Hindari Kampanye Hitam

Foto Ilustrasi

Kampanye Pilkada serentak 2018, diam-diam digenjot oleh tim sukses pasangan calon (paslon). Tak terkecuali kampanye hitam berupa perundungan di media sosial (medsos). Bahkan kampanye hitam dalampemilihan gubernur (pilgub) Jawa Timur, akan segera memasuki ranah penegakan hukum. Namun kampanye hitam, sesungguhnya malah menguntungkan paslon “korban.” Karena mengesankan di-kuya-kuya (di-aniaya).
Sebanyak 566 paslon pilkada telah diterima pendaftarannya oleh KPU Propinsi (serta KPUD Kabupaten dan Kota). Termasuk di dalamnya, 57 paslon pilgub di 17 propinsi. Di Jawa, selain tiga pilgub juga digelar pilwali di 14 kota, dan 29 pemilihan bupati. Yang paling riuh di Jawa Timur, dengan 18 pilkada (13 diantaranya pilihan Bupati). Terasa akan lebih lama berada di TPS, karena akan memilih paslon gubernur pula.
Selain keterlibatan aparatur negara (sipil maupun militer, dan Polri), juga semakin banyak paslon independen berani mendaftar. Terdapat 5 paslon non-parpol, berani mendaftar sebagai calon gubernur dan wakil gubernur di lima propinsi. Padahal, tidak mudah mengumpulkan KTP (Kartu Tanda Penduduk) se-propinsi. Begitu pula semakin banyak paslon independen pada pemilihan bupati dan walikota.
Uniknya, pilkada serentak gelombang tiga tahun ini, juga diliputi “trauma” parpol. Hal itu terbukti, sebanyak 12 daerah (kabupaten dan kota) hanya memiliki calon tunggal. Artinya, seluruh parpol yang memiliki kursi di DPRD setempat, tertumpah pada satu paslon. Antaralain, pilkada kabupaten Pasuruan (Jawa Timur), hanya di-isi oleh paslon Irsyad Yusuf – Mudjib Imron (disingkat Adjib). Irsyad Yusuf, merupakan calon petahana, saat ini masih aktif sebagai Bupati Pasuruan.
“Peluit” tanda mulai kampanye, belum ditiup, tetapi seluruh paslon telah tancap kegiatan. Segera setelah mendaftar pada KPU Propinsi (serta KPUD Kabupaten dan Kota),disosialisasikan melalui berbagai spanduk, baliho dan selebaran. Media iklan luar ruang ini ditebar ke seluruh kawasan pemukiman. Selain itu juga pasang iklan pada media cetak dan elektronik. Walau sebenarnya, pasangan calon sudah dikenal luas.
Berdasar rincian alokasi anggaran paslon, biaya sosialisasi merupakan pagu terbesar. Termasuk pembuatan jejaring medsos (melalaui facebook, WhatsApp, twitter, Instagram, SHAREit, dan sejenisnya), sampai pembukaan blogspot. Pengoperasian medsos kini bagai menjadi kewajiban setiap paslon. Tujuannya tak lain, membangun pencitraan. Akun berisi kerja sosial dadakan, serta janji-janji perilaku calon pemimpin pemerintahan.
Kampanye akan menjadi cara utama pasangan calon untuk merebut hati rakyat. Tetapi kesalahan strategi kampanye bisa menjadi penyebab kekalahan. Dus tim sukses (TS) mesti bekerja profesional, menghindari aksi counter-produktif. TS juga harus menghindari unjuk kekuatan dan kampanye hitam yang bisa memicu antipati masyarakat. Terutama medsos yang di-isi kampanye hitam menghantam lawan politik (kontestan lain).
TS paslon “korban”bisa menggugat (secara hukum, dengan melapor ke Kepolisian) kampanye hitam. Seperti terjadi di Jawa Tiimur, WhatsApp grup, diketahui memapar salahsatu paslon, dengan posting tergolong fitnah dan provokasi masa. Kampanye hitam dalam medsos, bukan hanya melanggar UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada. Melainkan juga melanggar UU 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
UU ITE pada pasal 28 ayat (2), dinyatakan larangan:”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).” Hukumannya bisa 6 tahun penjara.
Maka seyogianya, seluruh TS menjaga materi dan penggunaan medsos dengan bijak. Kampanye hitam menghantam paslon lain, terbukti bisa berbalik menjadi kemenangan lawan.
———- 000 ———-

Rate this article!
Hindari Kampanye Hitam,5 / 5 ( 1votes )
Tags: