Indonesia, Apa Kabarmu Hari Ini ?

Oleh :
Ahmad Zubaidi
Alumni PP Nasy’atul Muta’allimin. Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, tinggal di Yogyakarta.

Tidak bisa dipungkiri lagi, sejak diumumkannya covid-19 pada 2 Maret 2020, perlahan-lahan kehidupan Indonesia berubah, kajian-kajian Kesehatan, penerapan protocol yang ketat dan juga bantuan-bantuan dana yang disalurkan semakin membengkak. Tak ada yang tahu pasti kapan wabah ini berakhir ?
Sudah 228.993 kasus positif di Indonesia dengan kasus meninggal mencapai 9.100 kasus, suatu prestasi besar yang tidak patut untuk dibanggakan, Indonesia yang sudah menempati peringkat ke 23 di dunia dan peringkat ke 9 di Asia (dalam lingkar kediri 17/09). Segala cara sudah dilakukan, dari kewajiban bermasker, cuci tangan, penyemprotan desinfektan, wajib memakai handsanitizer, physical distancing dan segala macam sudah banyak diterapkan.
Akan tetapi hasilnya nihil, buktinya, semakin bertambah kasus positif Ketika penerapan new normal, yang diharapkan dapat mencegah atau meminimalkan angka penyebaran wabah ini.
Sejak awal kasus, ada yang mengatakan bahwa kasus ini akan selesai sekitar bulan juli-agustus, akan tetapi setelah protocol Kesehatan dengan segala embel-embelnya diterapkan, sampai saat ini kasus covid-19 di Indonesia rata-rata mencapai lebih dari 2000 kasus perhari (lingkar kediri 17/09/2020).

Pencegahan
Macam-macam yang dilakukan pemerintah, seperti disebutkan diatas, dapat kita analogikan bahwa dalam penerapan pencegahan covid-19 pemerintah tidak terlalu serius, mengutip Okky (dalam Jawa Pos) hanya bermodalkan kata-kata saja, PSBB, New Normal, Patuhi Protokol Kesehatan dan lain sebagainya. Hanya Ketika sudah melihat situasi menggentingkan di Jakarta, maka PSBB Kembali diketatkan.
Pertanyaan di segala macam masyarakat Indonesia adalah kapan berakhir?, mahasiswa menuntut kerinduannya duduk di kelas, pegawai merindukan pekerjaannya Kembali, orang-orang yang dikenai PHK, banting tulang mencari pekerjaan lain, semua menuntut kapan akhir dari semua ini.
Tak ada yang tahu pasti, karena subtansinya bukan hanya didominasi oleh berbagai macam aturan, bagaimanapun konsepnya, dengan apapun penerapannya, jika hanya didengungkan tanpa ada positive response di dada masyarakatnya sendiri, maka hal ini sulit ditafsir kapan ujung dari semua ini. Tidak dibenarkan jika kita selalu berasumsi bahwa ini kegagalan pemerintah, ingat! Wabah ini ada bukan merupakan suatu program aparat pemerintahan, meski program yang lain kebanyakan janji belaka
Pencegahan paling efektif ada pada diri sendiri, penanganan sebaik apapun tak akan mampu jika kita masih berada pada jalur ngeyel.

Pembelajaran Daring
Kesan yang paling tampak selain naiknya angka pengagguran adalah belajar secara online, hal ini sekarang mendominasi banyak sub-sub kreativitas, tentu berbeda dengan pembelajaran biasanya, akan tetapi setidaknya konseptualisasi dari pembelajaran ini diharapkan dapat membantu atau menjaga elemen Pendidikan agar tetap berjalan, meskipun hal ini jauh dari kata efektif.
Sejenak berfikir, karena tidak semua masyarakat itu sama, ada berbagai macam tingkatan, mampu dan tidak mampu, miskin atau kaya semuanya ada dalam tubuh masyarakat, karena sekalipun yang dilakukan adalah belajar langsung dibawah atap sekolah, tak ayal bagi masyarakat pedalaman menempuh jarak itu juga sulit, jika diterapkan secara online, alat komunikasi mereka tak memadai, lalu bagaimana ?
Ketergantungan semacam ini tak patut jika dijadikan landasan berfikir untuk menjaga belajar tetap aktif, kita juga perlu memandang mashlahah yang dihadirkan dan juga tidak menafikan mafsadat itu sendiri. Begini, jika sekarang untuk memutus mata rantai penyebaran wabah maka perlu diterapkannya pembelajaran jarak jauh, maka hal itu wajib, karena kita dituntut untuk menolak keburukan terlebih dahulu dari pada mendatangkan kebaikan.
Akan tetapi ada illat (masalah) yang timbul dari penerapan seperti itu, yakni ada Sebagian masyarakat yang tidak ditunjang dengan media memadai, maka dapat dibandingkan antara yang memadai dengan yang tidak memadai. Jangan kita memandang kepada yang tidak memiliki alat informasi yang cukup lantas kita meninggalkan mereka yang lebih banyak telah mencukupi dalam hal tersebut.
Selebihnya, mari bersama-sama menumbuhkan kebersamaan, jangan memandang siapa yang merintah, akan tetapi pandanglah saudara-saudara kita, atau kita sendiri yang banyak dirugikan karena adanya wabah ini. Tak ada cara lain selain know your self.

————— *** —————-

Rate this article!
Tags: