Industri Mamin dan Tembakau Sumbang Terbesar PDRB

Pemprov Jatim, Bhirawa
Sektor industri makanan dan minuman masih menjadi penyumbang terbesar Product Domestic Rate Bruto (PDRB) Jatim di tahun 2019. Perlambatan ekonomi global terutama akibat Pandemi Covid-19 di akhir kwartal IV tahun 2019 mempengaruhi pertumbuhan di sejumlah sub sektor industri terutama industri kimia, farmasi dan obat tradisional .
“Sub sektor industri makanan dan minuman (mamin) serta industri pengolahan tembakau menjadi penyumbang terbesar PDRB Industri Jawa Timru tahun 2019. Industri Mamin menyumbang 34,96 persen , sedangkan industri tembakau menyumbang 27,35 persen,” terang Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan(Disperindag) jatim, Drajat Irawan, Minggu (21/6).
Drajat menerangkan sebagaimana Data Pertumbuhan Industri terhadap PDRB Jatim berasal dari data BPS Jatim, dimana data tersebut dikeluarkan berdasarkan produksi sepanjang Tahun 2019, pada Triwulan II – III, pertumbuhan industry Jatim mengalami penurunan terutama di sektor industry kimia, farmasi dan obat tradisional.
Dalam data tersebut, ujar Drajat, penurunan produksi pada kuartal III/2019 ini karena produk bahan kimia dan barang dari bahan kimia ini sangat tergantung atau berkorelasi langsung dengan pasar dunia yang pada saat itu sedang ada perlambatan ekonomi global.
“Sedangkan nilai tersebut mengalami Rebound (kenaikan kembali) pada Triwulan IV namun tidak signifikan sehingga tidak berpengaruh pada keseluruhann total nilai pertumbuhan industri kimia farmasi pada Tahun 2019,” terang Drajat mengutip data BPS.
Terkait penurunan sektor industry kimia dan farmasi ini , Drajat menyebut produksi industri kimia, farmasi dan obat tradisional mengalami penurunan pada tahun 2019 salah satu faktornya adalah karena industri bahan kimia mengalami kesulitan menghasilkan produk dengan harga yang kompetitif mengingat harga gas untuk industri yang masih tinggi .
“Sehingga biaya cost production juga menjadi lebih besar. Harga gas untuk industri tersebut diatur dalam “Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 ” tentang Penetapan Harga Gas Bumi dimana ditetapkan seharga $6 per MMBTU,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Drajat biaya investasi di sektor industri kimia, farmasi, dan obat tradisional cukup tinggi. Berdasarkan rilis BKPM terdapat 264 proyek yang nilai investasinya cukup besar walaupun begitu nilai investasi ini adalah juga termasuk untuk proyek industri yang belum beroperasi sehingga tidak masuk dalam nilai pertumbuhan industri kimia farmasi tersebut.
Turunnya produksi sektor kimia dan farmasi ini, lanjutnya diperparah pada Triwulan IV 2019 merupakan awal terjadinya Outbreak (munculnya) Pandemi Covid 19 di beberapa negara seperti Cina, Korea Selatan dan beberapa negara Eropa sebagai pemasok terbesar bahan baku.
“Impor bahan baku industri kimia dan farmasi dari berbagai negara tersebut prosesnya terganggu akibat beberapa negara menerapkan Lockdown,” terang Drajat .
Walau demikian, lanjutnya ,pada Kuartal I 2020 industri farmasi dan kimia terdorong kembali oleh peningkatan permintaan di dalam negeri untuk kebutuhan Obat, Vitamin serta alat pelindung diri . “Sayangnya industry kimia dan farmasi di Indonesia tidak dapat menambah kapasitas produksi eksisting sehingga hal ini tidak mampu mengangkat nilai pertumbuhan,” jelasnya. [gat]

Tags: