Dindik Jatim Minta Sekolah Tekankan Sanksi Edukatif

Dr Sukariyantho M.Pd

Sikapi Keterlibatan Siswa dalam Aksi Turun Jalan
Dindik Jatim, Bhirawa
Kepala Cabdindik Jatim wilayah Surabaya-Sidoarjo, Sukaryantho meminta sekolah untuk memberikan sanksi edukatif bagi para siswa yang mengikuti seruan aksi demo penolakan RUU, kamis lalu. Hal itu dia sampaikan saat sosialisasi surat edaran Mendikbud no 9 tahun 2019, Minggu (29/9) malam.
Dalam diskusi yang dihadiri MKKS SMA/SMK negeri dan swasta, Kepala SMA/SMK negeri dan swasta, komite dan pengawas sekolah ini, Ia menekankan jika edukasi masih menjadi poin penting dalam membentuk kepribadian siswa. Pihaknya juga mengajak sekolah untuk mengkomunikasikan hal tersebut kepada orangtua yang bersangkutan.
“Sejak awal seruan untuk aksi demo yang seliweran di media sosial memang kami larang. Dan diharapkan tidak dilakukan. Jadi sebelum surat edaran dari Mendikbud turun, Instruksi dari pak Hudiyono (Plt Kepala Dindik Jatim), kita sudah melarang sekolah dan tetap meminta kepala sekolah untuk melangsungkan proses pembelajaran secara efektif,” papar dia.
Sanksi edukatif yang dimaksud Sukaryantho adalah memberikan pemahaman secara utuh tentang fenomena yang saat ini terjadi di Indonesia. Bagi sekolah momen tersebut menjadi penting. Mengingat, sekolah sebagai lembaga pendidikan harus menyampaikan ilmu pengetahuan secara utuh. Kedua, ketika siswa terprovokasi maka momen yang tepat adalah konsolidasi manajemen pelayanan yang ditingkatkan untuk mendapatkan pengetahuan yang laik.
“Jadi hal itu cukup untuk menjawab isu-isu yang berkeliaran. Ketiga kerjasama dengan komite atau wali murid dan sekolah harus lebih ditingkatkan dalam menjaga, mendidik dan melayani siswa dengan baik,” urainya.
Menurut Sukaryantho, pihaknya tidak melarang jika siswa mempunyai kepekaan atau sikap kritis dalam melihat suatu fenomena. Karena kritis juga menjadi salah satu tujuan dalam proses pendidikan. Kalau kritis dimaknai dalam berpikir tingkat tinggi atau bernalar Higher Order Thinking Skills (HOTS), maka target tujuan pendidikan ini tercapai.
“Namun, berbeda jika siswa ikut demo, ini kritis yang tidak sehat. Pada tahapan usia ini, mereka masih belum dewasa dalam berpikir dan menangkap masalah,” katanya.

Polisi Harus Pahami Ilmu Psikologi Remaja
Sementara itu, Psikologi Pendidikan Anak dan Perkembangan Remaja Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Muhammad Reza menuturkan dalam menghadapi fenomena pelajar yang ikut dalam aksi demo, aparat kepolisian seharusnya memahami ilmu menghadapi pelajar. Salah satunya dengan pendekatan persuasif. Karena ini dinilai tepat dalam menghadapi psikologi pelajar atau remaja. Sebab jika hal tersebut dilakukan dengan cara represif, maka para pelajar bisa memiliki luapan yang lebih besar lagi.
“Dalam dunia Psikologi mereka memasuki fase remaja yang mana faktor karakter mencari identitas diri ini sangat berpengaruh. Makanya anak usia rema ini sangat muda dibakar dan mudah mendapatkan provokasi,” ujar dia.
Hal tersebutlah, kata dia, yang harus dilihat pemerintah. Sebab, tidak bisa disamakan cara menangani massa demonstran mahasiswa dan pelajar.
“Polisi penting mengedukasi siswa dengan mensosialisasikan hukum yang berlaku kepada para pelajar. Salah satunya juga bisa saja mensosialisasikan terkait demonstrasi,” lanjut dia.
Disinggung terkait peran sekolah, Reza berpendapat jika seharusnya baik sekolah, maupun orangtua harus mencari akar permasalahan. Sanksi edukatif saja menurut dia tidak cukup. “Karena kita tidak tahu, sanksi edukatif yang seperti apa. Sebelum sanksi muncul kita harusnya mencari akar permasalahan itu,” katanya.
Diantaranya dengan mewadahi potensi dan bakat siswa. jika pendidikan masih bersifat otoriter tegas dia, maka hal-hal yang mengarah agresifitas siswa dalam konotasi yang negative ini akan selalu terjadi.
“Jangan-jangan mereka ingin didengarkan tapi kita menutup telinga. Jangan-jangan kita menyalahkan mereka dari pada mendengarkan. Itu yang kemudian menjadi koreksi bersama,” papar dia. [ina]

Tags: