Cerita M Tegar Rahman, Anak Disabilitas asal Situbondo

Tegar bersama ayahnya dikenal sebagai anak yang jarang mengeluh dan punya semangat tinggi dalam menuntut ilmu. [sawawi]

Tegar Dibully, Ingin Jadi Pelukis dan Sekolah Hingga Perguruan Tinggi
Kabupaten Situbondo, Bhirawa
Mochammad Tegar Rahman sejak lahir di Desa Curah Jeru Kecamatan Panji Situbondo sudah menjadi anak tuna daksa. Putera kedua pasangan suami isteri (pasutri) Aulia Rahman dan Supriyanti ini dikenal tak pernah mengeluh meski bagian fisiknya tak sempurna. Tegar-panggilan karibnya-selalu kuat dalam menjalani hari hari dalam kehidupan yang serba kekurangan. Termasuk ketika masuk sekolah di tingkat SD, Tegar selalu tenang dalam menimba ilmu kepada gurunya. simak kisahnya ?
Saat itu, Tegar yang masih tercatat kelas 3 di salah satu SD di Kabupaten Situbondo sedang asyik bermain di teras rumahnya. Tanpa ditemani orang tua dan koleganya, Tegar duduk santai seraya membaca buku. Tegar mendadak kaget ketika disapa yang hendak menemuinya. Ketika ditanya keberadaan orang tuanya, Tegar tanpa disuruh langsung masuk kedalam rumah memanggil ayah dan ibunya. “Silahkan masuk mas,” pinta Aulia Rahman, ayah Tegar singkat.
Ketika bertatap muka, Aulia Rahman, mulai menceritakan sekilah kisah perjalanan anak keduanya tersebut. Dalam pandangan Aulia Rahman, anak kesayangannya itu sejak kecil tidak pernah mengeluh meski ada kekurangan dibagian kakinya. Selain dikenal semangat saat belajar, ternyata Tegar juga suka saat diminta membantu pekerjaan orang tuanya sebagai tukang service HP.
Tegar, kata Aulia Rahkam, ingin menjadi seorang pelukis terkenal kelak jika sudah besar. “Ketika saya tanya apa cita citanya, dia ingin menjadi seorang pelukis terkenal,” aku Aulia Rahman.
Masih kata Aulia Rahman, anaknya Tegar juga dikenal punya semangat yang tinggi dalam menuntut ilmu. Tegar, katanya, juga sesuai dengan namanya yang selalu aktif tampil ceria ketika bersama teman teman sebayanya. Ya, lanjut Aulia Rahman, Tegar juga tercatat sebagai anak disabilitas tuna daksa.
Meski demikian, Tegar sejak kecil mampu merampungkan jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga mengenyam SD) yang di tempuhnya di lembaga formal biasa saat ini.
“Kondisinya yang tuna daksa tidak mengharuskan Tegar menuntut ilmu di sekolah luar biasa (SLB). Anak saya menjalani pendidikan seperti anak kebanyakan yakni di sekolah formal,” tutur Aulia Rahman.
Hingga sekarang, ulas Aulia Rahman, dibagian kaki anaknya memang tidak utuh. Meski demikian, di sekolahnya dia termasuk siswa yang paling rajin karena jarang sekali tidak masuk sekolah. Saat ini, Tegar berharap bisa terus menempuh pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi.
“Ketika baru masuk sekolah dulu, baik di PAUD maupun di bangku SD, Tegar kerap menjadi sasaran olok-olok temannya. Tetapi, lambat laun dia akhirnya bisa bergaul dengan siswa lain dengan normal,” kupas Aulia Rahman.
Sementara itu Mochammad Tegar, mengaku selalu menerima ejekan dari teman-temannya hingga membuat dia kebal dari bully. Bahkan, ada teman yang mengatakan ucapan kurang pantas, dianggap oleh Tegar sebagai sebuah candaan biasa sebagai sesama teman. “Ada teman bilang kalau kaki saya tidak utuh. Itu ejeken terus berlanjut ke yang lain. Tapi saya diam saja,” aku Tegar.
Bocah yang lahir pada 16 juli 2011 itu menambahkan, disabilitas tuna daksa yang dialaminya bukan sebuah kekurangan yang terlalu nista. Akan tetapi, lanjut Tegar, dia menilai menjadi kelebihan yang memiliki banyak hikmah. Sebab, meskipun kakinya tidak utuh, Tegar masih bisa beraktivitas seperti layaknya anak kebanyakan. “Ya biasa saja saya hidup bergaul dan bermain dengan teman teman. Baik saat dirumah maupun saat disekolah,” cerita Tegar saat ada di dekapan ayahnya.
Tegar pun punya cita-cita yang fenomenal dan unik yakni ingin menjadi pelukis. Dia mengaku menggemari seni rupa tersebut, setelah mengikuti lomba mewarnai di tempat kelahirannya di Desa Jurahjeru, Kecamatan Panji Situbondo.
Meski tak mampu meraih juara, pengalaman tersebut terus menjadi ingatan dan menjadi keinginannya menjadi pelukis handal. “Meski belum bisa menjadi juara, saya suka sekali kalau disuruh mewarnai atau melukis,” paparnya.
Disisi lain Supriyanti, ibu Tegar menimpali, pada bulan pertama kelahirannya, dia sempat merasa tidak percaya diri. Bahkan, kenangnya, ada perasaan kasihan dengan kondisi putera keduanya itu. Tetapi Supriyanti akhirnya ingat, bahwa semua itu merupakan kehendak dari Sang Maha Pencipta.
“Ya akhirnya saya menerima. Sekarang justeru saya sangat bersyukur karena punya anak seperti Tegar ini. Dia anaknya pantang menyerah,” ujarnya.
Kata Supriyanti, Tegar tidak ada bedanya dengan anak kebanyakan di lingkungan rumahnya. Apalagi Tegar bisa bergaul dengan teman-teman sebayanya. Tegar juga memiliki kecepatan lari saat sore hari dikala ikut bermain layang-layang didekat rumah.
Supriyanti justeru merasa heran, karena Tegar bisa main layang-layang sperti temannya. Selain itu, Tegar tidak pernah melewatkan harinya tanpa bermain layang-layang. “Jika sehari saja tidak bermain layang layang bersama teman-temannya, dia pasti akan nangis. Biasanya sepulang sekolah langsung main layang layang. Kalau dilarang bisa marah-marah,” tutur Supriyanti.
Supriyanti kembali menerangkan, sebagai seorang ibu dirinya akan tetap mengarahkan anaknya kepada hal terbaik. Sehingga potensi yang dimiliki bisa terus berkembang dan meningkat. Semua potensi yang dimiliki Tegar, akunya, sebagai orang tua, akan terus ia dukung. “Termasuk suami saya (Aulia Rahman) mendukung kemampuan yang dimiliki Tegar. Kami berdoa selalu kompak untuk memberikan dukungan kepada Tegar agar bisa kuat menjalani kehidupan,” pungkas Supriyanti. [sawawi]

Tags: