Belajar Nasionalisme dari Gombloh

Oleh :
Siti Fatimah, S.Sos
Penulis adalah Putakawan Ahli Pertama di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Jawa Timur

Untuk generasi yang pernah muda di masa 1980 hingga 1990-an, tentu tak asing lagi dengan seorang penyanyi nyentrik dan unik yang lebih dikenal dengan nama Gombloh, dibanding nama aslinya yang bernama Soejarwoto.

Nama Gombloh disematkan oleh keluarga dan kawan-kawan dekatnya karena identik dengan kondisi Gombloh pada saat itu. Unik, pintar, susah diatur, dan berjiwa sosial. Bicara soal Gombloh, ingatan saya langsung tertuju pada karya-karyanya yang abadi sepanjang masa hingga saat ini. Lagu-lagunya mewakili kondisi saat itu, melihat dari segala arah, ke atas, bawah, maupun sekitarnya.

Melihat ke atas, kritik Gombloh atas pemerintah pada saat itu yang dianggap kebijakannya tidak berpihak pada masyarakat bawah. Sebutlah saja pada album perdananya yang bertajuk ” Nadia dan Atmosphere, dengan bahasa unik namun mengena, Gombloh menyampaikan kritik-kritik tajamnya kepada pemerintah.

Pada masa itu ke-idealis-an Gombloh sangat kuat, apa yang menjadi kegelisahan ke-idealis-annya sering ditumpahkan pada karya-karyanya. Pada saat melihat ke bawah pun karyanya juga tak kalah banyaknya. Sebagai seorang seniman, Gombloh lebih banyak berpihak pada masyarakat pinggiran atau masyarakat marjinal. Kondisi sosial pada masa itu terutama pada perempuan-perempuan yang terjebak pada prostitusi menjadi perhatian Gombloh. Bagi Gombloh para pekerja seks komersial ( PSK) itu berada pada kondisi yang miris dan memprihatinkan.

Utang yang menjulang tinggi, dijebak oleh mucikari sehingga terjerumus di ladang prostitusi membuat Gombloh sangat memikirkan nasib mereka. Gombloh ingin mengentas mereka satu per satu, sebab mereka tak ada kuasa untuk menebus dirinya dari hutang yang membuat perut melilit karena juga harus menahan lapar. Pergaulan Gombloh dengan para PSK itu sering dituangkan melalui lagu-lagunya. Sebutlah saja Mulyati-Mulyati, Jamilah Penghuni Lorong Hitam, Tiwuk Blues dan lainnya. Lagu-lagu Gombloh banyak yang berjudul dari nama-nama perempuan, karena mereka memiliki kisah -kisah yang patut dijadikan lagu oleh Gombloh. Bukan hanya perhatian kepada para PSK saja, Gombloh juga selalu berada di pihak masyarakat pinggiran yang lain. Pedagang kaki lima, pemulung, tukang becak juga menjadi perhatian Gombloh. Tak jarang uang hasil dari menyanyi sering habis karena digunakan untuk membiayai dan mentraktir kawan-kawan pinggirannya itu. Peristiwa unik dan menarik ketika Gombloh membagi-bagikan pakaian dalam kepada para PSK di lokalisasi. Dapat kita bayangkan bahkan untuk membeli pakaian dalam pun para PSK tersebut tidak memiliki kemampuan, dan Gombloh memperhatikan itu.

Pada lingkungan sekitar Gombloh juga kritis dalam menyikapinya. Pun ketika peristiwa penebangan hutan oleh pengusaha atas nama hak pengusahaan hutan. Lagu Berita Cuaca yang lebih dikenal dengan judul Lestari Alamku sebagai bentuk kepedulian Gombloh atas lingkungan meski Gombloh masih mempunyai harapan kepada penguasa pada saat itu untuk merubah regulasi/ kebijakannya. Gombloh miris melihat lingkungan alam yang seharusnya dapat dikelola lebih baik lagi tetapi regulasi memudahkan untuk merusak alam.

Yang menarik dari karya-karya Gombloh adalah lirik yang unik, lugas dan tidak cengeng meski menceritakan lagu patah hati sekalipun. Sangat elok jika didengarkan. Dengan lagu-lagunya yang penuh kritik sosial, Gombloh serasa mengajak pendengarnya untuk terlibat aktif mengelola negeri ini. Kritik dan perbuatan Gombloh yang memilih berpihak pada masyarakat kecil dan lingkungan adalah bukti nyata citnta Gombloh terhadap negeri ini. Pelajaran berharga dari Gombloh tentang nasionalisme adalah nasionalisme tidak perlu didengungkan tetapi dilakukan dan terlibat aktif dalam tindakan serta karya.

Terima kasih Cak mBloh, kau telah meninggalkan contoh dan karya terbaikmu bagi kami penerus negeri ini. Sampaikan salam kami pada Sukarno, Hatta, Syahrir dan pendiri negeri ini serta lainnya bahwa kami akan terus mencintai negeri ini dengan karya, kritik dan semangat sampai akhir hayat kami. Dari kejauhan sana Gombloh mungkin menggumam ” Arek-arek iki sik eling karo aku tibake.”

Damai untukmu, Cak Gombloh

———– *** ————-

Rate this article!
Tags: