Bupati Situbondo Didesak Bubarkan Perusda Pasir Putih

Kawasan wisata laut bahari Pasir Putih saat dikunjungi para wisatawan baru baru ini. BUMD milik Pemkab Situbondo ini mengalami defisit keuangan Rp 900 jutaan. [sawawi/bhirawa]

Alami Defisit Keuangan Rp900 Juta)

Situbondo, Bhirawa
Meski sudah berganti nahkoda baru, kondisi keuangan Perusahaan Daerah (Perusda) Pasir Putih Situbondo belum cepat pulih. Sebaliknya, kini kondisinya malah terseok-seok karena mengalami defisit keuangan sebesar Rp 900 jutaan.
Padahal, beberapa bulan lalu Pemkab Situbondo telah berhasil melakukan seleksi Direktur yang baru. Kebijakan Direktur Pasir putih yang baru yang mengubah karcis manual menjadi e-tiketing atau tiket elektronik, justeru menyisakan masalah baru. Pasalnya, kebijakan membuat dua pintu masuk serta dua pintu keluar dinilai merugikan para pelaku usaha yang ada di kawasan objek wisata andalan Kota Santri tersebut.
Wakil Ketua Komisi II DPRD Situbondo, Hadi Prianto, menegaskan, sejak 1 Oktober 2019 lalu, Perusda Pasir Putih resmi memberlakukan tiket masuk dengan sistem elektronik. Pemberlakuan tiket elektronik tersebut, katanya, untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kebocoran jumlah pengunjung.
Hadi menambahkan, saat dirinya rapat koordinasi bersama direksi Pasir Putih sudah menyarankan agar pintu masuk dan pintu keluar tetap dijadikan satu pintu. “Namun pihak Perusda Pasir Putih tetap memberlakukan dua pintu masuk dan dua pintu keluar. Pintu masuk untuk mengambil struk bagi pengunjung. Sedangkan untuk pintu keluar untuk pembayaran,” urai politisi Partai Demokrat itu.
Saat memasuki pintu keluar itu, kata Hadi, sejumlah pengunjung tersebut justeru dikeluhkan oleh para pelaku usaha di sekitar pintu 3 dan pintu 4 wisata Bahari Pasir Putih karena omset pedagang semakin menurun. Mereka, lanjut Hadi, mengaku sepi pembeli karena di pintu tersebut hanya dijadikan pintu keluar bagi pengunjung.
Hadi kembali menjelaskan, Komisi II akan mengevaluasi kebijakan e-tiketing itu agar tidak mempengaruhi omzet pedagang setempat. “Jika nanti benar terjadi penurunan omzet, saya minta pihak Perusda Pasir Putih merubah kebijakan agar pintu masuk dan pintu keluar tetap dijadikan satu seperti sebelumnya,” ungkap Hadi.
Masih kata Hadi, pihaknya akan tetap mengevaluasi secara menyeluruh manajemen Perusda Pasir putih kedepan. Karena sesuai laporan terakhir, terang Hadi, Perusda Pasir Putih masih defisit anggaran sekitar 900 jutaan. Defisit sebesar itu, ucap Hadi, terdiri dari beban operasional sekitar 500 jutaan.
Sementara itu untuk hutang ke pihak ketiga seperti pembayaran BPJS Ketenagakerjaan, lanjutnya, beserta pembayaran hutang perbankan dan pembayaran pajak bumi dan bangunan juga mengalami masalah yang sama. “Saat ini sudah ada pemasukan sekitar 200 jutaan. Namun dana sebesar itu hanya cukup untuk membayar gaji karyawan di bulan Oktober,” ujar Hadi.
Hadi mengaku akan kembali melihat perkembangan Perusda Pasir Putih hingga Januari 2019 mendatang. Jika tetap mengalami defisit keuangan, paparnya, Komisi II DPRD Situbondo akan meminta Bupati Situbondo Dadang Wigiarto agar mempertimbangkan pengambilalihan pengelolaan Pasir Putih.
“Sebelum rekrutmen perusda baru, Komisi II sudah meminta Bupati Dadang membubarkan Pasir Putih serta mengambil alih aset serta pengelolaannya. Itu karena kami sudah melihat manajemen Perusda Pasir Putih kala itu tidak sehat,” pungkas Hadi.
Di sisi lain, desakan pembubabaran Perusda Pasir Putih oleh Bupati Situbondo disuarakan oleh Direktur LSM Gerakan Masyarakat Peduli Uang Rakyat (Gempur) Situbondo MA Junaidi. Junaidi sangat menyayangkan kondisi keuangan Perusda Pasir Putih tidak segera normal meski Pemkab Situbondo intens mempromosikan tahun kunjungan wisata Situbondo 2019.
Junaidi mengaku miris melihat kondisi keuangan Perusda Pasir Putih, yang hingga kini masih defisit sekitar 900 jutaan. “Kondisi pengelolaan Pasir Putih dinilai berbanding terbalik dengan keinginan Pemkab yang gencar mempromosikan wisata Situbondo,” tegas Junaidi seraya meminta Bupati Dadang segera membubarkan kawasan wisata Pasput.[awi]

Tags: