Harga Tomat Rp600 per-kg, Kubis Rp200 per-Kg di Kota Probolinggo

Mahasiswa membantu petani bagi-bagikan tomat ke pengendara.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

Petani Kesal Panen Dibagikan Pengendara Motor
Kota Probolinggo, Bhirawa
Sejumlah petani tomat di Kota Probolinggo keluhan. Sebab, memasuki masa panen, harga hasil pertaniannya jauh dari harapan. Harganya hanya antara Rp 500 sampai Rp 600 per kilogram. Lebih-lebih yang dirasakan petani sayur khususnya Kubis yang saat ini hanya Rp 200 perkilogramnya.
Ketua Kelompok Tani di Kelurahan Kedungasem, Kecamatan Wonoasih, Kota Probolinggo Bambang Hermanto, Minggu (13/9) menyebutkan, saat ini harga tomat terjun bebas. Harganya di tingkat petani hanya Rp 500 sampai Rp 600 per kilogram. Harga ini tidak sebanding dengan biaya produksi.

“Saat ini harganya turun drastis. Bahkan, sekitar awal Agustus lalu harganya hanya Rp 300 per kilogram, ”ujarnya.

Menurutnya, turunnya harga tomat disebabkan beberapa faktor. Di lain, minat pasar sedikit, sedangkan stok barang begitu melimpah. Mengingat, akibat pandemi Covid-19, banyak tomat yang tidak bisa dijual ke luar daerah.

Selain itu, kini banyak daerah yang sedang panen raya tomat. Karenanya, jumlah tomat yang banyak tidak diimbangi dengan permintaan pasar. “Kecewa tentu ada. Ketimbang terus-menerus dalam kekecewaan, mendingan hasil (panennya) saya berikan ke sejumlah warga sekitar. Termasuk kelompok wanita tani, ”ujarnya.

Sejak kemarin, Bambang memang membagi-bagikan tomat hasil panennya ke sejumlah warga. Tindakan itu dilakukan untuk merawat kekecewaan karena harga jualnya begitu rendah. Di sisi lain, para ibu yang tergabung dalam wanita tani memanfaatkan tomat yang mengolahnya menjadi kurma tomat.
Ketua Kelompok Wanita Tani Bangu Jaya Kelurahan Sumbertaman, Kecamatan Wonoasih, Susanti, 49, mengaku mengolah tomat untuk mengangkatkan nilai jualnya yang sedang turun drastis. Tomat diolah menjadi kurma tomat yang bisa mencapai Rp 10 ribu per ons. Penjualannya juga dilakukan secara online .

“Kami membuat sejumlah hasil produk pertanian agar nilainya lebih tinggi. Seperti tomat kurma yang saat ini kami buat. Tak hanya itu, jika harga jagung yang melorot, juga disulap jadi aneka olahan jagung. Tujuan utama meningkatkan harga jual, ”katanya.

Penyuluh Pertanian Kecamatan Wonoasih Rini Darwati mengatakan, sebenarnya dari awal masa tanam, seharusnya petani sudah merencanakan atau melihat naik-turunnya harga. Katanya, harga tomat murahnya karena banyak petani yang menanamnya. Selain itu, lantaran Covid-19, suplai ke daerah lain juga terbatas.

“Jadi, suplai dan permintaan tidak seimbang,” tuturnya.

Guna mengatasinya, menurut Rini, pemerintah harus ikut andil. Misalkan, mengulak tomat dengan harga yang ideal serta menjualnya melalui pasar murah atau saat opeasi pasar. Cara ini bisa mengatasi masalah petani saat harga tomat anjlok, seperti sejak dua bulan terakhir.

Mengenai upaya bekerja sama dengan pabrik, Rini mengaku, belum ada. Menurutnya, hal itu juga bisa dilakukan dan pemerintah membuat MoU dengan pabrik dengan ketentuan tomat yang bisa konsisten.

Selama ini memang belum ada kerja sama dengan pabrik pengolah tomat. Jadi, hanya pemberdayaan ibu-ibu wanita tani saja. Ini bisa menajdi masukan buat kami. Kami akan tahu dulu ke tingkat petani, tidak ada informasi mengenai tomat, ”tandasnya.

“Saat ini harga tomat penduduk mencapai Rp 600 per kilogram. Harganya anjlok, ”ujar Sugeng Ariyadi,
Sekretaris DKUPP (13/9). Hal yang sama, areal yudha Hartanto, kabid tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan. Menurutnya, luas lahan pertanian tomat di kota mencapai 1 hektare. “Dan, saat ini harga tomat di tingkat petani mencapai Rp 500 per kilogram,” ungkapnya.

Rendahnya harga tomat ini membuat sejumlah petani enggan memanen tomat.

“Ada petani yang memilih membiarkan tanaman tomatnya begitu saja. Harganya jatuh, ”kilahnya.

Untuk mengantisipasi jatuhnya harga tomat, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan telah melatih petani untuk mengolah tomat menjadi produk makanan. “Dengan menjadikan produk olahan, maka nilai jual tomat lebih tinggi. Petani mengolah tomat menjadi manisan, jadi tomat rasa kurma juga, ”jelasnya.

Sementara itu, Yon Widiyono, analis kebijakan BI Malang menyarankan agar Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan membuat skema penanaman tomat. “Dibuat data bulan apa saja, harga tomat jatuh dan mahal. Jadi petani tahu, kapan harus bertanam tomat. Dengan cara seperti ini, petani bisa mendapatkan harga tomat yang bagus, ”lanjutnya.

Hal yang sama terjadi pada petani kubis di kawasan gunung Bromo menjerit. Pasalnya, harga kubis pada panen kali ini mengalami penurunan drastis. Per kilogramnya, harga kubis hanya laku terjual Rp 200. Seperti yang diungkapkan salah seorang petani asal Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo Sunarip menyebutkan, beberapa bulan terakhir harga kubis terjun bebas. Harganya, berkisar Rp 200 per kilogramnya.

“Harganya rendah sekali. Per kilogramnya 200. Banyak petani pasrah karena kondisi ini, ”katanya.

Menurutnya, pada tahun sebelumnya harga kubis biasanya antara Rp 1.000 hingga Rp 2.000 per kilogram. Harga itu, sudah bisa membuat petani untung. Petani bahkan bisa balik biaya biaya produksi.

Menurutnya, untuk produksi tanah 1 hektare yang ditanami kubis mengabiskan biaya seharga Rp10 juta.

“Ya mulai bibit Rp 4 juta dan ongkos tanam Rp 1 juta. Kemudian obat-obatan dan biaya pekerja mulai dari masa tanam hingga panen, ”jelasnya.

Tanah 1 hektare itu, lanjutnya, sekali panen mampu menghasilkan 20 ton kubis. Dengan catatan tanamannya dan cuaca bagus. Dengan harga Rp 1.000 maka petani mendapat uang Rp 20 juta. Sedangkan jika laku Rp 2.000, maka dapat Rp 40 juta. Namun, jika hanya terjual Rp 200, maka petani hanya mendapatkan uang sebesar Rp 4 juta.

Plt Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupatan Probolinggo Taufik Alami mengatakan, saat ini memang harga kubis cenderung turun. Bukan hanya di petani, tetapi juga di lingkup pasar. “Di pasar itu harganya berkisar Rp 500 per kilogram. Jadi bukan hanya di petani, ”tambahnya.(Wap)

Tags: