Ekstra Hati-hati di Wilayah Rentan Korupsi

FAKPI Pertemukan KPK, Jaksa dan Pemerintah dengan Pelaku Pengadaan
Pemprov, Bhirawa
Aktifitas pengadaan barang dan jasa menjadi salah satu wilayah paling disorot oleh aparat penegakan hukum. Wilayah tersebut dinilai memiliki kerentanan yang cukup tinggi terhadap tindak pidana korupsi. Karena itu, dibutuhkan kehati-hatian ekstra dan pemahaman yang memadahi bagi pelaku pengadaan barang dan jasa.
Berbagai persoalan seputar pengadaan tersebut menjadi pembahasan utama Forum Ahli Kontrak Pengadaan Indonesia (FAKPI) dalam seminar nasional bertajuk ‘Kontrak Permasalahan dan Solusinya’.
Ketua FAKPI M Alfian Amri menuturkan, para pelaku pengadaan harus ekstra hati-hati dalam melaksanakan tugasnya. Sebab, banyak temuan korupsi itu terjadi di wilayah pengadaan barang dan jasa. Tapi ke depan, harus ada komitmen bahwa bekerja itu harus aman dari masalah hukum. “Kita akan terus mengawal selama proses kontrak. Karena mungkin mereka pelaku pengadaan ini juga belum paham tentang teknis melaksanakan kontrak yang benar,” tutur Alfian di sela-sela seminar nasional yang digelar di Sheraton Hotel, Surabaya, Rabu (30/10).
Saat ini, lanjut Alfian, pelaksanaan tender telah didukung dengan sistem digital. Namun, tidak dipungkiri bahwa masih juga terjadi penyimpangan di wilayah ini. Itu yang harus terus dibenahi di mana titik lemah penyimpangan itu. “Sepanjang yang saya tahu memang ada semacam komitmen fee yang sebenarnya tidak dianjurkan. Karena itu, untuk menghindarinya transaksi pengadaan itu harus berbasis online,” ungkap dia.
Di sisi lain, tindakan tidak terpuji dengan memberikan komitmen fee juga tergantung pada pribadi masing-masing pelaku pengadaan. “Jadi selain teknologi ini juga berkaitan dengan integritas seseorang. Moral hasratnya harus ditanamkan. Intinya teknologi dan integritas harus seiring,” tandasnya.
Sementara itu, ketua panitia seminar nasional FAKPI Slamet Suhariadi menuturkan, dalam forum tersebut sengaja dipertemukan sejumlah pihak yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa. Di antaranya ialah Kejaksaan, Inspektorat, LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa) serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pihaknya mengaku, selama ini pelaku pengadaan diliputi ketakutan untuk melaksanakan tugasnya. Takut diperiksa jaksa, takut dituduh korupsi. Karena itu, dalam forum ini akan dibedah mulai dari aturan di wilayah kejaksaan dan aparat penegak hukum lainnya.
“Kekhawatiran teman-teman mungkin selama ini ada oknnum. Kalau jaksa ini kan sebenarnya sahabatnya pengadaan. Tugasnya penegakan hukum bila melanggar aturan. Kalau tidak melanggar aturan tidak perlu takut,” tutuk Slamet.
Menurut Slamet, pengadaan merupakan salah satu ruang yang memiliki potensi tertinggi dalam tindak pidana korupsi. Karena itu, FAKPI hadir untuk membantu dan mendampingi kontrak. “Jika ada pelaku pengadaan barang dan jasa khawatir untuk melaksanakan tugasnya, kami siap mendampingi,” tambah Slamet.
Sementara itu, Asisten Bidang Perekonomian Setdaprov Jatim Wahid Wahyudi yang juga hadir mengungkapkan, forum tersebut harus dimanfaatkan untuk menyamakan persepsi terhadap berbagai persoalan pengadaan yang kerap terjadi.
Di antaranya, Wahid menegaskan, jika ada temuan pekerjaan dan pengelola keuangan telah mengembalikan ke kas negara, apakah masih ada tanggung jawab bagi pengelola keuangan? Kedua, pengadaan dimenangkan oleh pihak ketiga yang menawarkan harga paling rendah, apakah bisa ditolak ole PPK (Pejabat Pembuat Komitmen). “Jika itu diperbolehkan, makan akan menimbulkan banyak gugatan dari pihak ketiga,” ungkap Wahid.
Selanjutnya, Wahid juga mempertanyakan kewenangan PPK dalam mengakomodir paket pekerjaan. “Berapa banyak seorang PPK itu bisa menangani pekerjaan. Ini harus dirumuskan oleh FAKPI dengan permasalahan-permasalahan teknis lainnya yang masih banyak,” pungkas Wahid. [tam]

Tags: