Dewan Pers Ingatkan Pemilik Media

Ketua Dewan Pers Bagir Manan (kanan) didampingi Anggota Dewan Pers Agus Wahyudi (kiri) memberikan keterangan kepada wartawan tentang pemberitaan Pemilu 2014 di Jakarta, Selasa (18/3).

Ketua Dewan Pers Bagir Manan (kanan) didampingi Anggota Dewan Pers Agus Wahyudi (kiri) memberikan keterangan kepada wartawan tentang pemberitaan Pemilu 2014 di Jakarta, Selasa (18/3).

Jakarta, Bhirawa
Dewan Pers mengingatkan pemilik media, terutama yang terlibat aktif dalam politik, untuk tetap menjaga independensi pemberitaan.
“Intervensi terhadap kebijakan pemberitaan di ruang redaksi adalah melanggar kode etik jurnalistik, standar perlindungan profesi wartawan, dan berpotensi melanggar undang-undang,” kata Ketua Dewan Pers Bagir Manan kepada pers di Jakarta, Selasa (18/3) kemarin.
Menurut Bagir, standar perlindungan profesi wartawan, bersama kode etik jurnalistik, standar perusahaan pers, dan standar kompetensi wartawan adalah bagian dari Piagam Palembang yang ditandatangani pada empat tahun lalu.
Piagam Palembang tersebut, kata dia, telah diratifikasi oleh para pemilik grup-grup media besar termasuk pemilik televisi yang saat ini menjadi pimpinan partai politik dan hendak maju sebagai calon presiden.
Bagir Manan menjelaskan, di antara para pemilik media yang menjadi pengurus partai politik dan berniat maju sebagai calon presiden dan calon wakil presiden adalah, Aburizal Bakrie pemilik TV One dan Anteve, Surya Paloh pemilik Metro TV, serta Harry Tanoe Sudibjo pemilik RCTI, MNCTV, dan Global TV. Dewan Pers juga mengingatkan kepada para jurnalis di media yang pemiliknya terlibat aktif dalam politik, bahwa pengabdian jurnalis adalah kepada publik.
“Misi jurnalis adalah memberikan informasi yang bermanfaat, obyektif, dan bisa menuntun khalayak untuk mengambil keputusan yang benar,” katanya.
Menurut Bagir, dalam konteks tersebut independensi menjadi salah satu prinsip yang harus ditegakkan oleh para jurnalis dengan penuh keberanian dan kesungguhan.
Mantan Ketua Mahkamah Agung ini menjelaskan, televisi menggunakan frekuensi sebagai media distribusinya. Padahal, frekuensi adalah milik negara yang dipercayakan kepada lembaga penyelenggara penyiaran.
“Frekuensi jumlahnya sangat terbatas, sehingga tidak setiap orang yang mampu menyelenggarakan penyiaran, bisa mendapatkannya, sehingga tidak ada ruang bagi televisi sebagai media partisan,” katanya.
Dewan Pers juga mengingatkan masyarakat, bahwa kebebasan pers dan pers yang bebas pada dasarnya untuk optimalisasi peran pers dalam melayani dan memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui informasi. Karena itu, kata dia, masyarakat harus berpartisipasi aktif dalam mengawasi, memprotes, dan laporan pelanggaran yang dilakukan oleh pers.  [ant]

Rate this article!
Tags: