Ingin Aplikasikan Ilmunya 100 Persen di SMPN 30

Reni Winarsih SPd MM

Reni Winarsih SPd MM
Usai mengikuti Teachers Capasity Development Education Program di Dong Eui University Busan, Korea Selatan, Koordinator Lingkungan SMPN 30 Surabaya, Reni Winarsi SPd MM, mentargetkan bisa mengaplikasikan ilmu yang didapat dari Program Kerjasama antara Pemkot Surabaya dengan Pemerintah Korea Selatan hingga 100%.
Menurut Bu Reni, Wali Kelas IX I, setelah mengikuti berbagai macam seleksi, diantaranya harus mengikuti Toefl Bahasa Inggris di Institut Tehnologi Sepuluh November (ITS) Surabaya dan Psikologi di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, berhasil terpilih bersama 9 Guru Mata Pelajaran IPA dan 10 Guru Mata Pelajaran (Mapel) IPS lainnya se Surabaya. Sedangkan dirinya mewakili SMPN 30 Surabaya sebagai Guru Mapel IPA. Selama satu bulan di Busan mengikuti Program Teachers Capasity Development Education Program di Dong Eui University, mulai 27 Juli hingga 28 Agustus 2019 lalu.
Bu Reni mengaku mendapatkan pelatihan menggunakan berbagai macam aplikasi pembelajaran, diantaranya Padlet yakni aplikasi yang bisa digunakan untuk Majalah Dinding (Mading) Elektronik. Sehingga para siswa bisa bertanya atau memberikan informasi yang dapat dilihat oleh seluruh siswa atau para guru yang mempunyai Aplikasi Padlet. Dan Permainan Game dua dimensi yang kalau dibuka bisa menjadi bergerak atau menjadi Tiga Dimensi (3D). Selain itu, juga diperkenalkan penggunaan Aplikasi Augmented Reality Education Socrative yaitu aplikasi yang bisa mempermudahkan melakukan evaluasi soal – soal.
Yang menarik, jelas Bu Reni, Aplikasi Nearpod, aplikasi ini bisa untuk memberikan materi pada siswa melalui video, Power Point atau materi bentuk lain, serta bisa membuat bisa membuat soal – soal dari aplikasi ini. Kelebihan aplikasi ini, untuk membuat soal – soal seorang guru tidak harus membuat soal sendiri, tetapi bisa mengadopsi soal – soal atau materi dari pembuat materi lainnya di seluruh dunia. Juga ada Aplikasi Khoot, aplikasi ini seperti game education dan berisi tentang materi pelajaran dan soal – soal. Bahkan juga diperkenalkan menggunakan STEAM (Science, Tehnologi, Art dan Math) yakni gabungan dari berbagai Mapel yang dikolaborasikan dengan Science (Ilmu Pengetahuan), Tehnologi, Art (Seni) dan Math (Matematika).
“Contoh STEAM, para siswa diajari membuat sabun dengan bahan – bahan yang kadarnya telah diperhitungan dengan seksama, untuk menghasilkan sabun yang berkualitas bagus harus ada hitungan matematikanya. Jadi tidak sekedar membuat sabun, sedangkan tehnologinya menggunakan komputer tiga dimensi, dengan desain menggunakan art atau seni. Dan bahan serta komposisinya dihitung dengan Math atau ilmu matematika. Setelah menjadi produk berupa sabun Pemerintah Korea Selatan masih mewajibkan perusahaan – perusahaan membeli produk dari sekolahan ini. Di Korea Selatan itu warganya mempunyai nasionalisme yang tinggi,” papar Bu Reni, ketika ditemui disela – sela mengajar secara Daring.
Bu Reni juga kagum dengan Program Budaya Culture Discont yakni saat digelar Pameran Pendidikan, para pengunjung pameran yang membeli produk tertentu akan mendapatkan diskon berupa suatu barang yang belum dikenal para pengunjung. Nah, setelah produk yang belum dikenal masyarakat itu dikenalkan melalui Culture Discont, kedepannya produk ini diupgrade kualitasnya dan desainnya sehingga bisa tampil lebih menarik dan berkualitas.
Di Negara Korea Selatan, Bu Reni yang juga Pembina OSIS ini juga tertarik dengan Program Wee yakni para siswa diajarkan agar mempunyai kepedulian yang tinggi kepada lingkungan sekitarnya. Melalui Program Wee ini para siswa dibentuk karakternya agar mempunyai kedisiplinan yang tinggi, mempunyai kepedulian pada lingkungan yang tinggi, serta kemandirian yang tinggi, semangat juga yang tinggi. Sebab Negara Korea Selatan ini tidak mempunyai Sumber Daya Alam (SDA) yang berlimpah. ”Karena Negara Koraa Selatan tidak mempunyai SDA yang berlimpah maka warganya dituntut untuk dapat survive. Hal ini berbeda dengan Negara Indonesia yang mempunyai SDA berlimpah,” jelasnya Bu Reni.
Ketika di Busan, Bu Reni juga diajak studi banding di salah satu sekolah SMP di Busan yakni Busan Ill International School. Disini para siswa sekolah mulai jam 09.00 hingga 16.00. Para siswa yang sekolah di sekolah swasta atau negeri mendapatkan makan dari pemerintah. Sedangkan para guru mendapatkan fasilitas Room Teacher tersendiri, contohnya, guru matematika atau guru saint akan mendapatkan ruangan tersendiri bersama para guru matematika atau para guru saint, sehingga mereka bisa berdiskusi antar guru matematika untuk persiapan pengajarannya.
Di Negara Korea Selatan beban tugas para guru dibatasi hanya 18 jam per minggu. Sehingga para guru bisa efisien dan maksimal dalam menyiapkan materi pembelajarannya. Hal itu berbeda dengan di beban tugas seorang guru di Kota Surabaya yang rata – rata bisa mencapai 30 jam per minggu dan tidak menggunakan STEAM. Meskipun begitu, Bu Reni mengaku ketika mengajar di SMPN 30 tetap memberikan pelayanan kepada para siswa secara maksimal. ”Pelayanan yang terbaik pada siswa tetap ditekankan. Contohnya, siswa yang tidak mempunyai HP tetap diusahakan tetap terlayani sama dengan siswa yang memiliki HP,” tegasnya.
Bu Reni mengaku sangat senang bila siswa di Indonesia bisa seperti di Negara Korea Selatan. Misalnya, para siswa Indonesia diajarkan untuk menciptakan dari pada hanya menjadi penikmat ciptaan orang lain atau negara lain. Contohnya, siswa Indonesia harus bisa menciptakan atau membuat Program Game sendiri daripada hanya bisa sekedar memainkan game hasil ciptaan negara lain.
Ketika ditanya, apakah ilmu dari mengikuti Teachers Capasity Development Education Prorgam di Dong Eui University Busan bisa diterapkan di SMPN 30? Bu Reni mengaku ilmu yang didapatkan di Busan, Korea Selatan bisa diaplikasikan di SMPN 30 hingga 100%. ”Alhamdulillah saya bisa mengaplikasikan 100% ilmu yang didapat di Busan pada para siswa di SMPN 30,” tandas ibu satu putri ini. [fen]

Tags: