Geruduk DPRD Jawa Timur, Buruh Bawa Tiga Tuntutan

DPRD Jatim, Bhirawa
Ratusan buruh menggelar aksi di depan Gedung DPRD Jawa Timur, Selasa (25/8) kemarin. Massa aksi ini membawa tiga tuntutan.

Wakil Ketua DPW FSPMI KSPI Jatim, Nuruddin Hidayat mengatakan tuntutan pertama yakni soal penolakan Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja, khususnya masalah ketenagakejaan. Pihaknya menilai, RUU Cipta Karya atau yang juga dikenal Omnibus Law banyak mengancam nilai-nilai kesejahteraan buruh.

Beberapa diantaranya, potensi terbukanya kran lebih banyak tenaga kerja asing (TKA). Buruh khawatir masuknya TKA di semua lini mengancam pekerja lokal.

Selain itu, RUU Omnibus Law juga dikawatirkan berpotensi hilangnya upah minimum, pesangon dan kontrak kerja terus-menerus tanpa batas waktu dan jenis pekerjaan. “Kemudian, jaminan sosial terancam hilang dan mempermudah pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Serta hilangnya sanksi pidana untuk pengusaha pelanggar peraturan ketenagakerjaan,” ujar Nuruddin.

Tuntutan kedua, yakni soal pemutusan hubungan kerja (PHK). Di masa pandemi Covid-19 PHK mengancam banyak pekerja. “Padahal PHK alasan efisiensi dilarang oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusannya nomor: 19/PUU-IX/2011. Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa perusahaan tidak dapat melakukan PHK sebelum menempuh sejumlah upaya,” tegasnya.

Terakhir adalah masalah subsidi Rp 600 ribu yang dianggap diskriminatif. Program subsidi upah untuk pekerja buruh yang upahnya di bawah Rp 5 juta dirasa tidak adil, dan bedampak timbulnya kecemburuan sosial.

Persyaratan pekerja harus juga peserta BPJS Ketenagakerjaan yang badan usahanya aktif membaya iuran, rawan menimbulkan kegaduhan. Sebab, banyak pekerja yang tidak didaftarkan oleh pengusahanya kepada BPJS Ketenagakeraan. “Juga masih banyak pengusaha-pengusaha nakal yang menunggak membayar iuan BPJS Ketenagakejaan tersebut,” tandasnya.

Anggota Komisi E DPRD Jatim Hari Putri Lestari yang menerima pendemo mengatakan, semua tuntutan massa merupakan kewenangan pemerintah pusat. “Kami sifatnya hanya meneruskan. Karena yang godok sana (pemerintah pusat) ya,” kata Tari.

Selanjutnya, politkus PDI Perjuangan itu juga akan berupaya mempertemukan dengan pimpinan DPRD Jatim. Sesuai permintaan massa pendemo. “Mereka komplain. Hasil pertemuan tidak maksimal nanti kita temukan. Saya koordinasi dulu, lihat jadwal pimpinan. Kemudian dinas,” tegasnya.

Sementara itu, dalam pertemuan tersebut juga sempat dibahas terkait sistem pesangon yang pernah masuk dalam rancangan peraturan daerah (Raperda). Tari menyebut memang pihaknya di Komisi E DPRD Jatim sempat mengagendakannya.

Namun pertimbangannya, karena sudah dibahas Omnibus Law, maka tidak diagendakan. “Memang waktu itu kami agendakan, pertimbangannya oktober tapi adanya omnibus kami gak mau saling balapan antara perda dengan Omnibus Law,” tandasnya. (geh)

Tags: