Gasifikasi Sampah Menerangi Surabaya

Pertama di Indonesia, PLTSa Hasilkan Listrik 12 Megawatt
Surabaya, Bhirawa
Konsep smart city yang disandang Kota Surabaya diaplikasikan di semua bidang, termasuk pengelolaan lingkungan. Salah satunya, pengolahan sampah menjadi energi listrik yang telah sukses dikerjakan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo. Melalui proses gasifikasi, sampah yang melimpah akhirnya bisa menerangi Kota Pahlawan.

Kota Surabaya segera memiliki unit Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yang terbesar dan pertama di Indonesia. PLTSa di TPA Benowo ini merupakan kerjasama antara Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dengan PT Sumber Organik (SO) yang menggunakan teknologi Gasifikasi Power Plant. Dari teknologi gasifikasi itu mampu menghasilkan listrik 12 megawatt melalui pengolahan sampah 1000 ton per hari.

Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini mengatakan, bahwa saat ini pembangunan fisik PLTSa Benowo mencapai 100 persen. Saat ini tinggal menunggu datangnya ahli untuk memantau tahapan commissioning atau pengujian dengan melakukan pengecekan apakah sistem itu sudah berjalan dengan baik. Jika PLTSa ini resmi beroperasi, maka sampah di Surabaya dapat berkurang 1000 ton per hari.

“Dia (ahli) sebenarnya sudah (datang) bulan Februari. Karena ada Covid-19, jadi tidak bisa ke sini. Akhir Agustus dia berangkat dari Beijing untuk ke sini (Surabaya, red). Kalau itu sudah selesai sudah bisa dioperasionalkan,” kata Wali Kota Risma, Rabu (12/8/2020).

Wali kota perempuan pertama di Surabaya ini menjelaskan, dari 12 megawatt yang dihasilkan PLTSa Benowo itu, nantinya yang akan dijual kepada PLN sebanyak 9 megawatt. Sedangkan 2 megawatt dikonsumsi sendiri untuk kebutuhan operasional dan sisa 1 megawatt redundant.

“Jadi 2 megawatt untuk konsumsi (operasional) mereka (PT SO). Listriknya mereka gunakan sendiri, kan mereka juga butuh operasional. Nah, sisanya yang 9 megawatt itu dijual ke PLN dan masih ada redundant 1 megawatt,” papar dia.

Wali Kota Risma menyatakan, Pemkot Surabaya juga bakal dibantu Pemerintah Pusat untuk tipping fee sekitar 30 persen. Sebelumnya, ia mengaku telah bertemu dengan Presiden Joko Widodo saat menyampaikan kesiapan operasional PLTSa Benowo tersebut. “Alhamdulillah kita juga akan dibantu Pemerintah Pusat untuk tipping fee. Jadi kemarin kita sampaikan ke Pak Presiden kita akan dibantu 30 persen (tipping fee),” ungkap dia.

Deputy General Manager Business Unit PT Sumber Organik, Hari Sunjayana mengungkapkan, bahwa proses gasifikasi sampah di PLTSa Benowo kapasitasnya mencapai 1000 ton per hari. Dari kapasitas itu kemudian diolah menjadi energi listrik sekitar 12 megawatt. Sementara itu hasil listrik sekitar 9 megawatt dijual ke PLN. “Sedangkan kapasitas pembangkit kami itu 12 megawatt. Kita internal consumption artinya dipakai sendiri itu 2 megawatt,” kata Hari Sunjayana.

Pihaknya menyatakan, saat ini PT SO sudah mulai melakukan tahapan persiapan commissioning atau pengujian. Rencananya, pertengahan bulan Agustus ini, tim ahli akan datang ke Surabaya untuk memantau pengujian PLTSa di Benowo tersebut. “Ini kita sudah persiapan untuk komisioning. Mulai bulan Agustus ini sudah akan mulai datang (ahli),” pungkas dia.

Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya Eri Cahyadi menambahkan, sebanyak 1.300–1.500 ton sampah per hari diolah di TPA Benowo. Lahan 37,4 hektare tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik dalam waktu yang panjang. Yakni mengolah sampah menjadi sumber energy listrik.

Eri menceritakan, sebelumnya Pemkot Surabaya mengajukan dua syarat untuk perusahaan yang mengikuti lelang pengolahan sampah. Dua syarat tersebut yakni tentang kemampuan perusahaan memanfaatkan sampah menjadi energi terbarukan serta perihal sanitasi. Keduanya harus dipenuhi agar menang dalam lelang. Pada akhirnya, PT Sumber Organik memenangkan lelang. Investor itu bekerja sama dengan Pemkot Surabaya dengan perjanjian Build Operate Transfer (BOT) selama 20 tahun, terhitung sejak 8 Agustus 2012.

Pengolahan sampah menjadi listrik oleh PT Sumber Organik bukan sekadar demi mendatangkan keuntungan, namun untuk berinovasi agar lingkungan di Kota Pahlawan tetap terjaga. Bila pengelolaan sampah tidak dilakukan dengan baik, bakal berdampak buruk pada masyarakat. Sebab, sampah yang tak tertangani dengan benar dapat mengakibatkan banjir dan wabah penyakit.

Untuk hasil penjualan ke PLN, nominalnya bisa mencapai Rp2 miliar per bulan. Eri menuturkan kalau hal tersebut menjadi hak PT Sumber Organik. “Untuk pemasukan, itu merupakan sampingan yang dihasilkan sendiri oleh PT Sumber Organik. Jadi, tidak masuk PAD. Tapi pemkot tetap senang karena sampah dapat dimanfaatkan dengan baik,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Eri menjelaskan, sampah yang ada di perumahan warga dikumpulkan ke tempat pembuangan sementara (TPS). Kemudian, truk Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DRTH) mengangkut sampah dari TPS menuju TPA Benowo. Di tempat inilah, sampah dari seluruh penjuru kota diolah menjadi listrik.

Pengolahan sampah menjadi listrik di TPA Benowo sejalan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2018 tentang percepatan pembangunan instalasi pengolah sampah menjadi energi listrik berbasis teknologi ramah lingkungan yang disahkan pada April tahun lalu.

Koordinator Operasional TPA Benowo Muhammad Ali Asyhar menuturkan, mengubah sampah menjadi listrik memang bukan perkara mudah, namun PT Sumber Organik mampu mengolahnya dengan baik. Awalnya, sampah ditumpuk di satu lokasi, dipadatkan, lalu didiamkan. Gunungan sampah yang dipadatkan sebelumnya, dibentuk terasering agar pondasi tak longsor dan membahayakan pekerja. Tingginya juga tak boleh lebih dari 25 meter.

Sampah yang tertata rapi kemudian disemprot untuk meredam bau lalu ditutup menggunakan tiga jenis cover, yakni tanah, terpal, dan membran atau plastik hitam tebal. Perlahan, tumpukan sampah tersebut menghasilkan gas metan yang siap panen.

Kuantitas dan kualitas sampah tak stagnan, beberapa indikator menjadi faktor penentu. Di antaranya, kondisi musim dan jenis sampah. Beberapa jenis sampah juga butuh perlakuan khusus bergantung cuacanya. Hal itu untuk menjaga bakteri penghasil gas metan tetap terjaga dengan baik.

“Gas metan yang dipanen itu lalu dialirkan lewat pipa-pipa menuju mesin buatan produsen asal Austria. Dari situ, listrik dialirkan ke PLN lewat travo. Kami punya dua unit dan masing-masing mampu menghasilkan satu Megawatt,” imbuh Ali.

Keberhasilan PT Sumber Organik tak membuat mereka stagnan. Kini, TPA Benowo bersiap menerapkan sistem gasifikasi demi menghasilkan pasokan listrik yang lebih banyak. Selain itu, menurut Ali, teknologi gasifikasi lebih ramah lingkungan dan memiliki proses produksi yang lebih efektif karena tak perlu menunggu waktu satu bulan untuk dapat memanen gas.

“Caranya, sampah dibakar hingga jadi arang. Lalu, arang dipanaskan sampai suhu 1.000 derajat Celsius untuk mendidihkan air yang uapnya untuk menggerakkan turbin penghasil listrik berkapasitas 9 Megawatt. Sumber air akan diambil dari Sungai Romo. Sistem yang digunakan mirip Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) memakai batu bara,” tandasnya. [iib]

Rate this article!
Tags: