Fasilitas Haji 2021 Lebih Baik

Kanjeng Nabi SAW dan Sunan Kalijaga Juga Tunda Haji

Oleh :
Yunus Supanto
Wartawan Senior Penggiat Dakwah Social dan Politik

Melaksanakan ibadah haji, bukan mudah. Sejak awal, rukun (ritual) haji merupakan “napak tilas” kesulitan yang dialami Nabi Ibrahim a.s (serta nabi-nabi lain). Berujung akhir pada ritual wukuf di padang Arofah, menjalani perenungan Ke-agung-an Ilahi, dan peng-hamba-an (ke-rendah-an) manusia di hadapan Ilahi. Seluruh nabi-nabi, menjalani wukuf di Arofah. Walau harus menjalani perjalanan jauh dari kawasan dakwahnya, menaklukkan kegersangan alam. Juga ancaman keamanan.

Sulitnya naik haji sudah berlangsung sejak lama. Bagai sunnah rasul. Karena Kanjeng Nabi SAW juga pernah mengalami penundaan ibadah haji selama setahun. Yakni ketika Rasulullah SAW dengan rombongan seribu-an orang berniat melaksanakan ibadah haji pertama (bulan Maret) tahun 628 masehi. Namun otoritas Mekkah ketika itu meminta penundaan. Alasannya, agar penduduk Mekkah (yang saat itu belum Islam) bisa mempersiapkan sarana dan prasarana untuk umat muslim.

Mempersiapkan Makkah untuk ibadah haji, merupakan bagian dari “Pejanjian Hudaibiyah.” Umat Islam melaksanakan haji pertama, secara resmi pada tahun 629 Masehi (tahun ketujuh Hijriyah). Sejak saat itu, perkembangan agama Islam makin pesat, diikuti suku-suku sekitar padang pasir. Saat ini, seluruh penghuni kota Makkah, dan Madinah, hanya orang yang beragama Islam. Pelayanan ibadah haji semakin baik. Namun tercatat pula insiden politik, dan konflik bersenjata, berakibat penutupan akses masjidil Haram.

Namun penyebab penundaan ibadah haji bisa bermacam-macam, termasuk keamanan dalam perjalanan. Bahkan dikisahkan dalam hadits, penundaan ibadah haji karena menolong kerabat yang sakit, juga bernlai mabrur (haji yang sempurna). Begitu juga yang dialami Sunan Kalijaga, harus menunda melanjutkan perjalanan haji (dengan kapal laut), setelah dicegah oleh Syeh Maulana Maghribi. Walau perjalanan sudah sampai di perairan Malaysia. Khawatir umat Islam Jawa akan berubah akidah, Sunan Kalijaga memilih menunda berangkat haji.

Raden Syahid (Sunan Kalijaga) kembali ke Tuban (Jawa Timur) menguatkan dakwah, dan akidah umat Islam yang masih rawan. Dalam suluk Wujil Syeh Maulana Maghribi mengajarkan melalui syair, kepada Sunan Kalijaga. Ajaran tentang haji itu adalah (terjemah dalam bahasa Indonesia), “… tidak ada yang bisa mencapai tujuan mabrur, kalaupun ada bekal sampai haji mabrur, pastilah bukan rupiah atau dinar, melainkan keberanian dan kesanggupan untuk mati serta sabar dan ikhlas selama hidup di dunia.”

Ditunda Makin Diminati

Pada zaman kolonial, VOC (Belanda) sangat dendam sengit terhadap calon haji, dan orang-orang yang baru pulang dari ibadah haji. Menurut catatan sejarah (oleh MC Ricklef), VOC pernah merampas uang emas bekal ibadah haji. Pada tahun 1642, utusan Sultan Agung akan melaksanakan ibadah haji, menumpang kapal Inggris. Namun dicegat di eprairan Batavia. Tetapi pada tahun 1646, uang yang dirampas VOC dikembalikan, sebagai bagian perjanjian damai dengan raja Mataram, Amangkurat I.

Menurut sejarawan Ahmad Mansur Suryanegara (dalam buku “Api Sejarah”) pada tahun 1651, Gubernur Jenderal Reyneirs, mengeluarkan dua kali ordonantie (peraturan). Isinya, melarang seluruh kegiatan ke-agama-an komunal, kecuali ritual agama yang dianut Reyneirs. Larangan berlangsung hingga tahun 1691, pada masa Gubernur Jenderal Campoeijs. Selama itu pula tiada pemberangkatan jamaah haji dari Indonesia. Kecuali dilaksanakan secara individual, sembunyi-sembunyi.

Tetapi larangan berhaji oleh VOC, sekaligus juga dijadikan “senjata” membujuk raja-raja di seantero Nusantara. Antara lain, izin haji naik kapal VOC kepada Pangeran Abdul Qohhar (putra raja Banten Sultan Ageng Tirtayasa). Namun berbagai penundaan tidak menyurutkan hasrat masyarakat menunaikan ibadah haji. Pelaksanaan haji pada tahun 1440 Hijriyah (tahun 2019) diikuti 3 juta-an umat Islam dari seluruh penjuru dunia.

Padahal pemerintah Kerajaan Arab Saudi tidak pernah memberlakukan “open visa” (bebas berhaji) untuk haji. Bahkan selalu dibatasi dengan kuota terhadap negara-negara anggota OKI (Organisasi Konferensi Islam). Kuota hanya sebesar 0,1% dari jumlah penduduk beragama Islam suatu negara mayoritas muslim. Termasuk daftar tunggu haji di Indonesia, sudah mencapai (rata-rata) antre 25 tahun. Padahal kuota haji Indonesia sudah mencapai 221 ribu visa calon jamaah.

Kerinduan dan hasrat ber-haji muslim Indonesia, sebagian besar dialihkan pada pelaksanaan “haji kecil” (umroh). Catatan Kementerian Agama RI, memperkirakan sebanyak 1,26 juta jamaah telah melaksanakan umroh pada tahun 2019. Laju pertambahan jamaah umroh Indonesia per-tahun diperkirakan sampai mendekati 20%! Indonesia secara resmi tidak memberangkatkan jamaah calon haji (JCH) tahun ini, seluruhnya dialihkan pada tahun 2021.

Untuk pertama kalinya sejak Indonesia merdeka, kafilah calon haji Indonesia tidak diberangkatkan. Walau sebenarnya, kawasan al-haramain (dua kota suci, Makkah, dan Madinah), telah mulai “new normal.” Tetapi pembukaan al-Haramain tidak cukup waktu (terlambat) untuk pengurusan pemberangkatan ibadah haji. Karena sampai awal Juni (2020), pemerintah Kerajaan Saudi Arabia belum membuka akses layanan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1441 Hijriyah (2020).

Layanan Lebih Baik

Aspek menjaga keselamatan jiwa (hifdz an-nafs), menjadi syarat utama “kewajiban” haji, selain syarat mampu secara finansial, dan kekuatan fisik. Dalam sejarah ke-haji-an, selama dua abad terakhir, kawasan masjidil Haram ditutup sebanyak 4 kali akibat wabah. Ka’bah pernah ditutup karena epidemi, dan wabah kolera, sehingga ibadah haji ditiadakan. Kolera menjadi penyebab pembatalan haji yang paling sering.

Indonesia secara lex specialist, memiliki payung hukum ibadah haji. Yakni Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Di dalamnya diamanatkan kewajiban negara (pemerintah). Terutama menjamin pelayanan, pembinaan dan perlindungan. Secara khusus disebutkan pembinaan aspek kesehatan. Dalam pasal 32 ayat (2), dinyatakan, “Menteri bertanggung jawab terhadap pembinaan kesehatan Jemaah Haji sebelum, selama, dan setelah melaksanakan Ibadah Haji.”

Peniadaan haji Indonesia diakui sebagai keputusan yang sangat sulit. Karena tidak terjadi selama pemerintah mengurus ke-haji-an. Walau pemerintah telah berpengalaman mengurus persiapan ibadah, lebih dari 60 tahun musim haji. Namun musibah pandemi global, wajib direspons sesuai akidah agama. Tetapi penundaan akan “terbayar” dengan kemudahan pelaksanaan ibadah haji tahun depan (2021).

Pelaksanaan ibadah haji semakin mudah, dan nyaman, sejak awal kedatangan di bandara Madinah, maupun bandara Jeddah. Berbagai kemudahan diantaranya, hantaran jamaah menuju halte bus menggunakan mobil golf. Serta penyediaan konsumsi (makan) masakan khas Indonesia. Juga layanan kesehatan lebih baik. Jamaaah yang sakit bisa memperoleh kemudahan pada setiap ritual haji, dengan menggunakan motor-matic roda tiga.

Kendaraan matic digunakan untuk thawaf (tujuh kali mengelilingi Ka’bah), dan sa’i (berjalan cepat antara bukit shafa-Marwa) tujuh kali trip. Disediakan jalur khusus thawaf, dan sa’i, sehingga bisa dilakukan lebih nyaman. Masing-masing bertarif 50 riyal (sekitar Rp 200 ribu). Bisa dibayar dengan uang rupiah pecahan Rp 50 ribu atau Rp 100 ribu. Sebelumnya, digunakan kursi roda dengan tarif (tawar menawar), dengan rata-rata seharga Rp 1 juta.

Pada proses melepas pulang jamaah haji Indonesia, pemerintah Arab Saudi sedang mematangkan prosedur “eyab” (kepulangan yang mudah). Kepulangan ke Indonesia tidak melalui terminal khusus haji (yang sangat padat pada musim haji). Melainkan di terminal umum (yang lebih lowong), pada lokasi khusus bertenda seperti saat di Mina. Selain terdapat kantin, dan tempat istirahat, serta diselenggarakan siaran eksibisi yang menarik. Juga tidak perlu lagi antre menyerahkan paspor, cukup cek sidik jari.

Jamaah haji Indonesia patut memperoleh kemudahan layanan terbaik. Karena memiliki simpanan dana abadi umat sebesar Rp 100 trilyun (catatan tahun 2018, bertambah besar tiap tahun). Dengan anggaran itu jamaah haji Indonesia bisa menyewa berbagai akomodasi, termasuk pemondokan haji yang dekat dengan masjidil Haram, dan masjid Nabawi (di Madinah).

——— 000 ———

Rate this article!
Tags: