Gratifikasi Resepsi Pernikahan

10gagasan-370x225 karikatur koropsiKalangan hakim dan beberapa penegak hukum lain, kini serius mencermati kasus gratifikasi yang berkaitan dengan adat budaya. Antara lain pemberian ‘taliasih’  pada momentum hari pernikahan berupa buwuhan (berupa uang atau barang) oleh tamu undangan maupun cenderamata oleh pihak pengundang. Mesti ekstra waspada memberi atau menerima buwuhan dari atasan maupun anak-buah dan rekanan.
Beberapa pihak sudah ekstra hati-hati pada saat menyelenggarakan hajatan. Misalnya pada hajat mantu pakde Karwo (3 tahun lalu) di dalam undangan sudah tertulis “tidak menerima pemberian/sumbangan berupa apapun, uang atau barang.” Tidak cukup dengan itu, di dalam gedung (Barunawati, Perak, Surabaya) tempat berlangsung resepsi dituliskan kalimat yang sama. Begitu pula pada pernikahan kedua Hidayat Nur Wahid (selaku Ketua MPR ketika itu) dilakukan “warning” yang sama, plus laporan ke KPK pasca-resepsi.
Tetapi penyuap, memang sangat keterlaluan. Bisa mendompleng momentum apapun untuk menyusupkan gratifikasi. Banyak jenis gratifikasi yang bisa “dimainkan” oleh penyuap, yang paling umum (dan enteng) berdalih entertainment (berbagai hiburan) mulai kelas murahan sampai yang bertarif puluhan juta. Ini terungkap pada fakta persidangan yang menghukum dua hakim Tipikor Jawa Barat. Hakim yang mengadili kasus Bansos di Pemkot Bandung, di-traktir entertainment oleh pihak terdakwa.
Suap kepada majelis pengadil juga diberikan kepada hakim Tipikor Semarang. Gratifikasi atau suap, memang terbukti “manjur,” bisa mengubah putusan hakim. Buktinya, hakim membebaskan terdakwa kasus dugaan suap sebesar Rp13,5 miliar kepada mantan Bupati Kendal 2004. Serta perkara dugaan korupsi proyek pengadaan alat pemancar fiktif Radio Republik Indonesia di Purwokerto senilai Rp4,8 miliar, plus membebaskan terdakwa penyalahgunaan APBD kabupaten Sragen senilai Rp 11,2 miliar.
Namun yang paling kelewat batas adalah momentum spesial dijadikan arena gratifikasi berharga mahal. Misalnya pemberian buwuhan berupa mobil atau rumah. Dulu gratifikasi ini dianggap wajar sebagai “tali-asih.” Tetapi kini, gratifikasi yang dahulu manjur untuk mengubah arah kebijakan penyelenggara negara, jarang dilakukan, setidaknya tidak terang-terangan. Pemberian tali-asih, yang murah maupun yang mahal bisa diancam hukuman pidana paling singkat 4 tahun.
Banyak dilakukan orang untuk menghormati tamu pada momentum spesial, terutama hajat pernikahan. Begitu dalih (dan niat) yang dimaksudkan oleh Sekretaris Mahkamah Agung (MA) ketika menggelar hajat mantu. Tetapi cinderamata berupa iPod seharga Rp700 ribu (untuk 2500 undangan) dianggap berlebihan. Beberapa pihak malah menggolongkan sebagai gratifikasi. Dus melanggar pasal 12B UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan UU Nomor 31 tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pada pasal 12 B ayat (1) dinyatakan, “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya …” Pada huruf (b) dinyatakan : “yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.” Maka, jaksa tipikor yang harus membuktikan, manakala kasus cinderamata pernikahan ini berlanjut ke sidang Tipikor.
Tetapi berlanjut ke sidang Tipikor ataupun tidak, Komisi Yudisial (KY sudah mengimbau penyelenggara negara yang menerima cinderamata itu agar mengembalikannya. Kasus ini juga akan menjadi pembelajaran untuk memberantas segala bentuk gratifikasi, khususnya terhadap kalangan penegak hukum. Suburnya gratifikasi dengan berbagai modus menyebabkan peradilan umum semakin tidak dipercaya untuk menangani kasus (khusus) korupsi.
Karenanya saat itu (tahun 2004) sangat diharapkan adanya pengadilan khusus. Harapan itu semakin menemukan titik terang dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2006. Isinya merekomendasikan agar diterbitkan sebuah undang-undang khusus tentang Pengadilan Tipikor. Ternyata? Hakim Tipikor juga disuap!
———   000   ———

Rate this article!
Tags: