Dewan Anggap Masa Transisi Tiga Bulan Tak Manusiawi

33b23-2112-2111201203DPRD Jatim, Bhirawa
Kebijakan Kementrian Kesehatan RI yang membatasi masa transisi pelaksanaan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) hanya tiga bulan mendapat kritikan.
DPRD Jatim menyebut, waktu tiga bulan sangat tak manusiawi  dibanding tangungjawab BPJS dalam mensosialisikan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)  ke masyarakat.
Anggota Komisi E DPRD Jatim, Achmad Iskandar mengakui masa transisi BPJS yang hanya tiga bulan sangat tidak manusiawi. Ini karena BPJS menghadapi banyak masalah dalam mensosialisasikan JKN di masyarakat.
Khususnya di Jawa Timur, lanjut Iskandar, ragam masalah selama sosialisasi akibat  kultur dan budaya di Jatim sangat beragam sehingga perlu waktu untuk menyamakan persepsi.
Salah satunya , ujar mantan pejabat Pemprov ini, masih enggannya masyarakat untuk berobat ke puskesmas ataupun puskemas pembantu (pustu) yang ada di desa-desa.
”Kita ketahui hampir seluruh masyarakat Jatim berobat ke RSUD dr Soetomo walaupun dengan keluhan sakit kepala. Padahal sakit seperti ini cukup mendapat pelayanan ditingkat puskesma atau pustu atau di RS daerah. Sebaliknya RSUD dr Soetomo hanya melayani penyakit berat karena disana memang tersedia peralatan yang sangat canggih. Hal-hal inilah yang nantinya akan dirubah,”tegas poltiisi asal Partai Demokrat Jatim, Senin (3/3).
Disisi lain, BPJS harus menyamakan data peserta Jamkesda, Jamkesmas, SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) yang dikeluarkan oleh beberapa kabupaten/kota di Jatim, Askes dan Jamsostek.
Dan itu dibutuhkan waktu yang sangat lama dan tidak dapat dilakukan secara tergesa-gesa agar di lapangan tidak timbul masalah.
Tidak sampai disitu saja, persoalan juga terjadi saat RS melakukan klaim tunggakan, dimana ditengah jalan terjadi permasalahan seperti halnya yang terjadi di Jakarta.
”Semua ini bisa terjadi karena pihak RS tidak memenuhi semua persyaratan yang diminta oleh pihak BPJS. Ini perlu dimaklumi karena RS tidak mau menolak pasien sehingga terkait dokumen-dokumen yang dibutuhkan dikesampingkan yang akibatnya berimbas pada klaim tunggakan,”akunya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, Fuad Masyuni mengakui masa transisi yang dibatasi hanya tiga bulan sangat tidak cukup.  BPJS sendiri mengakui saat ini pihaknya masih keberatan mengakses data pasien yang ada di Askes.
Tidak sampai disitu saja, ternyata hanya 15 persen masyarakat yang mengetahui program JKN, sementara sisanya banyak yang ‘buta’. Akibatnya ketika berobat di RS pemerintah, banyak mereka yang tidak membawa persyaratan yang ditentukan. Karenya tak heran BPJS sangat keberatan dan minta masa transisi diundur menjadi satu tahun.
“Memang dalam pertemuan tersebut, BPJS mengakui masih berjalan terseok-seok menghadapi program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) ni. Apalagi waktu itu dibatasi hanya satu bulan masa transisi yang kemudian diundur menjadi tiga bulan. Ini tak lain karena minimnya sosialisasi di masyarakat hingga ke tingkat bawah,”tambah Fuad.
Karena itu, pihaknya berharap agar masyarakat mendukung program ini, tanpa harus menyalahkan BPJS. Ini tak lain karena program tersebut murni untuk membantu warga miskin yang ingin mendapatkan pelayanan kesehatan dan bukan dipolitisir.
“Kami berharap semua pihak mendukung JKN ini. Karena memang didalamnya banyak membantu rakyat miskin. Jangan sampai masalah sepeleh dibesar-besarkan. Untuk itu dalam setiap sidak saya minta RS jangan menolak pasien. Bahkan kami minta BPJS mendirikan loket yang banyak untuk mengantisipasi membludaknya pasien,”paparnya.  [cty]

Tags: