Gubernur Jatim Imbau Jangan Isolasi Pengidap HIV/AIDS

Gubernur Jawa Timur Dr. H. Soekarwo menandatangani persetujuan bersama Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pembentukan Produk Hukum Daerah dan Penanggulangan HIV/AIDS di Gedung DPRD Jatim, Jalan Indrapura Surabaya, Senin (17/12) kemarin. [Gegeh Bagus Setiadi/bhirawa]

(Dua Raperda Disahkan)

DPRD Jatim, Bhirawa
Setelah melalui proses panjang, DPRD Jawa Timur akhirnya mensahkan dua rancangan peraturan daerah (raperda) menjadi peraturan daerah (perda). Kedua perda itu adalah penanggulangan HIV/AIDS dan pembentukan produk hukum daerah. Pengesahan kedua raperda tersebut dilakukan saat rapat paripurna masa persidangan III tahun sidang 2018 DPRD Jatim, Senin (17/12) kemarin.
Gubernur Jawa Timur Dr H Soekarwo menandatangani langsung persetujuan tersebut. Gubernur Jatim yang akrab disapa Pakde Karwo itu mengatakan, kedua Raperda yang dibahas bersama pimpinan dan anggota DPRD tersebut dinilai sangat penting.
Menurutnya, raperda tersebut merupakan salah satu wujud kehadiran Pemprov Jatim dalam upaya melindungi dan melayani masyarakat, utamanya untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS.
“Sebetulnya, yang paling dasar substansinya adalah pengakuan terhadap masyarakat yang kena HIV/AIDS yang kemudian dia diisolasi dan dipinggirkan di lingkungan masyarakat, intinya disitu,” terangnya saat ditemui Bhirawa usai Paripurna.
Menurutnya, tugas pemerintah harus semakin intensif menanggulangi HIV/AIDS, seperti melakukan sosialisasi. Yang paling dasar atau substansinya adalah pengakuan terhadap yang terkena HIV/AIDS.
“Mereka jangan diisolasi atau dipinggirkan dalam lingkungan masyarakat. Mereka adalah anggota masyarakat yang perlu dilindungi dengan berbagai pengobatan dan sebagainya,” kata orang nomor satu di Jatim ini.
Dikatakan, pengaturan yang cukup komprehensif harus dilakukan baik oleh pemerintah provinsi, stakeholder, maupun masyarakat dalam mengupayakan penanggulangan HIV/AIDS. Utamanya bagi para penyandang HIV/AIDS.
Ia berharap, raperda ini dapat membawa dampak positif dan dapat dilaksanakan secara efektif. Sehingga keinginan bersama agar HIV/AIDS tidak menjadi ancaman dalam kehidupan, serta penyebarannya dapat diminimalisir.
Terkait perda pembentukan produk hukum daerah, Pakde Karwo menjelaskan, kalau raperda tersebut dibuat untuk landasan hukum bagi pemerintah daerah dalam menjalankan fungsinya, yakni mengatur, mengurus, melayani, memberdayakan dan melakukan perlindungan hukum terhadap masyarakat.
Menurutnya, produk hukum yang baik harus memenuhi syarat materiil dan formil dalam pembentukannya, yakni dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dengan prosedur yang benar. Apabila kedua syarat tersebut tidak terpenuhi, akan terdapat konsekuensi hukum tertentu, dan rawan dijadikan obyek gugatan dan berpotensi dibatalkan.
“Oleh karenanya diperlukan suatu ketentuan yang dijadikan sebagai pedoman atau panduan dalam penyusunan sebuah produk hukum,” ujarnya.
Dijelaskan, pembentukan produk hukum yang diterbitkan bukan untuk memenuhi persyaratan formil dan materil saja. Tetapi juga berhubungan dengan percepatan dan ketepatan waktu dalam penyusunan produk hukum, serta untuk tertib administrasi yang sangat berhubungan dengan capaian kinerja pemerintahan.
Dalam kesempatan itu terdapat lima agenda yang dirapatkan antara lain laporan/rekomendasi Pansus Pembahasan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir Masa Jabatan Gubernur Jawa Timur Periode 2014-2019, tanggapan dan atau jawaban fraksi atas Pendapat Gubernur terhadap Raperda tentang Ketentraman, Ketertiban Umum dan Perlindungan Masyarakat.
Selain itu, juga mengagendakan pendapat akhir fraksi-fraksi terhadap dua Raperda Inisiatif DPRD Pembentukan Produk Hukum Daerah dan Penanggulangan HIV/AIDS, pengambilan keputusan terhadap dua Raperda tersebut, serta penyampaian usul Raperda tentang Penanaman Modal. (geh)

Tags: