Harga Terjun Bebas, Petani Tomat Kelimpungan

Harga tomat di Probolinggo anjlok di tingkat petani yang hanya laku dijual Rp1.000 per kilogram. [wiwit agus pribadi]

Probolinggo, Bhirawa
Harga tomat anjlok di tingkat petani di Probolinggo hingga Rp1.000 per kilogram sejak sekitar tiga pekan terakhir. Anjloknya harga tomat membuat para petani mengeluh, bahkan sebagian petani memilih tidak memanen tomatnya dan membiarkannya membusuk.
“Biasanya, petani menjual dengan kisaran harga Rp4 ribu hingga Rp6 ribu per kilogram. Sekarang Cuma laku dijual di kisaran harga Rp1.000 per kilogram,” kata Rasyid, petani tomat di Kelurahan Kedungasem, Kecamatan Wonoasih, Kota Probolinggo, Rabu (12/8).
Menurut dia, harapan hanya ada pada tomat dengan kualitas super. Sebab di tingkat petani masih dihargai sedikit mahal yakni, Rp1.500 per kg. Sementara, untuk tomat kualitas tanggung, harganya lebih murah lagi, yakni Rp35 ribu per keranjang.
Ia menambahkan, harga tomat anjlok diakibatkan masa panen bersamaan dengan petani tomat di daerah lain. Sehingga stok tomat melimpah, termasuk di Pasar Baru. Akibat harga anjlok, para petani harus menanggung kerugiaan yang tidak sedikit. Sebab untuk merawat tomat, dibutuhkan perhatian ekstra dan tentu berimplikasi pada biaya yang tidak sedikit, seperti membeli pupuk dan obat-obatan untuk membasmi hama.
Rasyid mengatakan, agar petani bisa untung maka harga tomat di tingkat petani idealnya Rp4 ribu sampai Rp5 ribu per kg.
Dia mengungkapkan, akibat harga anjlok tak sedikit petani yang memilih menelantarkan buah tomat. Pertimbangannya, jika dijual, harganya terlalu murah sehingga tidak bisa menutupi biaya perawatan. Di samping itu, petani juga harus mengeluarkan biaya lebih untuk ongkos memetik dan membeli keranjang.
“Harga keranjang saja Rp18 ribuan. Ini belum lagi, biaya untuk tenaga pemetik harian. Jadi, banyak petani yang malas memanen,” ujarnya.
Sukarsan, petani tomat di Desa Sumbersuko, Kecamatan Dringu, mengaku anjloknya harga tomat membuatnya rugi. Pasalnya, biaya tanam, perawatan, dan obat-obatan juga tak sedikit.
Ia mencontohkan, dari lahannya yang seluas 50 meterpersegi bisa menghasilkan tomat 30-50 kilogram. Kalau harganya Rp1.000, dia hanya mendapat Rp50 ribu. Padahal untuk biaya perawatan sekali semprot sudah Rp100 ribu. “Kebanyakan petani ya membiarkan saja tanaman tomatnya membusuk di sawah,” katanya.
Sukarsan berharap ada campur tangan pemerintah agar harga tomat tidak merosot. Padahal, saat ini, menurut Sukarsan, kualitas tomat bagus dan panen bisa delapan kali.
Rahman, petani tomat lainnya, berharap harga tomat kembali stabil agar petani masih bisa meraup penghasilan. “Semoga lekas normal. Biar para petani tomat bisa mendapatkan hasil panen,” harapnya.
Sekadar informasi, murahnya harga tomat tak hanya terjadi di tingkat petani, namun juga terjadi di pasaran yang hanya Rp2.000 per kilogramnya.
Ia tidak tahu pasti, mengapa harga timat terjun bebas. Tapi menurut pengalamannya, karena pasar Surabaya diserbu tomat dari berbagai daerah yang saat ini sedang panen. Sehingga pedagang tomat tidak mengirim tomat yang dibeli dari petani ke Surabaya. Akhirnya stok atau jumlah tomat di Kota Probolinggo, melimpah, sehingga harga turun.
Belum lagi, pasar Probolinggo diserbu tomat asal Lumajang, Dengan demikian, persediaan tomat melimpah dan sesuai hukum ekonomi, maka harga akan terus turun. Aan berterus terang di Kelurahan Pilang, jarang menanam tomat. Namun, jika kelurahan atau desa lain panen, ditambah tomat dari luar kota, maka harga akan turun. “Di kelurahan kami yang nanam tomat bisa dihitung dengan jari. Tapi di daerah lain banyak. Dan sekarang panen raya,” tambahnya. [wap]

Tags: