Eks Ka Daop VIII Pakai Jurus Lupa dalam Kesaksian

[Sidang Kasus Penganiayaan Oleh Polsuska]
PN Surabaya, Bhirawa
Akhirnya mantan Kepala Daerah Operasi (Ka Daop) VIII Surabaya Maulana Nurcholis memenuhi panggilan sebagai saksi sidang kasus penganiayaan oleh Polisi Khusus Kereta Api (Polsuska) di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (25/3). Saat dicecar pertanyaan oleh Majelis Hakim, Maulana sering menyatakan lupa.
Jurus lupa ini benar-benar digunakan maulana dalam persidangan, bahkan Ketua Majelis Hakim Ekowati Hari Wahyuni terkait berapa lama dirinya menjabat sebagai Ka Daop VIII, ia menjawab kalau dirinya sudah lupa akan berapa tahun dirinya menjabat.
“Maaf Majelis Hakim, saya lupa berapa tahun menjabat sebagai Ka Daop VIII,” katanya di depan Majelis Hakim, Selasa (25/3).
Hakim Ekowati menayakan pada saksi terkait tupoksinya selama menjabat sebagai Ka Daop VIII. Maulana menjelaskan, adapun tupoksi atas dirinya pada saat menjabat sebagai Ka Dap VIII adalah harus mengamankan seluruh aset milik PT KAI yang haknya dimiliki orang lain dan tanpa ada izin terhadap PT KAI.
Terkait kejadian pengeroyokkan yang dilakukan dua orang Polsuska yakni Irfan Aminudin dan Achmad Syawaludin Prajahilal Karim,  Maulana menerangkan bahwa dirinya hanya berusaha mengamankan saet milik PT KAI.
“Kami melakukan pengamanan tanpa ada kekerasan. Karena anggota sudah dilatih untuk tidak menggunakan kekerasan dalam pengamanan,” ujarnya.
Hakim Ekowati menambahkan, kalau memang mekanisme pengamanan itu dilakukan dengan sewajarnya, kenapa ada kasus penganiayaan yang dilakukan oleh dua orang Polsuska? “Untuk mekanisme secara detailnya, hakim tentunya sudah mengerti pada saat kesaksian Djainuri di PN sebelumnya,” terangnya.
Padahaln sebelumnya dalam keterangannya di PN Surabaya, Djainuri sempat mencabut salah satu pernyataannya dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan) yang dibuat di kepolisian. Pernyataan yang dicabut tersebut, terkait dengan peran dari Ka Daop Maulana Nurcholis, saat penganiayaan terjadi.
“Izin pak Hakim, keterangan dalam BAP itu salah. Yang benar adalah perintah pengamanan aset bukan pengosongan aset seperti yang tertera dalam BAP,” urai Djainuri di persidangan pekan lalu.
Mendengar perkataan saksi atas dirinya, Hakim Ekowati mengatakan pada saksi agar keteranganya dalam persidangan jangan berbelit-belit. “Yang saya tanya hanya mekanisme pengamanannya, bukan keterangan saksi sebelumnya. Saya minta bapak jangan berbelit-belit dalam memberikan kesaksian,” tegasnya.
Seperti diketahui, dua orang Polsuska yakni Irfan Aminudin dan Achmad Syawaludin Prajahilal Karim, didakwa melanggar pasal 170 ayat (1) KUHP tentang pengeroyokan. Keduanya didakwa telah melakukan penganiayaan terhadap tiga korban, Sugiarto, Adi Serbadi, dan Isnaini Joe Jarwanto, dari PT Sumber Sejahtera Lestari Lombok, penyewa di Kompleks Ruko Semut. [bed]

Tags: