Gubernur Imbau Kepala Daerah se-Jatim Awasi PSK Eks Dolly

h8aDPRD Jatim, Bhirawa
Pasca penutupan lokalisasi Dolly memunculkan kekhawatiran kalau nantinya para Pekerja Seks Komersial (PSK) ini melakukan kegiatan di luar wilayah Surabaya. Untuk itu, Gubernur Jatim, Soekarwo mengumpulkan Kepala Daerah se Jatim untuk ikut mengawasi kemungkinan masuknya PSK eks Dolly.
“Pemprov sudah mengumpulkan kepala daerah seluruh Jatim. Kami sudah memberikan data PSK eks Dolly sesuai by name by address bagi. Untuk itu kami meminta mereka ikut melakukan pengawasan, agar PSK ini tidak melakukan kegiatan di wilayah lain,” terang Soekarwo usai hadir dalam rapat paripurna di DPRD Jatim, Senin (23/6).
Terlepas dari itu semua, tegas Soekarwo para PSK harus diberlakukan secara manusiawi. Artinya mereka tetap diwongke dan diberikan pelatihan dan ketrampilan. Dengan begitu, secara berangsur-angsur mereka akan mencari pekerjaan yang halal.
”Seperti waktu kita mau menertibkan gepeng, dimana banyak sekali kendala. Namun karena tekad kita untuk memanusiawikan mereka akhirnya sekarang jumlahnya sangat sedikit. Mereka sudah bekerja dengan baik seperti di Alang-alang hingga membuat beberapa kerajinan tangan,”tegasnya.
Diakui mantan Sekdaprov Jatim ini, jika untuk merubah Dolly tidak seperti membalik tangan. Artinya harus bertahap. Yang pasti mereka yang ditemui di jalan jangan langsung diangkut dan diintrogasi. Sebaliknya, mereka diberikan pemahaman akan dampak buruk dari pekerjaannya tersebut.
Sementara itu, setelah berhasil membantu Pemerintah Kota Surabaya menutup Lokalisasi Dolly, Soekarwo juga menyampaikan tekadnya untuk menutup seluruh lokalisasi di Jatim. Upaya ini, dilakukan, agar masyarakat yang selama ini bekerja di wilayah remang-remang tersebut bisa mendapatkan pekerjsaan secara layak.
Seperti diketahui,  Biro Kesejahteraan Rakyat Provinsi Jawa Timur bekerja  sama dengan IDIAL Jawa Timur mengadakan rapat koordinasi penanganan pasca-penutupan lokalisasi prostitusi pada 25-26 Maret 2014 di salah satu hotel di Sidoarjo.
Peserta rapat meliputi semua elemen yang terkait dengan keberadaan lokalisasi, yakni Kepolisian Daerah Jawa Timur, dinas sosial kabupaten/kota di seluruh Jawa Timur, IDIAL, MUI, dan Biro Kesra Pemprov Jatim.
Rapat memutuskan enam poin kesepakatan. Pertama, merekomendasikan kepada bupati atau wali kota agar menutup tanpa merelokasi lokalisasi prostitusi yang ada di wilayahnya masing-masing. Selanjutnya, melakukan proses percepatan alih fungsi bekas lokalisasi menjadi sentra usaha ekonomi baru dan fasilitas umum.
Kedua, melakukan proses perubahan nilai dan sikap bagi para pekerja seks komersial (PSK) melalui pembinaan mental spiritual dan pelatihan keterampilan sebelum dan setelah dipulangkan ke daerah asal mereka. “Alih fungsi ini sangat penting karena salah satu penunjang lokalisasi adalah tempat atau fasilitas, jadi harus diubah dulu,” kata Sunarto. [cty]

Tags: