Indonesia Negara Maju

Amerika Serikat memainkan “politik dagang” dengan meningkatkan status perekonomian negara mitra. Termasuk Indonesia, disebut bukan negara berkembang, melainkan negara maju. Sehingga komoditas Indonesia tidak layak memperoleh keringanan tarif bea masuk. Maka harga barang dari Indonesia di Amerika akan semakin mahal. Termasuk furnitur yang diekspor oleh sektor UMKM (Usaha Mikro kecil dan Menengah) akan terkena kenaikan tarif.
Bersama Indonesia, negara-negara regional ASEAN juga “naik status.” Diantaranya, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Sudah digolongkan sebagai negara maju. Sehingga tidak layak memperoleh Sebenarnya status tersebut bertentangan dengan kriteria WTO (World Trade Organisation, organisasi perdagangan dunia). Indonesia masih masuk dalam daftar penerima special differential treatment (SDT). Semacam perlindungan khusus, dan pembedaan tarif.
Sesuai peraturan WTO (Agreement on Subsidies and Countervailing Measures) penerima SDT, patut memperoleh semacam subsidi silang. Yakni, berupa kemurahan tarif masuk ke berbagai negara maju. Pemberian preferensi (pengecualian) tarif bertujuan agar negara berkembang dapat bersaing dalam sistem perdagangan global. Karena barang ekspor negara maju merupakan hasil produksi (teknologi industri) yang effisien. Tak terkecuali produk pertanian
Diduga karena kompetensi sember daya manusia (pekerja), dan teknologi rendah. Menyebabkan proses produksi pada negara berkembang tidak efisien. Maka pengecualian tarif bea masuk komoditas negara berkembangan, juga bertujuan mengurangi tingkat kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja. Diharapkan dengan kemurahan tarif, produktifitas berbagai komoditas ekspor bisa dipacu lebih banyak. Secara berangsur-angsur juga akan meningkatkan effisiensi, me-murah-kan ongkos produksi.
Tetapi otoritas perdagangan Amerika Serikat (The US Trade Representative) telah mencaburt preferensi khusus. Caranya, dengan menaikkan status perekonomian sebagian negara berkembang. Beberapa negara di kawasan Asia, dan Afrika, naik status menjadi negara maju. Sebagian benar. Misalnya, China (dan Hongkong), Singapura, dan Korea Selatan, yang telah menjadi “macan” perekonomian Asia, dan global.
Sudah banyak holding company (konglomerasi) dari China, dan Korea, telah menguasai Amerika. Terutama produk elektronik (termasuk jam tangan), satelit, dan alat kesehatan. Sampai terjadi perang tarif, antara AS dengan China. Pemerintah Donald Trump mengumumkan telah memberlakukan kenaikan tarif tahap pertama sebesar 15% terhadap barang-barang asal RRT. Yakni meliputi nilai impor senilai US$ 300 milyar.
Artinya, AS akan mengeruk “kemahalan” senilai US$ 45 milyar. Dengan itu, barang asal RRT akan terasa mahal di AS. Sehingga omzet dagang RRT di AS akan susut. Bermuara pada pengurangan devisit neraca perdagangan. Industri rumahan RRT terpukul. Antara lain produksi underwear (pakaian dalaman). Tetapi RRT membalas tak kalah sengit, dengan menaikkan bea masuk impor dari AS. Termasuk minyak mentah, dan bahan pangan. Tarif balasan RRT mencapai US$ 75 milyar.
Hal yang sama juga terjadi pada neraca perdagangan Indonesia dengan AS. Indonesia mencatat surplus sebesar US$ 30 milyar (sekitar Rp 400 trilyun). Produk unggulan Indonesia ke AS, diantaranya garmen, hasil karet, alas kaki, produk elektronik (komputer), dan furnitur. Neraca perdagangan Indonesia dengan AS, sebenarnya disepakati (kedua negara) ditingkatkan.
Hal itu tercermin pada kunjungan Wilbur Ross (Menteri Perdagangan AS) pertengahan November 2019 lalu. Tetapi dengan pencabutan preferensi tarif, akan muncul kendala. Pada sisi lain, beberapa perusahaan AS telah mengeruk keuntungan besar dengan cara mudah. Misalnya, dengan menguasai saham industri rokok, dan obat-obatan pertanian.
Indonesia tak perlu membalas menaikkan tarif terhadap barang impor dari Amerika. Karena kenaikan harga akan ditanggung oleh rakyat Amerika. Sekaligus membuktikan made in Indonesia, bukan produk murahan.
——— 000 ———

Rate this article!
Indonesia Negara Maju,5 / 5 ( 1votes )
Tags: