E-Court dan Dunia Baru Peradilan Indonesia

Oleh :
Ubed Bagus Razali
Hakim Pengadilan Agama Selatpanjang

Berperkara secara sederhana, cepat dan biaya ringan di Pengadilan kini sudah bukan lagi sekedar slogan, harapan, serta cita-cita dari masyarakat pencari keadilan di Indonesia. Sebab, Mahkamah Agung (MA) telah melakukan terobosan yang mampu yang membawa peradilan di Indonesia memasuki dunia baru, sekaligus mewujudkan harapan dan cita-cita masyarakat pencari keadilan untuk berperkara dengan sederhana, cepat, serta biaya ringan di Pengadilan. Inovasi terobosan yang dilakukan oleh MA tersebut adalah e-court.

E-court adalah layanan pendaftaran perkara secara online (e-filling), layanan pembayaran panjar biaya perkara secara online (e-payment) dan layanan pemanggilan sidang secara online (e-summons) yang diterapkan oleh 3 (tiga) lingkungan peradilan berada dibawah MA, yang meliputi: peradilan umum (PN), peradilan agama (PA), dan juga peradilan tata usaha negara (PTUN) berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018 tentang Administasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik.

Untuk mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan melalui e-court, maka pada tanggal 19 Agustus 2019 MA kembali menghadirkan layanan persidangan online (e-litigation). Kehadiran e-litigation yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik berhasil mendapatkan respon yang positif dari berbagai pihak, mulai dari masyarakat pencari keadilan (justicia bellen) hingga advokat. Hal tersebut terbukti dengan meningkatnya jumlah perkara e-court yang diterima, dimana pada tahun 2018 jumlah perkara e-court yang diterima oleh 3 (tiga) lembaga peradilan dibawah MA, yang meliputi: peradilan umum (PN), peradilan agama (PA), serta peradilan tata usaha negara (PTUN) hanya 907 perkara, namun pada tahun 2019 mengalami peningkatan secara signifikan menjadi 47.244 perkara.

Meningkatnya jumlah perkara e-court tidak lepas dari mudahnya melakukan pendaftaran perkara, biaya berperkara menjadi lebih murah dan mampu memangkas jadwal sidang karena masyarakat pencari keadilan dan advokat hanya perlu datang di persidangan pada saat agenda pembuktian saja karena penyampaian jawaban, replik, duplik, kesimpulan, dan putusan dapat dilakukan secara online melalui email.

Selain itu, inovasi terobosan yang dilakukan MA dengan memanfaatkan teknologi digital ini juga dilatarbelakangi 3 (tiga) hal penting, yaitu: pertama, misi MA dalam cetak biru tahun 2010-2035 adalah berkomitmen memberikan pelayanan berkeadilan bagi masyarakat pencari keadilan, kedua, e-court merupakan respon terhadap program prioritas nasional dalam rangka meningkatkan indeks kemudahan berusaha atau Ease of Doin Business (EODB) sebagaimana yang tertuang pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, ketiga kehadiran -court membuat pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih mudah, murah, dan efisien. (Syamsul Maarif, Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik, Suatu Pengantar).

Dengan mensinergikan perkembangan teknologi informasi (TI) serta hukum acara (IT for judiciary) melalui e-court, MA berupaya membuka kran transparansi dan akuntablitas terkait proses dan mekanisme persidangan yang selebar-lebarnya kepada publik, khususnya kepada masyarakat para pencari keadilan di Indonesia. Bahkan, output dari pelaksanaan persidangan, berupa: putusan ataupun penetapan, juga dapat diakses dengan sangat mudah oleh masyarakat melalui layanan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) dan layanan Direktori Putusan.

Transparansi dan akuntablitas di dalam dunia peradilan melalui pemanfaatan teknologi informasi sangatlah penting. Karena, dengan mengimplementasikan sistem peradilan modern berbasis e-court, selain dapat meminimalisir intensitas pertemuan antara aparatur pengadilan dengan para pihak berperkara, juga dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap proses penegakan hukum (law enforcement) dan sistem peradilan di Indonesia dari anggapan yang berkembang di sebagian kalangan bahwa proses penegakan hukum di pengadilan sangat lama, rumit, berbiaya mahal, dan putusan atau penetapannya sulit di eksekusi.

Dengan mengembangkan sistem peradilan modern berbasis e-court yang transparan dan akuntabel, upaya mewujudkan peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan, bukan hal yang mustahil untuk dilakukan. Sebab, selama tahun 2019 lalu MA berhasil memutus 20.021 perkara dari 20.276 jumlah beban perkara yang ada, sehingga hanya menyisakan 255 perkara. Dengan pencapaian tersebut, maka sisa perkara tahun 2019 menjadi yang terendah sepanjang sejarah MA.Selain dapat meningkatkan produktivitas penyelesaian perkara, sistem peradilan modern berbasis e-court yang dikembangkan oleh MA ini berhasil mendapat pujian Presiden Joko Widodo karena mampu mewujudkan peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan, juga dinilai turut membantu meningkatkan peringkat Indonesia dalam indeks negara dengan kemudahan berbisnis (Ease of Doing Bussiness) yang dibuat oleh Bank Dunia (World Bank) tahun 2018 lalu, dari peringkat 91 naik ke peringkat 72.

———- *** ———-

Tags: