Bersatu Mengindahkan Inpres Terkait Kurva Covid-19

foto ilustrasi

Potret penyebaran Covid-19 di tanah air, kian hari kian memprihatinkan. Pasalnya, penularan virus corona masih terjadi di tengah – tengah masyarakat, Padahal pandemi Covid-19 sudah berjalan lebih dari lima bulan. Terhitung sejak diumumkannya pasien pertama pada 2 Maret 2020. Berdasarkan data dari Satuan Tugas Penanganan Covid-19 melalui situs Covid-19 yang diperbarui pada Senin (10/8/2020), total ada 127.083. Jumlah tersebut, dikarenakan ada penambahan 1.687 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam terakhir. Wajar adanya, jika realitas tersebut mengundang perhatian publik.

Bisa dimungkinkan penambahan kasus yang ada sampai saat ini dipicu oleh sikap pengabaian protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan saat di ruang publik. Oleh sebab itu, sudah saatnya penegakan displin disertai sanksi benar-benar diterapkan di lapangan. Tepatnya, melalui penegakkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2020, tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19.

Melalui Inpres itu pula disebutkan bahwa sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan diatur di dalam peraturan kepala daerah baik peraturan gubernur (pergub), peraturan bupati (perbup) maupun peraturan walikota (perwali). Hal tersebut, tertuang sebagaimana perintah di dalam instruksi presiden bahwa kepala daerah harus membuat peraturan yang salah satunya memuat sanksi terhadap pelanggaran penerapan protokol kesehatan dalam pencegahan dan pengendalian covid-19 yang dilakukan oleh perorangan, pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab tempat dan fasilitas umum.

Sejatinya Instruksi Presiden Joko Widodo, No.6/2020 merupakan langkah yang sangat efektif untuk menekan penyebaran virus corona. Terlebih, pengenaan sanksi tersebut diserahkan kepada kepala daerah masing-masing dengan menyesuaikan konteks lokal. Jadi, jelas sudah kiranya Inpres tersebut dihadirkan di tengah-tengah masyarakat demi kebaikan kita bersama.

Ani Sri Rahayu
Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah Malang

Tags: