DPRD Jatim Dorong Pemerintah Tertibkan Penambangan Ilegal

Salah satu penambangan pasir ilegal di Jabon sidoarjo.

DPRD Jatim, Bhirawa
Komisi D DPRD Jatim meminta pemerintah serius membenahi aktivitas penambangan yang berpotensi menyalahi aturan. Selain pengawasan, penegakan hukum dan penerapan regulasi perizinan juga harus ditingkatkan. Pasalnya, saat ini ada 400 penambangan ilegal di Jatim.
“Sesuai dengan tugas kedewanan, tentu hal semacam ini dalam pengawasan kami, apalagi terkait perizinan. Kalau melanggar aturan kami akan minta pihak berwenang menindaknya,” ujar Politisi asal Fraksi Demokrat Jatim, Samwil, Rabu (28/11) kemarin.
Menurut dia, peran Pemerintah Daerah sangat dibutuhkan untuk melakukan pengawasan dan penindakan termasuk pemberian sanksi. Sesuai dengan Tupoksi yang diatur UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, pengawasan menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi dan Pusat. “Sanksi atas pelanggaran hukum tergantung tingkat kesalahannya, bisa peringatan, pencabutan izin, dan pidana/denda,” tegas Samwil Politisi asal Dapil Gresik – Lamongan ini.
Sementara itu Kepala Dinas ESDM Jatim, Setiajid membenarkan saat ini ada 400 penambangan ilegal di Jatim. Menurutnya penambangan yang tidak memiliki ijin ini bukan berasal dari migas karena membutuhkan biaya mahal.
Setiajid mengatakan kebanyakan penambangan illegal ini berasal dari tambang galian C dan logam emas. Pelanggaran tersebut menurutnya yakni proses izin tidak sesuai prosedur yang ada atau tidak sesuai aturan. “Tambang ilegal itu merusak lingkungan dan merugikan Negara,” katanya.
Mantan Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Jatim ini mengatakan pemerintah terus membina penambang ilegal. Bahkan ia menargetkan tak ada lagi pertambangan ilegal di Jatim pada 2019. “Kalau tidak patuh dengan aturan pemerintah akan mengambil tindakan tegas dengan cara menutup paksa aktivitas pertambangan itu,” ujarnya.
Setiajid menambahkan, penambangan ilegal itu kebanyakan berada Madura, Pacitan, dan daerah Tapal Kuda meliputi Pasuruan bagian timur, Probolinggo, Lumajang, Jember, Situbondo, Bondowoso, dan Banyuwangi. “Sedangkan untuk Blitar, Lumajang, Jember, Malang, Blitar, Trenggalek dan Tulungagung memang belum tergarap secara maksimal,” jelasnya. [geh]

Tags: