Cagar Budaya Pembangun Karakter Bangsa

Oleh :
Yogyantoro
Pendidik dan Peminat Masalah Sosial-Budaya

Mengunjungi Kompleks SMPN 3 yang berada di Jl. Soedanco Supriyadi No.34, Bendogerit, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar, Jawa Timur, penulis dibuat takjub dengan garis-garis keaslian bentuk bangunan gedung sekolah yang tergolong bangunan cagar budaya. Gedung sekolah yang dipakai merupakan bekas kantor tentara Pembela Tanah Air (PETA) pada zaman penjajahan Jepang. Gedung bangunan yang mengandung nilai sejarah itu dapat dijumpai di sejumlah gedung di SMPN 3, SMPN 5, dan SMPN 6. Ketiga lembaga sekolah tersebut dikenal masyarakat dengan sebutan SMP Komplek karena berada dalam satu kawasan dan berjajar.

Di tengah derasnya arus modernisasi bangunan sekolah muncul wacana yang mengharuskan adanya pembaharuan fisik bangunan sekolah. Tentu ini akan menjadi ancaman bagi keberadaan cagar budaya sebagai simbol kebesaran dan kejayaan kita sebagai etnik, bangsa dan bahkan negara. Seluruh civitas akademika terutama peserta didik di SMP Komplek perlu digugah rasa memiliki (handarbeni) serta menjaga (hangayomi) bahwa gedung sekolah dengan atmosfer sejarah sangat penting untuk membangun pemahaman dalam pengembangan sejarah, kebudayaan, ilmu pengetahuan dan yang lebih penting adalah menumbuhkembangkan karakter peserta didik.

Apabila kita tak acuh terhadap monumen atau atau artefak berupa gedung sekolah peninggalan budaya masa lalu tersebut maka bisa jadi akan dimanfaatkan oleh sejarawan asing atau arkeolog dari bangsa lain untuk kepentingan kelompok mereka. Kita perlu belajar dari negeri jiran atau bangsa-bangsa lain yang dapat hidup berdampingan secara harmonis dengan benda cagar budaya (BCB). Kita perlu berkaca pada pemerintah Belanda yang pada tahun 1901 telah mendirikan badan sementara bernama Commissie in Nederlandsch-Indie voor oudheidkundig onderzoek op Java en Madoera yang memiliki fungsi melestarikan benda-beda kepurbakalaan.

Peserta didik yang terbiasa belajar di satu gedung yang mengandung warisan budaya akan kokoh jati diri, rasa nasionalisme, integrasi, dan solidaritas sosial mereka sebagai anak bangsa. Ini adalah bagian yang paling vital dari manifestasi pembentukan karakter peserta didik yang saat ini begitu gencar digalakkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia lewat PPPK (Program Penguatan Pendidikan Karakter). Nilai-nilai adiluhung (ranah afektif) seperti kesantunan dan tata karma dapat dipelajari oleh peserta didik secara nyata melalui gedung sekolah warisan leluhur.

Oleh karena itu “obsesi membangun” dari pimpinan daerah di kota Blitar terhadap gedung SMP Komplek perlu dikaji ulang. Gedung SMP Komplek sebagai benda cagar budaya yang langka dan tidak dapat diperbaharui (nonrenewable) membutuhkan perlindungan serta pelestarian agar senantiasa terpupuk kesadaran jati diri bangsa dari para peserta didik khususnya dan masyarakat luas pada umumnya sehingga kepentingan nasional tetap terjaga. Pemkot Blitar juga tidak perlu membangun gedung baru SMPN 3. Ragam bangunan bersejarah dan purbakala seperti gedung sekolah di SMP Komplek sebaiknya tetap diberdayakan untuk kepentingan masyarakat namun dengan catatan tetap mempertahankan kelestariannya. Gedung atau bangunan tentu akan lebih awet apabila diperdayakan atau memiliki penghuni daripada dikosongkan tanpa penghuni yang membuat sebuah gedung kosong menjadi rapuh atau retak tanpa energi kehidupan dan mengundang ngengat atau laba-laba pembuat sarang Hal yang diperlukan sejatinya adalah payung hukum berbentuk perda untuk melindungi bangunan sekolah dalam kategori cagar budaya tersebut.

Legitimasi terhadap pelestarian budaya dan yang menyangkut entitas kebudayaan harus terjamin dengan adanya urun tangan pemerintah daerah (pemda) yang memiliki kewenangan besar dalam mengatur daerahnya, Apabila raperda tentang pelestarian warisan budaya dan cagar budaya telah dibuat maka harus segera disahkan menjadi perda. Inisiatif memugar gedung sekolah harus hanya bersifat memperbaiki kondisi struktural bangunan yang telah retak atau rusak. Keaslian teknik pengerjaan, bentuk bahan dan tata letak perlu dipertahankan. Oleh karena itu pemerian, studi teknis, pemotretan atau perekaman data sebagai bentuk dokumentasi dan mempublikasikan atau menyebarluaskan melalui website, pameran, media cetak, media elektronik, media sosial, film dokumenter, atau lomba penulisan sejarah dan cagar budaya akan sangat berperan dalam menjaga “keaslian” dan pelestarian cagar budaya. Renovasi terhadap bangunan yang merubah bentuk akan menghilangkan nilai sejarahnya. Langkah konservatif untuk menghambat proses pelapukan dan kerusakan untuk memperpanjang umur benda cagar budaya dapat dilakukan dengan cara kimiawi maupun nonkimiawi.

Dampak negatif pemugaran seperti semakin menurunnya kualitas dan kuantitas benda cagar budaya atau bentuk pelestarian cagar budaya oleh pemda yang tidak sesuai dengan harapan dapat diantisipasi dengan memperhatikan bahan baru atau bahan pengganti yang harus sama, baik jenis ataupun kualitasnya. Sifat utama dari pemugaran adalah memperbaiki dan mengawetkan bukan membangun atau membuat bangunan baru. Alih-alih membangun, sifat menjadi pelopor pembongkaran dari oknum pemerintah atau instansi yang tutup telinga terhadap protes masyarakat setempat menunjukkan lemahnya kinerja pegawai dan kualitas SDM. Untuk meningkatkan kualitas SDM, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbud menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan pelestarian benda cagar budaya yang perlu diikuti para pegawai atau stakeholder yang bertugas melestarikan peninggalan masa lalu yang sangat bermanfaat bagi masa depan ini.

Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat seperti Balai Pelestarian Nilai dan Budaya (BPNB), Balai Pelestarian Cagar Budaya atau Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional (BPSNT) sebagai perpanjangan tangan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama-sama dengan pemerintah daerah dan masyarakat secara tegas dapat memetakan bahwa kemajuan tak bisa selalu diidentikkan dengan pembangunan gedung-gedung baru yang megah dan berkilau serta modernisasi di segala bidang. Jejak-jejak perjalanan sejarah yang mengandung khasanah warisan budaya, tradisi dan tata nilai bangsa yang agung semua terwujud terwujud dalam benda cagar budaya. Bangunan kompleks di SMPN 3 sebagai benda cagar budaya membutuhkan upaya pelestarian, perlindungan dan pengamanan bersama. Penempatan satuan pengamanan peninggalan sejarah dan purbakala dan pengangkatan juru pelihara serta kepedulian seluruh civitas akademika di SMP Kompleks dalam melestarikan benda cagar budaya akan menjadikan bangunan sekolah bagai pohon ficilium yang menaungi atap kelas dan memberi nafas kehidupan bagi ribuan organisme dan menjadi tonggak penting mata rantai ekosistem.

Mari mengembalikan jati diri bangsa sebagai semangat dari pelestarian warisan budaya bangsa. Benda cagar budaya adalah warisan budaya untuk kepentingan pembangunan karakter bangsa. Ingat, pelestarian adalah menjaga keberadaan, mempertahankan, menyuburkan melalui pembiasaan dan mewariskan kepada generasi yang akan datang (Kunardi, 1984: 31). Ruh dari fakta-fakta sejarah bangsa sendiri dan pengembangan historiografi sejarah akan memperkokoh jati diri bangsa dan menjadi media pemersatu yang tangguh. Sebagaimana yang disampaikan presiden terpilih, Joko Widodo pada Minggu, 14 Juli di Sentul International Convention Center, Bogor Jawa Barat, bahwa persatuan dan kesatuan bangsa adalah pengikat utama dalam meraih kemajuan. Persatuan dan persaudaraan kita harus terus kita perkuat! Hanya dengan bersatu, kita akan menjadi negara yang kuat dan disegani di dunia. Jokowi juga mengatakan bahwa DNA bangsa Indonesia adalah kebudayaan. Maka dengan merawat cagar budaya Indonesia, Indonesia akan menjadi negara yang besar dan kuat.

———— *** ————-

Tags: