Festival Probolinggo Tempoe Doeloe 2018

Kirab gunungan mangga ramaikan probolinggo tempo doeloe.

Ajang Pasar Rakyat dan Panggung Berbagai Seni Tradisional
Probolinggo, Bhirawa
Kota Probolinggo kembali punya hajat. Yakni Festival Probolinggo Tempoe Doeloe 2018 sekaligus pasar rakyat. Even yang juga merupakan momen memperingati maulid Nabi Muhammas SAW dibuka Wali Kota Probolinggo Rukmini, Rabu (28/11). Kegiatan berlangsung di alun-alun kota Probolinggo dari 28 November 2 Desember 2018.
Sekretaris Daerah (Sekda) dr. Bambang Agus Suwignyo mewakili walikota Rukmini, mengatakan Probolinggo Tempoe Doeloe sendiri, sejatinya merupakan event tahunan. Namun kali ini, pusat kegiatan dipindah. Sebelumnya digelar di halaman Museum Probolinggo, di jalan Suroyo, kini dipindahkan ke alun-alun. Dipindahkannya lokasi tersebut diharapkan lebih ramai dan meriah.
Berdasarkan data yang ada sekitar 60 stand bertema jaman dahulu dan 70 stand pasar rakyat.
Selama kegiatan berlangsung, panggung utama selebar 12×10 meter akan diisi kesenian tradisional yang tergolong jaman dahulu. Seperti ludruk khas Kota Probolinggo, campursari, tari kolosal, hingga kesenian Islami.
Kadisbudpar Pemkot Probolinggo, Tutang Heru Aribowo menuturkan pembukaan Probolinggo Tempoe Doeloe didahului dengan pawai Ta’aruf dari 10 TPQ di Kota Probolinggo, dan kirab gunungan mangga. Start dari Museum, finish di alun-alun, mendapat perhatian ribuan warga yag antusias melihatnya.
Lebih lanjut Tutang menjelaskan, lebih menarik lagi Kota Probolinggo punya ludruk Rukun Damai yang berdiri sejak 1935. Ludruk legendaris ini, akan tampil di Probolinggo Tempo Doeloe 2018 dan Pasar Rakyat Maulid Nabi Muhammad SAW 1440 H, Kamis (29/11). Ludruk kota Probolinggo punya daya tarik dan khasnya tersendiri.
“Ini karena ludruk Rukun Damai ada sejak jaman perjuangan. Sekarang generasi ketiga, Cak Mukadi Cs,” paparnya. Probolinggo termasuk daerah tapal kuda. Dikenal sebagai masyarakat pendalungan. Campuran Jawa dan Madura. “Jadi ludruk Probolinggo juga membawa corak budaya campuran ini, termasuk dari segi bahasanya,” lanjutnya.
Generasi pertama ludruk Rukun Damai adalah Mbah Josari, tampil dengan kelir (backdrop panggung) warna hitam dan kaca kecil- kecil. Penerangan lampu “oblik” (lentera). Generasi kedua Cokro Madi, yang juga sebagai tentara gerilyawan Indonesia. Sejak tahun 1950 kelir yang dipakai latar belakang panggung. Sampai sekarang, kekhasan ini dipertahankan Cak Mukadi dan akan dipentaskan di PTD ini. Selain ludruk, Probolinggo juga punya Jula Juli sendiri yang beda dengan daerah lain.
“Bahkan kami punya campursari dan keroncong sendiri. Semua kearifan lokal ini akan kami tampilkan bergantian,” tambahnya. [wap]

Tags: