Demokrasi Tak Boleh Mati, Pilkada Harus Terus Jalan, Pers Layak dapat Stimulus

Jakarta, Bhirawa. 
Pilkada serentak 2020 tak bisa ditunda ke tahun 2021. Karena bisa terjadi kemubaziran anggaran 2020 yang telah dicairkan mencapai Rp4 triliun. Pilkada serentak, harus terus jalan, walau tanpa dangdutan. 

Demokrasi tidak boleh mati hanya karena pandemi Covid-19. Itulah semangat di balik Perppu Pilkada, yang akan dilaksanakan pada  9 Desember 2020 mendatang. Memang, rencana semula, PIlkada serentak digelar bulan September 2020. Tetapi gara-gara pandemi Covid-19, PIlkada telah diundur menjadi bulan Desember 2020.

“Seluruh fraksi di Komisi II DPR RI bersama Kemendagri dan KPU, telah menyepakati penundaan Pilkada menjadi 9 Desember 2020. Tanggal 9 Desember 2020, merupakan opsi paling optimis dari 3 opsi waktu, yang telah diajukan oleh KPU. Opsi lainnya adalah Maret 2021 dan Desember 2021,” itulah pernyataan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) dalam buku barunya “Jurus 4 Pilar” , yang diluncurkan pada HUT nya, yang ke 58 pada 10 September 2020.

Pernyataan ini, sekaligus menjawab, simpang siur dan pro kontra, pendapat masyarakat. Tentang tuntutan penundaan Pilkada bukan pada 2020, tapi mundur pada 2021, menunggu meredanya amukan pandemi Covid-19. 

Dalam tulisannya, Bamsoet meyakini, pandemi Covid-19 akan berlangsung dalam waktu lama. Maka dia sangat meng-apresiasi keputusan Pilkada diundur, tapi tetap pada tahun 2020, yakni bulan Desember. Selain menguji ketahanan kesehatan, sosial dan ekonomi, pandemi Covid-19 juga turut menguji ketahanan demokrasi, tulisnya.

Dia mengingatkan, walau disatu sisi, hak konstitusional warga tak boleh dicederai oleh pandemi. Disisi lain pelaksanaan pemilihan juga tak boleh menjadi klaster baru bagi penyebaran virus Corona. Sehingga protokol kesehatan, harus dilaksanakan ketat. Mengingat, sebanyak 270 kabupaten/kota,akan menyelenggarakan Pilkada serentak. Dimana pasti akan ada kerumunan massa. Masa kampanye dipastikan gegap gempita dengan kumpulan masa.

Dalam bukunya Jurus 4 Pilar itu, Bamsoet mengaku pernah menekuni profesi wartawan, jadi memahami sekali kesulitan pers saat ini. Tantangan terbesar yang dihadapi media massa kini, bukan lagi bersumber dari otoriter negara. Tetapi dari para buzzer di media sosial yang memproduksi hoaks dan hati speech sesuai pesanan. Namun, media pers harus tetap membuktikan diri sebagai rujukan utama masyarakat, untuk mendapatkan informasi yang akurat.

“Pandemi Covid-19 ikut melilit kehidupan ekonomi pers. Maka saya mendukung langkah pemerintah, yang akan memberikan stimulus kepada industri pers. Stimulus, harus segera di eksekusi, sehingga industri pers tak mati. Lantaran pandemi Covid-19,” tulis Bamsoet.

Disebutkan, stimulus tersebut antara lain dengan menghapuskan pajak pertambahan nilai (PPN) bagi kertas koran, penundaan atau penangguhan beban listrik, keringanan cicilan pajak korporasi menjadi 50%. Membebaskan pajak penghasilan (PPh) karyawan. Pemerintah juga dapat mengalihkan anggaran belanja iklan layanan masyarakat kementerian dan lembaga negara kepada media lokal. (ira)    

Tags: