BPK Jatim Sering Dapati Penyimpangan Pengadaan Barang dan Jasa

Kepala BPK Perwakilan Provinsi Jatim, Harry Purwaka dalam acara Media Workshop bertajuk “Apa Dibalik Opini” di The Alana Hotel, Rabu (6/11). [Gegeh]

Surabaya, Bhirawa
Pengadaan barang dan jasa merupakan sektor terbesar yang menjadi “lahan basah” tindak pidana korupsi di lingkungan pemerintahan, khususnya di Jawa Timur.
Hal ini disampaikan Kepala BPK Perwakilan Provinsi Jawa Timur, Harry Purwaka dalam acara Media Workshop bertajuk “Apa Dibalik Opini” di The Alana Hotel, Rabu (6/11) kemarin. “Banyak permasalahan yang kami temui itu terkait pengadaan barang dan jasa. Baik itu rekanan ataupun pengelolanya,” ungkapnya.
Modusnya, lanjut Harry, mereka bermain di bahan baku, seperti besi atau mengurangi kualitas dan juga volumenya. “Nah, dari sisi pelaksana di Pemda mendapatkan keuntungan dari rekanan tersebut,” terang mantan Kepala BPK Perwakilan Provinsi Riau ini.
Harry menjelaskan dalam melakukan pemeriksaan pun mengalami pelbagai hambatan saat di lapangan. Seperti tidak diberikannya dokumen-dokumen. “Beberapa kali kami mengalami hambatan di lapangan seperti tidak diberikan dokumen. Jadi, prosesnya selalu ada komunikasi dengan kami,” paparnya.
Lantas, apakah BPK bisa “dibeli” dalam menjalankan tugas, Harry menekankan bahwa auditor BPK tidak bisa dibeli dengan cara penguatan pada sistem.
“Tim pemeriksaan selalu mengirimkan laporan seminggu sekali. Nanti dievaluasi pengendali teknis. Kami di kantor membaca review laporan,” imbuh Harry.
Meski demikian, kata dia, BPK Jatim terus melakukan perbaikan-perbaikan pada sistem. Di samping itu juga terus menggali agar BPK tidak terlibat dalam proses tersebut. “Memang sistem kami coba perbaiki. Mudah-mudahan tidak ada yang bermain,” pungkasnya.
Pada kesempatan sama, Kepala Subauditorat Jatim II di BPK Jatim, Rusdiyanto mengatakan bahwa paling banyak penyimpangan itu memang dari pengadaan barang dan jasa. Hal ini diakui modus yang paling banyak ditemukan di lapangan.
“Memang yang paling banyak penyimpangan itu ada yang disengaja maupun tidak disengaja. penyimpangan yang disengaja itu biasanya proyek pengadaan langsung,” katanya.
Rusdiyanto pun mengakui masih adanya oknum-oknum nakal terkait pengadaan barang dan jasa meski telah adanya sistem untuk meminimalisasi.
“Kami sudah membuat sistem untuk meminimalisasi dan buat tidak ada lagi terjadi penyimpangan. Sebagus sistem, ada saja oknum yang menyimpang,” terangnya.
Disamping itu, pihaknya juga sering memelototi Surat Pertanggungjawaban (SPJ) perjalanan dinas. Dimana, saat dimintai dokumen tersebut acap kali tidak dikasih oleh pihak terkait.
“Setelah kami berikan bukti-buktinya baru dikasih. Sejak itu, kami langsung kerjasama dengan maskapai untuk mengetahui itu fiktif atau tidak. Kalau bukti memang solid, mau tidak mau substansinya membuat laporan,” ungkapnya. (geh)

Tags: