Dorong Mahasiswa Berkarya Melalui Daur Ulang

ReFash 2018 jadi kegiatan tahunan dalam Parade Fashioning Technology Wasted. Berbagai kostum tematik justru telihatunik dan menawan ketika terdapat sentuhan ornamen barang-barang teknologi.

DKV STTS Gelar Parade ReFash 2018
Surabaya, Bhirawa
Seiring perkembangan teknologi dan komunikasi dengan dinamika inovasinya, terkadang justru menyingkirkan teknologi yang dianggap “usang atau lusuh”. Artinya, teknologi yang dianggap ketinggalan zaman secara tidak langsung akan ditinggalkan oleh para penggunannya.
Ketika hal tersebut terjadi, yang ada hanyalah tumpukan perangkat usang yang disebut “sampah teknologi”. Oleh mahasiswa Desain Komunikasi Visual (DKV) Sekolah Tinggi Teknik Surabaya (STTS) “sampah teknologi” tersebut dibuat sebagai bahan untuk membuat kostum tematik yang menarik, yang kemudian di Paradekan dalam kegiatan ReFash 2018, Kemarin (3/11).
Diungkapkan dosen pengampu mata kuliah Rupa Dasar STTS, Bonifacia Bulan jika tahun ini, pihaknya mengusung konsep kegiatan ReFash (Recycle Fashion) sebagai salah satu tugas mata kuliah mahasiswa semester satu. Dengan konsep mendaur ulang hasil sampah teknologi pihaknya ingin mengajak mahasiswa untuk mengembangkan kreatifitasnya menjadi “sesuatu” yang lebih artistik.
“Bahan-bahan yang digunakan variatif. Mulai dari disket, CD, keypad, console game, kabel-kabel hingga gear mesin. bahan-bahan itulah yang kemudian dijadikan bahan untuk pembuatan kostum tematik atau fantasi,” ungkap dia.
Di samping untuk, sebagai kampus teknologi, sangat mudah menemukan limbah teknologi yang tidak termanfaatkan di lingkungan kampusnya. Hal itu juga merupakan salah satu cara pihaknya dalam menarik minat mahasiswa untuk semangat berkarya dalam mengolah barang-barang daur ulang.
“Kita ingin mengajak mereka untuk semangat berkarya. Tidak hanya mengerjakan tugas tapi juga ‘mengkaryakan’ hasil kerja mereka dalam bentuk parade Fashion show dan pameran,” ujar dia.
Dikatakan Bonifacia, ReFash merupakan kegiatan tahunan yang digelar DKV dengan berbagai tema yang berbeda. Untuk tahun ini konsep tema yang diusungpun diakuinya mengalami perbedaan yang sangat signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Itu karena, penggunaan “sampah teknologi” yang dianggap sebagian besar orang mustahil untuk dijadikan bahan utama pembuatan kostum.
“Kebanyakan dari mereka yang saya lihat waktu fashion tadi, sepertinya agak kesulitan ya dalam me-resource barang-barang yang bisa dijadikan bahan pembuatan kostum. Tapi overall karya mereka luar biasa,” tutur dia.
Ia berharap kedepan, kegiatan ReFash tidak hanya digelar di lingkungan STTS. Melainkan juga di Paradekan di hadapan khalayak umum, sebagai bentuk informasi bahwa “sampah teknologi” dapat dimanfaatkan sebagai sebuah karya yang elegan dan mewah.
“Dengan event yang besar sekelas Jember Fashion Carnaval kita bisa lihat, apakah kegiatan tersebut memang mampu mengurangi limbah atau justru menambah banyak limbah?” kata dia.

Sampah Teknologi Jadi Kostum Tematik nan Menawan
“Sampah teknologi” ketika mendengar kata tersebut memang mustahil untuk didaur ulang menjadi sebuah kostum yang selalu identik dengan kemewahan, keindahan dan elegan. Namun, siapa sangka dari tangan para mahasiswa DKV STTS, ketidakmungkinan itu disulap menjadi karya yang memukau melalui Fashion From Technology Waste, ReFash 2018. Berbagai potongan barang bekas teknologi atau yang disebut sampah teknologi terlihat menempel sebagai ornament yang menambah nilai artistik dalam desain kostum.
Ketua Tim Mahasiswa Angeline Nathasya Tampian dan Fandy Gunawan beserta ke Sembilan temannya membuat kostum dengan mengangkat tema Mitologi Romawi, yaitu karakter Luna dan Sol.
Memanfaatkan kantong kresek bekas dan hanger, mereka membuat karakter bersayap yang identik dengan sosok karakter Luna. Sementara pada karakter Sol mereka membuat tanduk dari tas kresek.
Angelin menjelaskan, limbah teknologi yang sudah tidak digunakan dipakai sebagai efek mengkilap pada kostum. Seperti pemanfaatan potongan keping CD.
“Kesan mewahnya bisa didapatkan dari kepingan CD yang sudah dipotong dan ditempelkan pada rok Luna dan juga bahu Sol,” jelas dia.
Selain itu, pihaknya juga menggunakan kain satin, aluminium foil, dakron, Karton merang, Karet efa yang menjadi pelengkap ornament busana.
Berbeda dengan tim Angelin, Tim Oliver Orlen Utomo bersama kesepuluh anggotanya, justru mendesai kostum yang didominasi barang-barang bekas teknologi. itu terbukti ketika pihaknya mengangkat tema kostum Stimpang (mesin uap sains fiksi).
“Yang memperkuat karakter kostum kami adalah topeng yang digunakan. Kami mendesain topeng tersebut dengan saluran selang yang memanjang yang identik dengan mesin uap,” kata dia. Lebih lanjut, untuk pembuatan topeng sendiri sehingga terkesan seperti mesin uap, pihaknya menggunakan karton merang dengan memanfaatkan lem kayu yang dicairkan yang kemudian dilapisi oleh tisu agar bertekstur. “”ini juga berfungsi untuk menghaluskan tumpukan-tumpukan yang terpisah. Kita juga menggunakan DVD bekas untuk gir. Dan beberapa komponen komputer lain,” papar dia.
Meskipun berbeda dengan kelompok lain yang unggul dengan keindahan kostum, akan tetapi kostum Stimpung yang dibuatnya tersebut dikatakan memiliki nilai artistic tinggi dengan kesan gothic dari berbagai ornament yang 50 persennya di dominasi sampah teknologi dan sisanya non barang teknologi.
“Kekurangan kostum kita memang di kombinasi warna sih. Karena di zaman mesin uap yang identik dengan besi-besi tua menjadi kesulitan bagi kami untuk memadukan warna agar kostum terlihat eye catching, tapi karakter mesin uap harus terlihat strong,” papar dia. [ina]

Tags: