Hidupkan Kembali Seni Panggung di Desa-desa

Salah satu adegan dalam sandiwara bahasa Jawa yang dipentaskan di halaman Kantor Kecamatan Pagerwojo, Minggu (23/6) malam.

Ditjen Kebudayaan Gelar Sandiwara Bahasa Jawa di Tulungagung
Tulungagung, Bhirawa
Menghidupkan kembali seni panggung di desa-desa, Direktorat Kesenian Direktorat Jenderal (Ditjen) Kebudayaan Kemendikbud RI menggelar pementasan seni sandiwara berbahasa Jawa di Tulungagung. Gelaran yang bekerjasama dengan Teater Gayeng Tulungagung itu berlangsung selama tiga hari mulai Minggu (23/6) sampai Selasa (25/6). “Kegiatan kami di Tulungagung untuk membangun ekosistem kemajuan kebudayaan,membanguan hubungan antara seniman dan masyarakat, serta pemerintah daerah dan pemerintah pusat,” ujar Direktur Kesenian Ditjen Kebudayaan Kemendikbud RI, Dr Restu Gunawan MHum, sebelum pementasan sandiwara bahasa Jawa di halaman Kantor Kecamatan Pagerwojo, Minggu (23/6) malam.
Kabupaten Tulungagung dipilih untuk kembali menghidupkan kesenian di masyarakat, menurut Restu Gunawan, karena di Kota Marmer pernah hidup grup ketoprak yang melegenda, yakni grup Ketoprak Siswo Budoyo.
“Kami ingin membangun kembali rasa kepemilikan seni itu. Kepemilikan seni yang sudah ada di masyarakat. Dan harapan kami akan terus tumbuh kembali,” paparnya.
Selain di Kabupaten Tulungagung, gelaran seni untuk menggugah masyakarat kembali berkesenian itu, lanjut Restu Gunawan, dipentaskan oleh Direktorat Kesenian Ditjen Kebudayaan Kemendikbud RI di dua daerah lainnya di Indonesia. Yakni di Kabupaten Temanggung dan di Kabupaten Gunung Kidul.
Menariknya pagelaran seni sandiwara berbahasa Jawa yang dipentaskan Teater Gayeng kemarin berlokasi di ruang publik. Tidak lagi bersifat khusus.
Pimpinan Teater Gayeng, Trias Kurniawan, menyebut pagelaran seni yang dipentaskannya menggunakan ruang publik untuk lebih menarik perhatian generasi milenial. “Pagelaran kedua nanti di halaman rimah warga di Desa Kendalbulur Kecamatan Boyolangu dan yang ketiga di Balai Desa Sidorejo Kecamatan Kauman,” ujarnya.
Selain itu, untuk lebih menarik lagi, Tras Kurniawan menyuguhkan lakon cerita terkait yang lagi ngetren di masyarakat pada saat ini. Yakni tentang praktik korupsi.
“Judul ceritanya Ngentit. Yang jelas ngenthit itu salah satu bentuk korupsi, bisa skala kecil atau skala besar,” paparnya.
Dalam lakon Ngentit itu, lanjut dia, menceritakan tentang juragan batik yang merasa lemah dalam pemasaran dan menyerahan pengelolaanya pada adiknya. Namun kepercayaan ini disalah gunakan oleh sang adik untuk memperkaya diri.
“Cerita ini terinspirasi atau mengambil cerita dari Babat Tulungagung. Cerita percintaan Roro Kembang Sore dan Lembu Peteng, serta tokoh antagonis Adipati Kalang,” bebernya. [wed]

Tags: