Dampak Kenaikan Gas, Bisa Kurangi Profit 15 hingga 20 Persen

Kanaikkan harga gas khususnya elpiji yang semula Rp 93 ribu menjadi Rp 123 ribu ternyata sangat berdampak bagi para pengusaha hotel maupun restauran.

Kanaikkan harga gas khususnya elpiji yang semula Rp 93 ribu menjadi Rp 123 ribu ternyata sangat berdampak bagi para pengusaha hotel maupun restauran.

Surabaya, Bhirawa
Kanaikkan harga gas khususnya elpiji yang semula Rp 93 ribu menjadi Rp 123 ribu ternyata sangat berdampak bagi para pengusaha hotel maupun restauran karena bisa menurunkan profit hingga 15 sampai 20 persen.
“Dampak kenaikkan gas yang mencapai 12 persen ini sangat berat sekali terutama bagi pengusaha restauran karena kontribusi gas bisa mencapai 10 persen dari total biaya, sedangkan total biaya itu ada  energi 20 persen, gaji 25 persen, bahan pokok 30 persen ditambah biaya-biaya overhead lainnya,” ungkap Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jatim- Muhammad Soleh, Kamis (18/9).
Ia menambahkan, kenaikkan ini cukup tinggi untuk energi atau gas yang mencapai kurang lebih 10 sampai 15 persen, kalau ada kenaikkan 10 persen dengan kontribusi 10 persen saya bisa menghitung adanya kenaikkan dari seluruh biaya mencapai 15 sampai 20 persen dalam komposisi 10 persen.
Sedangkan dalam persaingan yang ketat ini sangat sulit bagi hotel dan restauran untuk menaikkan harga sehingga di kondisi yang sulit ditambah lagi profit sedang menurun ditambah lagi adanya kenaikkan gas semakin turun lagi profitnya.
“Ada  dua cara untuk mensiasati kenaikkan ini yakni dengan menaikkan harga atau efisiensi biaya, tapi kalau menaikkan harga bisa menjadi simalakama juga, saat menaikkan harga nanti permintaan turun atau pelanggan pindah ke hotel atau restauran lain,” ujarnya.
Kalau efisiensi biaya ternyata juga sulit karena gas lebih pada proses memasak sehingga tidak bisa dihindari seperti memasak indomie yang biasa butuh 10 menit kini hanya dimasak 5 menit sehingga membuat indomie tidak matang.
“Jadi kebutuhan gas sudah menjadi sebuah kebutuhan pokok karena gas ini kaitanya dengan produksi makanan. Jadi kalau kenaikkan harga tidak bisa dilakukan mungkin dengan cara mengurangi ukuran gramasi beratnya bahan makanan misalnya tahu yang biasanya tebal jadi tipis, daging juga lebih tipis,” katanya.
Mungkin juga melakukan rasionalisasi karyawan karena permintaan menurun. “Tahun ini berat selain permintaan turun adanya pilpres juga anggaran di pangkas 30 persen ditambah beberapa bulan lalu adanya kenaikkan TDL, ini memang pengusaha sedang diberikan tantangan bagaimana cata tetap survive,” jelasnya.
Sedangkan bagi Surabaya Plaza Hotel (SPH) sudah memiliki trik untuk mensiasati kenaikan gas ini dengan banyak menggelar promo. “Setiap ada kenaikkan seperti gas ini pihak kitchen khususnya chef dengan para staf sudah memiliki cara tersendiri untuk menghemat energi tanpa mengurangi kualitas dan kuantitas makanan,” pungkas Business Executive Surabaya Plaza Hotel-Dwi Krismayanti. Bagi manajemen juga lebih sering menggelar promo yang bisa mendongkrak penjualan terutama bisa mendatangkan banyak tamu khusunya di restauran sehingga dampak kenaikkan bagi SPH tidak begitu terasa. “Ada dampaknya tapi tidak begitu besar tergantung dari ide dan kreatif yang bisa menghasilkan revenue,” tuturnya. [riq]

Tags: