Bintang Jasa Kesehatan

foto ilustrasi

Pemerintah telah menerbitkan sertifikat (dan lencana) Bintang Jasa kepada tenaga kesehatan. Bintang Jasa Pratama, dan Nararya diberikan kepada dokter, perawat, dan bidan yang gugur saat melaksanakan tugas menangani pasien CoViD-19. Pemberian Bintang Jasa berdasar usulan daerah yang dikumpulkan dari berbagai rumah sakit seluruh Indonesia. Lebih dari 100 orang petugas rumah sakit (termasuk farmasi, Satpam, dan petugas kebersihan di rumah sakit) yang gugur akan menerima santunan.

Bagai pepatah “untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak,” risiko profesi tak jarang sampai bertaruh jiwa. Begitu yang dialami tenaga kesehatan (dokter, perawat, dan bidan) beserta unit farmasi di rumah sakit, setiap saat terancam tertular virus corona. Pemberian Bintang Jasa, dan santunan, diberikan menjelang peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-75. Pada tahap pertama akan diberikan kepada 22 dokter yang gugur saat menangani pasien CoViD-19. Berlanjut pada tahap berikutnya sesuai pendataan daerah.

Negara-negara di seluruh dunia juga sedang meningkatkan perhatian (kepedulian) terhadap garda terdepan petugas penanganan pandemi CoViD-19. Yakni, tenaga kersehatan. Berdasar catatan Amnesty International, sejak me-wabahnya pandemi CoViD-19, sebanyak tiga ribu tenaga kesehatan (di seluruh dunia), telah gugur dalam tugas. Kepedulian dunia terutama pada lingkungan kerja yang paling rentan tertular, jam kerja yang panjang, dan kekerasan yang dialami petugas kesehatan.

Pemerintah di seluruh dunia juga mengakui, bahwa pada tahap awal pandemic banyak negara tidak siap. Terutama ketersediaan APD (Alat Pelindung Diri) yang sangat kurang. Pada lingkup nasional, kekurangan APD masih dikeluhkan hingga awal bulan Mei (dua bulan awal pandemi). Selain APD, juga sangat kekurangan alat uji ke-positif-an virus (PCR, Polymerase Chain Reaction). Bahkan rapid test masih terbatas. Sehingga penanganan pasien terduga CoViD-19 dilakukan secara “manual.”

Pemasalan produksi APD dalam negeri mulai digiatkan pada pertengahan April 2020. Berdasar catatan Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes, pertumbuhan produsen gown (APD) hampir 567%. Semula 3 produsen (pabrik) menjahdi 20 industri. Begitu pula pabrik oplos hand-sanitizer tumbuh hampir 300%, semula 36 industri menjadi 103 industri. Sedangkan produsen masker tumbuh 77% karena telah “direbut” skala rumahan yang diperdagangkan pada pasar tradisional.

Perkiraan kebutuhan APD di Indonesia akan mencapai 3 juta-an per-bulan selama periode pandemi. APD diperlukan setiap petugas medis, per-shift kerja per-orang. Rumahsakit tipe B dengan pegawai medis aktif per-hari minimal 100 orang, dibutuhkan 300 APD dengan 3 shift kerja per-hari. Rumahsakit tipe A (rujukan utama) bisa mencapai seribu APD per-hari.

Kebutuhan APD dalam lingkup nasional per-bulan untuk seluruh rumah sakit, dan puskesmas mencapai 6 juta potong per-bulan. Kapasitas nasional produksi APD saat ini mencapai 18 juta per-tahun (sekitar 1,5 juta per-bulan). Masih dibutuhkan impor dalam jumlah sangat banyak, sekaligus “tantangan” industri dalam negeri. Presiden telah menginstruksikan peningkatan kapasitas produksi APD. Walau bahan baku masih harus diimpor.

Tidak mudah bertugas dengan mengenakan APD, full-time, tidak bisa buang air kecil (dan BAB). Ironisnya, tenaga kesehatan yang tengah berjuang, tidak memperoleh penghargaan memadai. Terutama insentif tambahan (tunjangan) kinerja. Sangat tidak elok manakala harus menunggu sampai “keringat mengering.” Padahal banyak diantara dokter, perawat, dan bidan, yang rela menempuh risiko bertaruh jiwa, berstatus pegawai honorer (tidak tetap).

Banyak tenaga kesehatan honorer yang terpapar CoViD-19, namun berhasil melewati masa kritis. Tidak berlebihan manakala pemerintah meng-angkat status tenaga kesehatan pejuang CoViD-19 sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil).

——— 000 ———

Rate this article!
Bintang Jasa Kesehatan,5 / 5 ( 1votes )
Tags: