Dindik Surabaya Selidiki Keberadaan Siswi Hamil

Dindik Surabaya, Bhirawa
Dinas Pendidikan (Dindik) Surabaya tak ingin kecolongan lagi atas keberadaan siswi hamil yang terus bermunculan jelang Ujian Nasional (UN). Sejak pecan lalu Dindik Surabaya secara resmi menerjunkan tim untuk menyelidiki siswi hamil yang ada di Kota Pahlawan ini.
Langkah ini dilakukan karena Dindik Surabaya tak ingin peristiwa tahun 2013 lalu siswa yang melahirkan di dalam kelas saat UN berlangsung terulang kembali. Selain itu, hal ini juga menjadi dasar bagi pemerintah untuk menentukan cara pendampingan yang tepat bagi siswa.
Pembentukan tim tersebut telah dibentuk dari lintas satuan kerja. Diantaranya ialah Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapemas) dan Dindik Surabaya.
Kepala Dindik Surabaya Ikhsan mengatakan, tim ini diminta untuk mencari keberadaan sisiwi hamil untuk selanjutnya dilakukan pendampingan secara terus-menerus. “Mulai hari ini (kemarin, Red) tim ini sudah mulai bekerja,” kata Ikhsan, saat ditemui di kantornya, Kamis (13/2).
Menurut dia, tim lintas SKPD ini sudah ada sejak tahun lalu. Tim ini pun tidak hanya menangani siswi hamil saja, melainkan juga anak-anak korban trafiking (perdagangan manusia). Pendampingan ini sangat perlu dilakukan, karena masa depan anak menjadi taruhannya.
“Selain menjamin masa depan anak-anak itu, kami juga ingin kesehatan mereka tidak mengalami masalah. Untuk itu kami sediakan ahli gizi, psikolog, dokter, bidan dan ahli-ahli lainnya,” ujarnya.
Ketika disinggung apakah empat siswi hamil sudah didampingi? Ikhsan mengatakan, tim ini sudah memfasilitasi beberapa siswi hamil. Namun, karena belum tahu nama, asal sekolah, dan alamat empat siswi ini, dia belum berani memastikan apakah mereka sudah terkover oleh tim.
“Jika kami diberitahu identitas empat siswi hamil itu, tentu kan kami mudah mengidentifikasinya. Apakah sudah terkover apa belum. Yang jelas, tim ini terus bekerja,” ujarnya.
Pendampingan yang diberikan, kata Ikhsan akan berlangsung hingga persalinan. Kebijakan ini dilakukan karena status Surabaya adalah Kota Layak anak. “Jadi ada yang hamil, usianya antara 14-16 tahun. Soal jumlah, nama dan alamat, itu privasi,” ucapnya.  
Ikhsan pun mengakui, berdasar data sementara yang diperoleh, jumlah siswi hamil di Surabaya melebihi empat siswi. Beberapa diantaranya karena sudah menikah. Siswi ini pun mendapat pendampingan dan dipersilakan ikut Ujian Nasional Paket Kesetaraan (UNPK).
“Sebagai kota layak anak, hak pendidikan anak harus terjamin dan tidak berhenti sampai di situ. Apalagi masa depannya masih panjang,” tegas mantan Kepala Bapemas KB Kota Surabaya ini.
Ikhsan menegaskan ada mekanisme tersendiri perpindahan dari daftar UN ke UNPK. “Secara teknis percayakan ke kita, jangan kuatir. Ujian di penjara bisa (bagi yang bermasalah dengan hukum). Ada yang sudah menikah sejak November, ini juga akan kami fasilitasi untuk ujian kesetaraan,” pungkasnya.
Kabid Pelayanan Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya, dr Sri Setiyani mengatakan, pihaknya juga sudah terjun ke rumah sejumlah siswi yang hamil untuk pendampingan. “Ada bidan yang dampingi siswi hamil, ada pemantau gizi untuk menekan resiko komplikasi, ada juga psikolog.,” jelasnya.
Terpisah, Kepala Dindik Jatim Harun menilai langkah Dindik Surabaya dalam memberi pendampingan sudah benar.  “Dari aspek anaknya yang hamil berbahaya jika mengikuti UN. Anak hamil berbahaya,” kata Harun.  
Siswi hamil yang memaksa ikut UN, kata Harun, peluang untuk lulus kecil. Ini karena 40 persen kelulusan ditentukan sekolah, dan 60 persen lainnya pusat.  “Yang tahu siswa itu bermasalah adalah kaseknya. Kasek menentukan nilai raport yang menjadi acuan kelulusan,” kata Harun lagi. [tam. hel]