Desa Tanjungsari Kabupaten Magetan, Disiapkan Jadi Desa Wisata

Magetan, Bhirawa
Sebagai desa produsen kelinci sejak tahun 1980, popularitas Desa Tanjungsari, Kecamatan Panekan, Kabupaten Magetan, siap diorbitkan menjadi desa wisata. Desa yang berhawa sejuk ini, sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai peternak kelinci. Jenis kelinci Blegon yang paling banyak dibudidayakan, selain kelinci lokal.
Puncak popularitas Desa Tanjungsari sebagai desa kelinci dicapai tahun 1983 ketika Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan menganugerahkan juara pertama tingkat nasional. Namun kejuaraan untuk kelinci, sejak tahun itu hingga kini vacuum. Meski begitu, peternak kelinci terus membudidayakannya sebagai komoditi unggulan.
“Potensi Desa Tanjungsari sebagai desa produsen kelinci layak diangkat menjadi desa wisata. Nantinya, desa Tanjungsari akan menjadi desa binaan Fakultas Peternakan Unibraw. Sehingga pembinaannya berlangsung terus menerus tiap tahun,” kata Bupati Magetan Suprawoto dalam acara Ngopi Susu bersama peternak dan sejumlah dosen Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, di Balai Desa Tanjungsari, Magetan, Rabu (28/11).
Tak hanya Desa Tanjungsari yang akan menjadi desa wisata. Namun, Desa Singolangu yang berpotensi sebagai desa produsen sapi juga akan diangkat menjadi desa wisata. Dalam programnya Suprawoto, desa wisata tersebut akan didaftarkan ke sejumlah perguruan tinggi untuk menjadi desa tematik untuk Kuliah Kerja Nyata (KKN).
Bila menjadi tematik untuk desa KKN, lanjut Suprawoto, akan didatangkan sejumlah sarjana yang terkait di bidangnya untuk membina desa setempat. “Setidaknya ada 10 atau 20 mahasiswa yang akan memberikan transfer knowledge ke masing-masing desa. Jadi KKN tidak hanya mendirikan tugu KKN saja. Tapi memberikan wujud nyata yang bermanfaat untuk pengembangan desa,” paparnya menyemangati warga desa.
Ketua Kelompok Kerja Peternak Desa Tanjungsari, Sukarni, menyambut antusias program yang dipaparkan Suprawoto maupun para dosen Peternakan Universitas Brawijaya. Menurutnya, kelompok peternak telah siap dengan pembudidayaannya.
“Tiap bulan rata-rata tiga kwintal daging kelinci dari Desa Tanjungsari yang dikirim ke Sarangan dan Tawangmangu dengan harga perkg Rp 38 ribu,” ujar Sukarni yang beternak sejak tahun 2003. Dalam hal pemasaran, para peternak telah memiliki pelanggan setia dari Trenggalek, Ponorogo, maupun dari Batu, selain dari Sarangan dan Tawangmangu yang khusus untuk memenuhi kebutuhan sate kelinci.
Menurutnya, rata-rata tiap peternak memiliki 15 indukan dan anakan yang siap untuk diperdagangkan. Para peternak memasarkannya dengan cara pembibitan maupun dijual dalam bentuk daging dan tulang, serta vilet. [tok]

Tags: