Derasnya Migrasi Akibat Covid 19, Sokong Rendahnya Ketergantungan Warga Jatim

Kepala BKKBN Perwakilan Jawa Timur Sukaryo Teguh Santoso

Jember, Bhirawa
Derasnya arus Migrasi (masyarakat kota yang kembali ke desa) akibat pandemi Covid 19, menjadi penyokong utama rendahnya tingkat ketergantungan penduduk Jawa Timur. Berdasarkan proyeksi kependuduk 2010-2035, Jatim tahun ini (2020) memiliki tingkat ketergantungan penduduk terendah.

“Jatim dependensi rasio penduduknya mencapai 43,9. Artinya, dari 100 penduduk usia produktif (usia 15-65 tahun) menanggung 43 sampai 44 penduduk yang tidak produktif (usia 0 – 14 tahun dan penduduk diatas usia 65 tahun). Ini sangat luar biasa, karena puncak terendah nasional akan terjadi di tahun 2035,” ujar Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Timur Sukaryo Teguh Santoso kepada Bhirawa kemarin.

Semakin rendah tingkat ketergantungan kata Teguh , akan memicu pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Karena yang bekerja jauh lebih banyak dari yang ditangung. ” Untuk JawaTimur ini peluang yang sangat bagus, karena stok tenag kerja melimpah. Puncak demografinya Jawa Timur tahun ini (2020),” ungkapnya.

Rendahnya tingkat ketergantungan penduduk ini dipicu oleh venomena arus migrasi, pulangnya (migrasi) tenaga kerja produktif yang terkena PHK karena Covid 19 ke kampung halamannya.” Biasanya orang desa banyak ke kota untuk bekerja, tapi karena banyak yang di PHK akibat pendemi, banyak pekerja pulang ke desa. Mereka menetap di desa, bahkan berumah tangga dan reproduksi di desa. Sehingga penduduk usia produktif kini banyak tinggal di desa,” katanya pula.

Dengan melimpahnya penduduk usia produktif, menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah. Namun jika di manage dengan baik dengan membuka lapangan pekerjaan baru disektor informal, akan memacu percepatan pertumbuhan ekonomi justru dari desa” Bayangkan saja, sebelum pandemi, petani untuk menggarap sawahnya kesulitan mencari tenaga buruh. Tapi saat ini, sejak usia produktif banyak didesa, mereka siap dipekerjakan seperti apa. Ini asset yang harus dimanfaatkan oleh pemerintah khususnya pemerintah daerah,” katanya pula.

Selain itu, program Keluarga Berencana (KB) harus berjalan dengan baik. Banyaknya usia produktif yang ada di desa, rentan hamil dan melahirkan terus menerus.” Disatu sisi ekonomi belum tertata dengan baik, kelahiran jalan terus justru akan menjadi bencana. Oleh karena itu, progran pemulihan ekonomi, kesehatan ibu dan anak, pelayanan KB akan menjadi program prioritas, sehingga ekonomi jalan kelaurga tertata dengan baik,” ulas Teguh kemarin.

Saat disinggung angka kematian ibu dan anak di Jatim, Teguh mengaku cendurung ada penurunan, tapi jumlahnya masih relatif tinggi. Ini dipicu masih ada fenomena masyarakat kawin muda, kawin terlalu tua, terlalu banyak anak, dan jarak kelahiran yang terlalu dekat. ” Namun secara garis besar pengendalian kelahiran di Jawa Timur cukup bagus. Rata-rata masyarakat Jatim memiliki dua anak. Dengan keberhasilan ini mempercepat rendahnya dependensi rasio penduduk Jawa Timur,” pungkasnya.(efi)

Tags: