasien per-hari di Jawa Timur mencapai 341 orang, disusul Jawa Tengah sebanyak 321 orang sembuh. Jakarta mencatat kesembuhan harian tertinggi, sebanyak 1.300 orang. Seluruh kesembuhan akan menambah “lowongan” bed, yang bisa diisi pasien positif baru hasil swab masal di berbagai tempat.

Bed kosong di RS (rumah sakit) sangat strategis, patut dicermati seksama aparat pemerintah daerah. Karena transparansi kinerja RS masih sering dikeluhkan masyarakat. Khususnya terhadap RS milik pemerintah (RSUD). Terutama tentang antrean kamar inap yang sering dikeluhkan keluarga pasien. Padahal dalam laporan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah), tiada RS dengan bed occupation rate (BOR) sebanyak 80%. Masih banyak bed kosong, tidak perlu antre.

Artinya, RS patut di-audit, sebagai mandatory (kewajiban) Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Audit kinerja (fungsional) dan audit medis, dinyatakan pada pasal 39. Audit bersifat wajib, berlaku untuk RS pemerintah dan swasta. Pada sisi lain, masih terdapat UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, juga mengamanatkan hal serupa.

Urusan kesehatan dijamin konstitusi sebagai hak asasi manusia, tercantum dalam UUD pasal 28H ayat (1). Lebih lex specialist, UUD pada pasal 34 ayat (3), dinyatakan, “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.” Bahkan pada kerjasama dunia tentang indeks pembangunan manusia, urusan kesehatan di-posisi-kan pada urutan nomor satu (di atas pendidikan).

Pada beberapa daerah (propinsi serta kabupaten dan kota) tren wabah pandemi CoViD-19, masih menanjak. Sehingga perlu keseimbangan penanganan wabah, terutama transparansi manajemen RS. Juga prosedur pe-rujuk-an pasien masih sering dikeluhkan, berbelit-belit. Saat ini pemerintah sedang menggenjot program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Diperlukan partisipasi disiplin manajemen RS meningkatkan ketahanan kesehatan masyarakat.

——— 000 ———

Rate this article!
Bed Kosong di RS,5 / 5 ( 1votes )
Tags: