Dinkes Kabupaten Probolinggo Gelar Orientasi Pendampingan Poskestren

Dinkes lakukan pendampingan Poskestren.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

Probolinggo, Bhirawa
Dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren) di Kabupaten Probolinggo, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Probolinggo menggelar orientasi pendampingan poskestren.

Kegiatan yang dilaksanakan di ruang pertemuan Dinkes Kabupaten Probolinggo ini diikuti oleh 50 orang peserta terdiri dari pengasuh pondok pesantren 10 orang, kader Santri Husada 10 orang, pendamping Ormas 10 orang, tenaga kesehatan desa/kelurahan 5 orang serta puskesmas (Promkes, UKS dan Kesling) 15 orang.

Selama kegiatan mereka mendapatkan materi konsep dasar dan kebijakan Poskestren, peran ormas dalam mewujudkan pondok pesantren bersih dan sehat, kesehatan lingkungan ponpes, kesehatan remaja, penyakit yang banyak terjadi di ponpes, SMD (telaah kemandirian, fisik, perorangan, PHBS), MMPP serta pencatatan dan pelaporan oleh narasumber dari Dinkes Kabupaten Probolinggo dan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Probolinggo.

Kepala Dinkes Kabupaten Probolinggo dr. Shodiq Tjahjono melalui Kasi Promosi dan Pemberdayaan Masyarakat Sri Rusminah, Rabu (16/9) mengungkapkan kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan tentang konsep dasar Poskestren, meningkatkan pengetahuan tentang peran Ormas dalam mewujudkan pondok pesantren bersih dan sehat serta meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan khususnya Kader Santri Husada tentang gizi santri dan cara menentukan status gizi.

“Selain itu, meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan tentang cara melakukan survey PHBS, SMD dan MMPP, meningkatkan pengetahuan peserta tentang pentingnya kesehatan lingkungan di Pondok Pesantren serta meningkatkan pengetahuan tentang penyakit-penyakit yang sering terjadi di pondok pesantren,” ungkapnya.

Menurut Sri Rusminah, pentingnya peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan telah diakui oleh semua pihak pihak. Peran serta masyarakat baik perorangan maupun terorganisasi telah terbukti mempercepat keberhasilan pembangunan kesehatan sehingga derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya dapat dicapai.

“Peran serta masyarakat secara terorganisasi salah satunya adalah dengan mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM). Pondok pesantren sebagai institusi keagamaan yang cukup besar sangat strategis membentuk UKBM di lingkungannya Poskestren. UKBM tersebut didalam melaksanakan kegiatannya lebih mengedepankan upaya promotif dan preventif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitative,” jelasnya.

Sri Rusminah menerangkan dari hasil laporan puskemas tahun 2020, Kabupaten Probolinggo memiliki 148 pondok pesantren dengan jumlah santri sebanyak 26.288 orang. Jumlah pondok pesantren yang ada dan sudah membentuk Poskestren sebanyak 29 pondok pesantren (20%).

“Hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa Poskestren yang terbentuk masih di bawah 50% dengan strata Pratama masih di atas 50%. Dalam rangka untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas maka perlu dilakukan pendampingan Poskestren yang dilakukan oleh anggota Organisasi Kemasyarakatan,” tuturnya.

Elain itu Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Probolinggo melakukan gerakan deteksi dini faktor resiko Penyakit Tidak Menular (PTM) pada 11 pondok pesantren di Kabupaten Probolinggo. Sasaran dari kegiatan deteksi dini faktor resiko PTM di lingkungan pondok pesantren ini adalah penduduk usia 15-59 tahun baik dengan kondisi sehat, masyarakat beresiko maupun masyarakat dengan kasus PTM.

Kepala Dinkes Kabupaten Probolinggo dr. Anang Budi Yoelijanto melalui Kasi Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa Dantonia Anugrah Permanasari mengungkapkan kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pencegahan dan penemuan dini faktor resiko PTM. “Selain itu, mengontrol dan menjaga kesehatan secara optimal baik preventif seperti penyuluhan dan kuratif missal rujukan ke puskesmas. Serta meningkatkan cakupan deteksi dini PTM usia produktif,” katanya.

Menurut Nia, PTM dapat dicegah dengan mengendalikan faktor resikonya. Yakni, merokok, diet yang tidak sehat, kurang aktifitas fisik dan konsumsi minuman beralkohol. “Mencegah dan mengendalikan faktor risiko relatif lebih murah bila dibandingkan dengan biaya pengobatan PTM,” jelasnya.

Nia menerangkan, salah satu strategi pengendalian PTM yang efisien dan efektif adalah pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat. Masyarakat diberikan fasilitas dan bimbingan untuk ikut berpartisipasi dalam pengendalian faktor resiko PTM dengan dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan deteksi dini, monitoring faktor resiko PTM serta tindak lanjutnya. Kegiatan ini disebut dengan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM.

“Posbindu PTM merupakan wujud peran serta masyarakat dalam melakukan kegiatan deteksi dini dan monitoring faktor risiko PTM serta tindak lanjutnya yang dilaksanakan secara terpadu, rutin dan periodik. Kegiatan Posbindu PTM diharapkan dapat meningkatkan sikap mawas diri masyarakat terhadap faktor resiko PTM sehingga peningkatan kasus PTM dapat dicegah,” terangnya.

Lebih lanjut Nia menambahkan sikap mawas diri ini ditunjukan dengan adanya perubahan perilaku masyarakat yang lebih sehat dan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan tidak hanya pada saat sakit, melainkan juga pada keadaan sehat.

Dalam menyelenggarakan Posbindu PTM diperlukan suatu pedoman yang dapat menjadi panduan bagi penyelenggaraan kegiatan bagi para pemangku kepentingan serta pelaksana di lapangan. Posbindu di era kebiasaan baru ini dilaksanakan dengan tetap mematuhi protokol kesehatan demi pencegahan penyebarluasan Covid-19,” tambahnya.(Wap)

Tags: