DPRD dan Walhi Minta Pembatalan Pengesahan Perubahan Perda RTRW Kota Batu

Suasana hearing atau dengar pendapat DPRD Kota Batu bersama Walhi Jatim yang digelar di ruang rapat pimpinan gedung DPRD Batu, Kamis (13/8).

Kota Batu, Bhirawa
DPRD Kota Batu bersama Walhi Jatim menemukan beberapa kejanggalan dalam prosedur dan substansi pembuatan perubahan raperda RTRW Kota Batu. Hal ini terungkap dalam hearing atau dengar pendapat bersama Walhi Jatim yang digelar DPRD Kota Batu, Kamis (13/8).
Hasilnya, kedua belah pihat sepakat untuk meminta pembatalan pengesahan perubahan raperda RTRW yang draft-nya kini sudah berada di Pemprov Jatim.
Diketahui, perubahan raperda RTRW Kota Batu ini sudah dilakukan setahun yang lalu atau tahun 2019. Saat itu draft ranperda disusun oleh legilator periode 2014-2019. Ranperda ini sudah lolos dalam pembahasan di tingkat kota, dan kini draf raperda sudah ada di Pemprov dan menunggu pengesahan.
“Draf Ranperda perubahan RTRW ditetapkan tiga hari sebelum kami (legislatif periode sekarang) dilantik. Seolah ada kesan bahwa perubahan RTRW ini ada titipan dari kelompok tertentu,”ujar Ketua Komisi C DPRD Batu, Khamim Tohari dalam forum dengar pendapat, Kamis (13/8).
Dengar pendapat bersama Walhi Jatim kemarin melibatkan semua Komisi di DPRD, mulai Komisi A, B, dan C. Celakanya, tidak ada perwakilan dari Pansus raperda perubahan RTRW yang kemarin turut hadir. Adapun dari pihak Pemkot diwakili Bagian Hukum sebanyak satu orang.
Ditambahkan anggota Dewan yang lain, H Rudi bahwa sejak awal pihaknya menolak dilakukannya perubahan Perda RTRW karena untuk melakukan perubahan Perda harus terlebih dahulu dilakukan peninjauan kembali dan ada kajian strategisnya. “Namun perubahan Perda RTRW ini tidak ada peninjauan kembali maupun jelas kajiannya. Kita tidak mendapatkan kajiannya dari tim Pansus yang hari ini (kemarin) tidak ada yang datang ke forum ini,”ujar Rudi.
Adanya kejanggalan dalam perubahan Perda RTRW ini semakin diperjelas dengan paparan dari Walhi Jatim. Disampaikan direkturnya, Rere Christanto bahwa Walhi Jatim yang juga menemukan adanya kejanggalan dalam substansi perubahan Perda tersebut.
Kejanggalan itu antara lain, dihapusnya pasal yang membahas sangsi terhadap pejabat atau pihak lain yang melakukan pelanggaran. Selain itu, Walhi juga menemukan penggunaan sumber mata air Cemoro Kandang yang hanya diperuntukan bagi warga satu real estate atau perumahan tertentu.
“Kenapa sampai ada pemanfaatan sumber air untuk real estate tertentu? Seharusnya pemanfaatan sumber air ini bisa untuk semua warga di semua desa/ kelurahan terdekat di kawasan tersebut. Ditambah lagi dengan penghapusan sangsi bagi pejabat publik membuat perubahan Perda RTRW ini terasal istimewa sekali,”jelas Rere.
Ia menambahkan bahwa seharusnya Perda RTRW Kota Batu baru akan berakhir pada tahun 2029. Namun pada tahun 2019 sudah dilakukan perubahan RTRW. “Seharusnya ada yang benar-benar urgent sehingga harus dirubah. Tapi sampai sekarang kami belum pernah mendapatkan data dan dokumen untuk bahan kajian kami,”tambah Rere.
Dengan temuan ini maka forum menyimpulkan dugaan adanya titipan dari kelompok tertentu dalam perubahan RTRW ini. Apalagi Kota Batu hanya menyisakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebanyak 10 persen. Padahal sesuai regulasi Kota Batu harus menyediakan RTH sebanyak 30 persen dari total wilayah.
Akhirnya, DPRD Batu dan Walhi Jatim bersepakat masing- masing untuk berkirim surat ke Biro Hukum Pemprov Jatim. Intinya, meminta Pemprov untuk tidak mengesahkan Raperda Perubahan RTRW Kota Batu. [nas]

Tags: