Ingin Perbaiki Hidup dengan Berjualan Rujak Soto Khas Banyuwangi

Hartati (41), penghuni lokalisasi Jarak saat ini menunggu turunnya dana kompensasi. Dia ingin membuka lembaran baru dengan berjualan rujak soto khas Banyuwangi setelah mendapat bantuan dana untuk berwirausaha.

Hartati (41), penghuni lokalisasi Jarak saat ini menunggu turunnya dana kompensasi. Dia ingin membuka lembaran baru dengan berjualan rujak soto khas Banyuwangi setelah mendapat bantuan dana untuk berwirausaha.

Kota Surabaya, Bhirawa
Tidak ada seorang pun yang bercita-cita menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK). Mereka harus menanggung beban berat. Selain pandangan sinis masyarakat, rawan tertular penyakit kelamin,  juga dibayangi untuk mempertanggungjawabkan apa yang yang dilakukannya selama hidup, kelak di akhirat.
Beban inilah yang dirasakan oleh Hartati (41). Wanita kelahiran Bayuwangi 10 September 1973 ini, mengaku ingin memperbaiki hidup dengan tidak mau bekerja kembali sebagai PSK di Jarak. Keinginannya setelah nantinya mendapat dana kompensasi dari Pemkot Surabaya yakni ingin membuka warung Rujak Soto khas Banyuwangi di daerah tempat tinggalnya.
“Sudah tujuh tahun saya bekerja sebagai PSK. Saya ingin memperbaiki hidup dengan membuka warung di tempat tinggal saya, dan bisa berkumpul dengan anak saya. Saya ingin menjalani hidup dengan benar, tak seperti ini,” ungkap wanita akrab dipanggil Ria ini.
Diungkapkan wanita yang mempunyai anak wanita kelas 2 SMP ini, dia tidak mau menjalani sisa hidupnya dengan bekerja sebagai PSK. Selain memikirkan keluarganya, ia juga memikirkan nasib anaknya yang masih kelas 2 SMP. Dia tak ingin apa yang diperbuatnya selama ini, akan berimbas atau menjadi penghambat kehidupan dan masa depan anaknya.  “Saya takut karma dan dosa saya nanti menimpa anak saya. Anak saya perempuan,” katanya.
Hartati mengisahkan kehidupan awal dia menjadi PSK. Saat dia muda, ia bekerja sebagai tukang masak di salah satu depot di Kota Surabaya. Setelah itu dia menikah dengan suami pertamanya. Ternyata kehidupan pernikahan tak semanis yang dibayangkan. Rumah tangga ini terbelit masalah ekonomi seiring meningkatnya biaya hidup sehari-hari. Terpaksa ia mencari pekerjaan tambahan untuk membantu ekonomi keluarga. “Saat bersama suami pertama, di situlah saya sudah menekuni pekerjaan sebagai PSK,” tuturnya tanpa merinci apa suami pertamanya tahu pekerjaan tambahan yang digelutinya.
Pernikahan pertamanya tak dikaruniai seorang anak. Menempuh kehidupan beberapa tahun, gejolak dalam rumah tangga muncul. Konflik nyaris terjadi setiap saat.  Sampai akhirnya dia harus berpisah dengan suami pertamanya.
Setelah bercerai, dia masih terus mencari uang sebagai pemuas nafsu lelaki hidung belang. Rupiah demi rupiah dari uang panas ia hasilkan. Suatu saat  dia berkenalan dengan pria dan mengutarakan niatnya untuk menikahinya. Gayung pun bersambut. Hartati akhirnya menikah dengan suami keduanya.
Dari pernikahan ini dia dikaruniai dua anak. Sayangnya anak pertamanya meninggal. “Hanya satu anak yang hidup dari pernikahan kedua ini,” katanya.
Selama menjalin  rumah tangga dengan suami keduanya ini, Hartati tak mengaku bahwa dia masih menekuni pekerjaan sebagai PSK. Ini disebabkan suaminya bertempat tinggal di Solo, sedangkan dia berada di Surabaya. “Saya ya nggak ngaku kalau jadi PSK di Surabaya,” terangnya sembari tersnyum.
Hidup berjauhan dengan tidak adanya saling keterbukaan, kejujuran menjadi pemicu masalah.  Rumah tangga keduanya ini pun, tak berjalan lama. Lagi-lagi Hartati harus bercerai dengan suami keduanya, dan sampai sekarang dia menyandang status janda.  Dan PSK menjadi pilihannya untuk mencari uang.
Status ini pun tak dipedulikan olehnya, sebab yang terpenting dari dirinya  bisa menyekolahkan anaknya sampai jenjang perkuliahan. Meski uang itu didapat dari pekerjaan haram. “Jujur bekerja sebagai PSK membuat saya jenuh dan dibayangi dosa. Saya ingin bisa berkumpul dengan keluarga dan anak saya, kemudian bekerja dengan halal dan menghasilkan uang halal,” kata Hartati.
Karena itu dia menyambut gembira adanya dana kompensasi dari pemerintah untuk membantu eks PSK berwirausaha pasca lokalisasi Dolly-Jarak ditutup Pemkot Surabaya. Ditanya mengenai dana kompensasi, Hartati mengaku sampai saat ini dia belum mendapatkan dana tersebut. Padahal, sejak Jumat (20/6) lalu dia sudah didata guna mendapatkan dana itu. “Sampai saat ini saya belum dapat kompensasi dari pemerintah. Alasanya nama saya tidak masuk dalam database,” ujarnya.
Padahal dia punya angan-angan dana kompensasi dari Pemkot Surabaya,  akan dibuat sebagai modal membuka warung Rujak Soto di Banyuwangi. Namun, dengan alasan masih menunggu panggilan dan tidak masuk dalam database, dia harus menunggu lama di lokalisasi. “Surat dari RT/RW sudah lengkap. Karena belum masuk database, sampai saat ini saya tak mendapatkan dana kompensasi,” tambahnya.
PSK di Wisma Tentrem Jaya ini juga mengaku, kalau pun dia mendapatkan dana kompensasi, seketika itu juga ia akan meninggalkan profesi lamanya sebagai PSK. “Kalau sudah dapat uangnya, saya tidak akan lagi jadi PSK. Saya akan kembali ke Banyuwangi,” pungkasnya. [bed]

Tags: