Edukasi Remaja Pra Nikah Cegah Bayi Stunting

TP PKK Kab Sidoarjo bersama para remaja pra nikah yang ada di Kab Sidoarjo. [alikus/bhirawa]

Sidoarjo, Bhirawa
Remaja di Kab Sidoarjo yang akan menikah diharakan supaya benar-benar siap lahir dan batin. Salah satunya untuk bisa mencegah anak-anak yang kelak akan dilahirkan tidak sampai mengalami gizi buruk yang bisa menjurus pada kasus stunting.

Ketua TP PKK Kab Sidoarjo, Sa’adah Ahmad Muhdlor mengatakan sesuai data intervensi gizi buruk per 23 November 2020 lalu, data stunting banyak terjadi di 5 desa. Diantaranya Desa Kupang Kec Jabon, Desa Kedungrejo, Desa Tambakkalisogo Kec Jabon, Desa Ngingas Kec Waru dan Desa Wedi Kec Gedangan.

“Tak hanya dari orang tua saja untuk mencegah kasus stunting ini. Tapi banyak. Misalnya dari kader kesehatan, kader Posyandu, PKK dan Pemerintah,” kata istri Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor, saat menggelar sosialisasi dampak stunting, kurang gizi, obesitas pada bayi dan Balita, Rabu (2710) kemarin, di pendopo Delta Nugraha.

Harapan dari sosialisasi itu, kata neng Shasa, untuk mengedukasi remaja pra nikah dalam masalah kesehatan reproduksi. Agar para remaja yang akan menikah siap menghadapi masa kehamilan.

Selain remaja pra nikah yang ikut dalam acara itu, sebanyak 36 pasangan dari 18 Kecamatan, para anggota PKK kecamatan dan PKK desa yang juga ikut diundang, bisa menyebarkan masalah pentingnya kesiapan sebelum menikah tersebut kepada masyarakat lainnya.

Salah satu narasumber dari Kemenag Kab Sidoarjo, Drs Khoidar, mengatakan terjadinya kasus stunting selain dicegah dengan aspek kesehatan, juga bisa dicegah secara agama. Diantaranya para calon pasangan mendapatkan restu dari orang tua. Mohon do’nya supaya diberikan kebaikan diri sendiri, keluarga dan keturunan.

Kabid Kesehatan Masyarakat Dinkes Kab Sidoarjo, Sri Andari SKM MKes, menjelaskan kasus stunting memang tidak hanya terjadi pada saat kelahiran bayi saja. Namun juga dipengaruhi dari proses panjang sebelum bayi tersebut lahir.

“Misalnya dari kesehatan sang ibu.Kalau ibunya kurang gizi, ada kemungkinan besar bayi yang dilahirkan, kalau tidak segera dapat layanan kesehatan yang maksimal, akan bisa menjadi bayi yang stunting,” jelasnya.

Andari juga menjelaskan kondisi stunting tidak hanya karena faktor genetik. Tapi yang sangat dominan adalah karena faktor salah asuh. Faktor genetik hanya 5% saja.

Kab Sidoarjo menurutnya pada tahun 2013 lalu, pernah menjadi locus stunting. Karena dari hasil riset kesehatan dasar Kemenkes angka kasus stuntingnya tinggi, yakni 21%. Kemudian pada tahun 2018 juga sempat tinggi yakni sebesar 27%.

Kemudian pada tahun 2019, dari hasil study status gizi Indonesia (SSGI) , kondisi status stunting di Kab Sidoarjo sebesar 13.24%. Angka tersebut menjadikan kondisi kasus stunting di Kab Sidoarjo paling rendah nomor dua dari 38 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur.

“Hasil SSGI tahun 2021 sudah dilakukan, hanya saja datanya masih belum keluar,” lanjutnya.

Hadir dalam kesempatan itu, Arzeti Bilbina, anggota DPR RI Dapil Sidoarjo dan Surabaya. Dirinya akan terus berupaya supaya masalah kasus stunting di wilayah Kab Sidoarjo bisa terus ditekan. (kus)

Tags: